Rutinitas malam Minggu seperti biasa kumpul di ruang tengah. Kami sekeluarga berbagi cerita, membicarakan masa depan, mencari solusi, dan membicarakan banyak hal sambil menonton televisi. Aku duduk tepat disebelah ayah, "Kaka yakin mau masuk ke Universitas Negeri Jakarta dengan ambil jurusan Tata Boga?" hatiku berdebar, mengapa ayah tiba-tiba menanyakan hal itu lagi, padahal malam minggu yang lalu sudah dibicarakan, "Yakin yah, kan Kaka suka memasak." jawabku seperti sebelumnya. "Masuk kuliah nanti keluarkan semua bakatnya, jangan peduliin orang yang iri. Fokus aja pada diri Kaka sendiri. Kaka kuliah jauh di Jakarta." "Siap yah, laksanakan dengan senang hati." Kami semua tertawa karna tingkahku yang semangat seperti api unggun di malam hari.Â
Aku sangat sedih, sekaligus senang. Akhirnya besok lulus SMK juga, lanjut ke perkuliahan, tapi sedih berpisah dengan teman-teman seperjuangan selama di SMK. Diantara mereka tidak ada satupun yang memilih kuliah di kampus yang sama, tapi aku senang mereka melanjutkan kuliah di kampus dan jurusan yang diimpikan. Suara pintu terbuka, ayah masuk dengan muka sedikit menunduk. Aku tidak tau apa tujuannya masuk ke kamarku. Ayah menghampiriku yang duduk di meja belajar, memegang pundakku, mengajak duduk di sofa dekat jendela. "Ayah minta maaf." Belum selesai berbicara aku memotongnya karna penasaran, kaget juga ayah meminta maaf padahal tidak pernah seperti ini, "kenapa minta maaf yah? ayah ga punya salah ke kaka." Pikirku. "Ayah minta maaf karna besok tidak bisa mengantar kamu ke sekolah, besok kamu naik taxi ga papa kan nak? ayah, ibu, sama adek datang telat. Besok mau ke tempat sekolah adek kamu dulu, selesaikan pendaftaran sekolah barunya." Aduhh padahal besok hari istimewaku, ucapku dalam hati. "Iyah yah ga papa, tapi janji yaa datang sebelum acara inti dimulai." Ucapku yang tak sesuai kata hati. "Ayah janji, sayang. Ayah kan selalu nepatin janji ke kamu." "Makin sayang deh sama ayah." Kami berdua tertawa, ayah memelukku dengan erat, memberi semangat dan membisiku seperti kata-kata terakhir orang yang mau pergi jauh.Â
Seperti yang dikatakan ayah malam tadi, taxi datang mengantarkan aku ke sekolahanku. Aku sedih tidak diantar langsung oleh kedua orang tua, dan adekku satu-satunya. Tapi mau gimana lagi, toh mereka juga akan datang walaupun telat.Â
Jam menunjukkan pukul 09.45. Aku menoleh ke arah pintu masuk tapi belum datang juga. Sebenarnya aku sudah sepuluh kali lebih menoleh ke arah situ tapi hasilnya nihil juga. Tidak ada batang hidung terlihat, yaitu orang yang aku tunggu dari tadi. "Amelia Azzahra Putri" namaku dipanggil maju ke panggung untuk menerima tanda kelulusan dan rapot dari wali kelas. Aduhh dimana orangtuaku dan adek, mereka janji bakal liat aku menerima tanda kelulusan tapi sampe sekarang belum nongol juga. "Amel, dipanggil itu." Teman sebelahku menyadarkanku yang sedang melamun sejak tadi. Aku maju kedepan, menerima tanda kelulusan dan rapot. Kembalinya ke tempat duduk, dan penyerahan kelulusan dari kelasku selesai. Wali kelasku menghampiri, membisikkan, "Sabar yah Amel, orangtua, dan adek Amel mengalami kecelakaan saat menuju ke sekolah." Aku kaget dan meneteskan air mata, "innalillahi wa innailaihi rojiun."
Aku membuka mata, terlihat ditempat yang tidak asing. Ya, aku berada di UKS. "Alhamdulillah, nak Amel udah siuman." Celetuk wali kelasku. "Maaf Bu, gimana keadaan keluargaku?" Tanyaku dengan gemetar. "Minum dulu nak, nanti ibu antar kamu ke rumah sakit." Aku meminum air putih yang diberikan wali kelasku. Aku menuju rumah sakit dengan diantar wali kelasku naik mobilnya. Dalam perjalanan, air mataku tidak bisa berhenti keluar, tanganku dingin. Dua puluh menit kemudian sampai di depan rumah sakit. Aku menuju tempat ibu dirawat. Terlihat adekku duduk disamping ibu. "Ayah mana dek?" Tanyaku dengan gemetar. "Ayah udah ga ada ka." Jawab adek dengan tangisnya yang meledak, menghampiriku, memeluk dengan erat. Seketika air mataku keluar. Badan terasa lemas, tapi harus terlihat kuat. Ada adek yang harus aku kuatkan. Aku mematung. Adekku masih menangis, memelukku dengan semakin erat.
Satu bulan setelah kepergian ayah, aku memutuskan, tidak melanjutkan kuliah. Ibu mengalami patah tulang, tidak bisa melakukan apapun lagi. Semua pekerjaan rumah digantikan aku, sesekali dibantu adek. Sekarang aku juga menggantikan ayah. Mencari biaya untuk sekolah adek, berobat ibu, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di toko roti kota sebelah, malam harinya sebagai OB di Perusahaan tempat ayah kerja dulu.
Tiga bulan telah berlalu, aku memutuskan untuk keluar dari tempat kerjaku. Aku teringat pesan ayah dulu saat malam kelulusan. "Nak, jadikan bakatmu untuk membantu keluargamu. Mulailah dari kecil, tekuni terus sampai kamu berhasil." Itu pesan terakhir ayah sebelum terjadi kecelakaan. Aku mulai mengerti maksud kata Ayah setelah empat bulan ini. Aku mulai berjualan roti seperti ditempat kerjaku dulu, tapi aku ubah sedikit berbeda dan lebih menarik perhatian orang-orang pecinta roti. Awal penjualanku habis setengah. Besoknya semua roti buatanku habis. Melihat penjualanku yang laris setiap hari dan toko tempat kerjaku dulu mulai sepi. Datang bosku dulu, dia memakiku, menuduh tidak jelas. Semua orang menjauh. Daganganku berantakan. Datang seseorang dengan baju yang rapi, dan berdasi. Dia jongkok tepat didepanku, aku masih nunduk, meneteskan air mata. Dia memegang pundakku sambil berkata. "Nak." Aku mengangkat kepala, menatap orang yang memegang pundakku. Dia mengusap air mataku sambil mengangkat tubuhku untuk berdiri. Aku berdiri. Berjalan menuju tempat duduk. "Ini minum air putih dulu." Kata orang yang tidak aku kenal. "Terimakasih." Aku meminum air putih yang dikasih orang itu, meminumnya sampai habis. Terlihat senyum tipis dari orang itu. Dia terlihat manis, tegas, berwibawa, saat tersenyum ke samping kanan. Aku hampir tersedak melihat itu. Air putih yang dia kasih habis, aku menghembuskan nafas lembut. "Maaf pak, anda siapa? Tiba-tiba datang menolong saya dan memberi air putih." Tanyaku kepo. "Perkenalkan, Andi Setiawan, pewaris perusahaan toko roti terkenal di Jakarta." Aku kaget mendengar perkataannya. "Apa yang anda inginkan dari saya?" Tanyaku kepo, penuh waspada. Jangan-jangan dia akan memperlakukan lebih kasar dari mantan bosku. "Jangan takut, aku bukan orang jahat seperti mantan bosmu itu." Jawabannya membuat penasaranku sedikit terjawab. "Kedatanganku ke tempat ini. Ingin mengajak bergabung di perusahaanku dan menjadikan kamu sebagai manager." Lanjutnya. Aku terkaget lagi mendengar perkataannya. Aku bingung dan senang, akhirnya bekerja ditempat perusahaan yang terkenal di Jakarta. "Aku akan mempertimbangkan terlebih dahulu." Jawabku dengan hati-hati. "Baik, aku mengerti. Ini nomorku. Hubungi saja setelah kamu menemukan jawabannya. Semoga kamu memilih jawaban terbaik."
Sampai rumah aku membersihkan badan. Aku ke kamar ibu, membawa makanan. "Ibu, gimana latihan jalan hari ini?" Pertanyaanku setiap pulang kerja. Dua bulan terakhir ini, ibu latihan jalan, dibantu adekku. Setiap adekku pulang sekolah, dia membawa ibu ke halaman depan mengajaknya berjalan perlahan-lahan sesuai arahan dokter. Aku beruntung memiliki adek laki-laki yang begitu perhatian ke Ibu. "Alhamdulillah nak udah mulai lancar. Kata dokter kalo rutin latihan setiap hari satu Minggu lagi pasti bisa jalan seperti dulu lagi." Mendengar itu aku sangat bersyukur. Betapa indahnya hari ini, mendapat tawaran kerja diperusahaan terkenal dan sebentar lagi Ibu bisa jalan seperti dulu lagi. "Alhamdulillah ya Allah, terimakasih untuk semuanya hari ini." Ucapku dalam hati. Aku sampai lupa memberitahu Ibu soal tawaran orang tadi. "Ibu, apakah boleh Kaka kerja di Perusahaan Suisse Bakery?" Tanyaku. "Perusahaan yang sekarang terkenal itu yah?" Tanyanya. "Iya Bu." Jawabku dengan senang. "Jelas Ibu bolehin dong nak, sekalian kamu nikah sama yang punya perusahaan itu, dia masih sendirian kan?" Ledek ibu. "Apa apaan sii Bu, sok tau nih Ibu." Jawabku malu. "Kamu cantik loh nak, pintar pula." Ledeknya lagi. "udah Bu, habisin makanannya." Jawabku mengalihkan pembicaraan. Mana mungkin dia mau sama aku yang modelan gini.Â
Setelah mendapat restu Ibu, malam ini aku menelpon dia. Menerima tawarannya tadi siang. Dan aku ditawarkan untuk bekerja langsung di Perusahaannya. Aku menerima tawaran itu. Karena pewaris Suisse Bakery belum kembali ke Jakarta, aku ditawarkan ke Jakarta bersama dia besok. Dan akupun menerimanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H