Mohon tunggu...
Nurul Aini
Nurul Aini Mohon Tunggu... Penulis - Ilmu padi

Mahasiswi IAIN JEMBER PRODI PAI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesantren sebagai Sub Culture Nusantara

14 Mei 2020   09:14 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:22 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemetintah Belanda sebenarnya merasa khawatir dengan munculnya gerakan nasionalisme Islam seperti pondok pesantren dan lembaga pendidikan. Karena Belanda merasa Khawatir akhirnya mendirikan sebuah kantor yang tujuannya untuk mengawasi gerak-gerik pesantren. Tetapi itu bukanlah solusi bagi para Ulama. 

Ulama akhirnya mendirikan pesantren yang jauh dari kota dan memberi kesempatan belajar untuk masyarakat desa. Pada awal abad ke 19 pesantren mulai bangkit dari ketertinggalannya, karena adanya pelopor dari Kiyai baru yang telah menyelesaikan studinya di Makkah, para kiyai muda tersebut menerapkan sistem madrasah yang mampu menyaingi sekolah-sekolah belanda. 

Dalam hal ini muncullah berbagai organisasi-organisasi besar islam seperti Nadlatul Ulama, Muhammadiyyah. Periode ketiga pada masa penjajahan jepang yang masuk ke indonesia dengan membawa semboyan baru. 

Jepang dalam misi penjajannya seperti mendukung pendidikan pesantren, namunhal itu hanya kamuflase belaka dengan tujuan menaruk perhatian dari masyarakat muslim yang ada di Indonesia dengan mendirikkan kantor urusan agama, memberi bantuan pada pondok pesantren besar, dll. 

Perode keempat perkembangan pesantren pasca kemerdekaan ini dikembangkan kembali berdasarkan kebudaayaaan indonesia. Pondok pesantren tetap perperan sebagai alternatif belajar untuk mencari ilmu. 

Adapun sebuah jargot yang populer di kalangan pesantren dahulu adalag barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan dari kaum tersebut.  Semboyan ini dijadikan pegangan pada waktu itu. 

Pada tahun 1970-an pesantren mengalami perubahan yang signifikan dan dapat dilihan melalui dua sudut pandang dimna yang pertama adalah kuantitas pesantren yang meningkat baik diwilayah kota maupun desa, yang kedua adalah penyelengaraan pendidikan yang lebih sistematis. 

pada era revormasi pesantren melakukan perubahan yang lebih sistematis lagi dengan tujuan melahirkan generasi yang berintelektual dan berakhlaq mulia dengan memasukkan mata pelajaran non agama pada kurikulum pesantren. Pesantren terus menerus melakukan perubahan guna merubah cara pandang masyarakat kepada pondon pesantren yang dikenal dengan kekolotan dan kurikulum yang klasikal.

 D.  Hakikat dan tujuan pesantren

Tujuan dari pondok pesantren dibagi menjadi dua tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan umum membina dan mencerdaskan umat muslim, menanamkan rasa keagamaan pada segi kehidupan agar supaya menjadi pribadi yang berguna bagi warga dan negara. 2. Tujuan khusus mendidik peserta didik (murid) untuk menjadi muslim yang bertaqwa kedpada Allah swt, berakhlaq mulia, memiliki kecerdasan keterampilan da sehat lahir batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun