Ketika ambisi mengalahkan logika  kesempurnaan menjadi tujuan.  Kejar tayang menjadi kebiasaan tanpa mempertimbangkan kemampuan fisik dan psikis.  Lantas apakah Orang yang bersifat perfeksionis cenderung fake produktivity ?
Bagaimana sikap perfeksionis?Â
Kita seringkali mendengar istilah "perfeksionis".  Perfeksionis merupakan sikap dimana tuntutan kesempurnaan menjadi prioritas. Sebenarnya tidak selamanya sikap  perfeksionis itu negatif.  Karena untuk mencapai kesuksesan memerlukan keuletan  kerja keras.  Namun kekecewaan dan tidak mau menerima kegagalan itulah yang akan menjadi bumerang.Â
Sikap  perfeksionis  bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan rumah atau tempat kerja. Sebagai contoh seorang ibu rumah tangga mengharuskan  situasi rumah wajib rapi sepanjang waktu. Saat kondisi sehat dia mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Pada suatu waktu permasalahan datang tanpa diduga,  kepala terasa agak pusing. Pekerjaan harian terus berlanjut, namun  rasa sakitnya bertambah parah karena beban pikiran memperparah keadaan. Beban tersebut hanya sepele, rumah berantakan. Bukankah hal yang sepele menurut pandangan orang lain
Begitu juga di lingkungan kerja yang mengharuskan adanya interaksi dengan orang banyak. Ada seorang atasan sering meluapkan kemarahan jika pekerjaan bawahan tidak sesuai ekspektasi. Teguran dan sindiran pedas terlontar  begitu saja. Kondisi tersebut sangat melelahkan baik dari segi mental yang nantinya akan mempengaruhi kesehatan fisiknya. Permasalahan baru pun muncul, terjadi hubungan yang tidak harmonis antar rekan kerja atau bawahan.  Â
Produktivitas kerjaÂ
Dalam dunia kerja tidak lepas hitungan matematika.  Produktivitas  akan dihitung berdasarkan jam kerja atau dengan kata lain produktivitas  berbanding lurus dengan jumlah waktu.  Padahal merupakan asumsi semu. Hal tersebut terjadi juga jika seorang pedagang berasumsi  bahwa semakin banyak unit barang yang terjual akan semakin banyak penghasilan.  Walaupun hal tersebut relatif karena menyesuaikan kondisi pasar,  jenis barang yang dijual, strategi pemasaran dan lain-lain. Sebagai referensi, saya sedikit mencantumkan  kalimat  yang berlaku hukum permintaan dalam ilmu ekonomi yakni jika banyak orang yang ingin membeli, stok barang terbatas maka maka penawaran harga barang akan lebih tinggi.Â
Matematika kehidupan merupakan proses, sehingga presentasi output tergantung bagaimana kualitas dalam berproses. Jika hasil tidak sesuai dengan harapan berarti terjadi penyimpangan dalam berproses. Faktor yang mempengaruhinya bisa bersifat internal maupun eksternal. Jika terjadi fake produktivity  maka akan timbul pertanyaan, di mana letak kesalahan tersebut?Â
Perfeksionis vs fake productivity
Orang perfeksionis akan melakukan segala cara untuk memenuhi standar nilai yang telah ditetapkan. Hal tersebut pada akhirnya akan melakukan aktivitas kerja melampaui waktu di atas batas normal. Secara kasat mata kita terlihat sangat sibuk, namun pada kenyataannya tidak ada produktivitas yang berarti. Kondisi fisik dan psikis yang ditimbulkan karena pekerjaan yang menumpuk, tidak ada  refreshing sama sekali, maka pada akhirnya akan menimbulkan kesalahan baru. Akibat ketidaktelitian maka harus mengulang tugas mulai awal lagi. Nah, berapa lama waktu yang sudah terbuang?Â
 Saya pernah mengalami hal yang serupa yakni pada saat mengerjakan laporan keuangan dengan menggunakan sistem aplikasi yang terintegrasi. Yang namanya laporan pastinya harus dibuat sebaik-baiknya sehingga nantinya tidak menimbulkan masalah.  Sudah barang tentu standar dibuat harus yang terbaik. Namun karena faktor kelelahan sehingga aktifitas  begadang alias  lembur pun saya lakukan. Setelah selesai  hasilnya berupa print out, kemudian saya antar ke dinas kabupaten. Namun setelah diteliti oleh tim pemeriksa banyak yang terlewatkan yakni  salah ketik.  Jika kesalahan terletak pada tulisan  mungkin hanya sedikit revisi namun jika berupa angka maka harus melakukan banyak  perombakan. Proses pengulangan pun terjadi dan sangat melelahkan,  betul-betul  menyita waktu. Disinilah terjadi fake productivity