Pelipur lara datang memberikan seteguk madu. Mata itu berbinar cerah, harapan besar  agar  bisa  memperbaiki nasib. Beberapa bulan harga sawit lumayan menggiurkan. Setelah bertahun-tahun didera keputusasaan. Biaya perawatan yang tidak sedikit tidak sia-sia.Â
Pak  Simo terpaku, rencana memasang plafon rumah  harus dibatalkan. Putra satu-satunya yang siap masuk kampus akan terancam urung.Â
Dengan tatapan kosong  Pak Simo mengumpulkan  tandan buah sawit yang baru dipanennya. Apakah bagian dari PRANK?  Harga TBS meluncur  bebas. Sekarang  akan di jual kemana? Sementara para pengepul  membeli dengan harga murah. Ya .. beginilah nasib petani. Lahan yang sedikit itulah digunakan untuk menghidupi keluarga nya.Â
Sekelumit kasus yang menyentuh Hati. Di sana banyak  Pak Simo yang meratapi nasibnya.  Perusahaan membeli tandan sawit dengan harga yang sangat murah. Efek kejut yang tak terduga, harapan sirna. Harga tandan sawit yang sebelumnya sempat  hingga 3.500  per kg , secara mendadak meluncur bebas. Lemah lunglai semua persendian. Hasil penjualan habis untuk ongkos panen.
Nasib petani tiada pembela. Kestabilan harga itulah yang diharapkan. Rencana yang telah disusun dengan rapi, buyar berhembus diterjang beliung. Bagaimana tidak, di sana banyak pak Simo dengan berbagai problematika.Â
Di sudut kampung, pak Simo memegang dahinya, karena ditagih oleh dealer. Lho kok bisa! Siapa sangka,.. beberapa bulan termanjakan, petenteng pergi ke dealer untuk mengambil sebuah mobil  yang dibayar secara angsuran.  Namun sekarang siap diambil dealer kembali. Karena hasil panen  tidak cukup untuk membayar angsuran.
Tidak bisa membayangkan,belum lagi  banyak pak Simo yang tidak bisa membayar angsuran bank. Bagaimana nanti jika rumahnya disita oleh bank. Sudah beberapa bulan menunggak.Â
Pak Simo tidaklah  sepolos apa kita  yang diasumsikan.  Sedikit banyak media televisi dan medsos sering menjadi perbincangan. Nongkrong di warung kopi, beberapa pak Simo berbincang bak politisi. Namun tidak menyelesaikan masalah. Hanya sruputan kopi menjadi penghilang kepenatan sementara.Â
"Gara-gara kebanyakan yang di ekspor, sedangkan konsumsi dalam negeri tidak diperhatikan.  Itulah yang menyebabkan  kelangkaan minyak goreng" celetukan dari salah satu pak Simo di  warung kopi tersebut. "Itu permainan perusahaan-perusahaan nakal, sedang kan pemerintah kurang peka, sahut pak simo lainnya.
Sambil menghisap rokoknya salah satu dari Pak Simo membacakan sebuah artikel yang ada di website bisnis.com "Salah satu penyebab anjloknya harga sawit karena  terjadi pengurangan konsumsi  sawit India dan Cina yang  menjadi sasaran pemasaran Indonesia yakni sebesar 4, 8 juta ton pertahun. Indonesia harus mampu bersaing dalam kancah global mengingat produk tandingan pengganti minyak sawit telah digulirkan misalkan Amerika Serikat telah menggelontorkan minyak kedelai secara besar-besaran.Â
Sambil menghela nafas Pak Simo melanjutkan membaca. Karena masih penasaran Pak Simo membuka tautan  di Pilapopos.Fajar.co.id berkaitan kebijakan yang dikeluarkan melalui Permenkeu  RI tentang  Bea keluar dan tarif bea keluar  sehingga pajak ekspor yang tinggi akan mengurangi harga TBS ditingkat petaniÂ