Keberadaan paguyuban menjembatani untuk menyiapkan mental, dikala merasa sendiri dan terasing. Sebenarnya perasaan tersebut wajar bagi siapa saja .pada saat  memasuki daerah  baru. Apalagi  daerah tersebut ada  gangguan keamanan. Saya teringat peristiwa konflik yang terjadi di Sampit tahun 2021.Â
Hasrat ingin meninggalkan daerah tersebut sangat kuat untuk kembali ke kampung halaman. Padahal jika saya tinggalkan harus meninggalkan pekerjaaan. Lagi-lagi keberadaan paguyuban memperteguh pendirian. Dan akhirnya saya berfikir jika saya tinggalkan bagaimana nasib anak didik saya, mengingat saya adalah seorang pendidik.Â
Selain itu keberadaan paguyuban  mengingatkan pada kerabat yang jauh, sebagai ajang reuni dan  silaturahmi. Hal lain adalah  untuk mempertahankan identitas dan budaya.  Dalam hal ini bukan berarti menolak akan tradisi dan kebudayaan setempat. Prinsip" dimanapun kaki berpijak disitu bumi dijunjung." Â
Misalnya, jika kita menghadiri pertemuan rutin yang di selenggarakan oleh paguyuban  sudah barang tentu menggunakan bahasa daerah asal.  Rasa kangen pada kampung halaman terobati, karena suasana  interaksi yang tercipta.Â
Keberadaan paguyuban bukan berarti ingin mengisolasi kan diri ataupun kelompok. Justru  sebagai ajang untuk membangun komunitas yang harmonis di daerah setempat. Dan bahkan mampu memperkaya dan melestarikan  kebudayaan daerah. Kita bisa menunjukkan jati diri "inilah Indonesia" dengan keberagaman,  mampu bersatu.Â
Sebagai contoh,  suatu ketika masyarakat Kalimantan diperkenalkan dengan pertunjukan Reog. Penasaran muncul sehingga lapangan tempat pertunjukan membludak di penuhi penonton.  Saya berpikir ..., " seperti konser saja".  Ya...  siapa lagi yang memelihara. Jangan lagi diklaim  sebagai produk negara lain.Â
Contoh lain , saya juga pernah menghadiri undangan pernikahan dari seorang teman yang kebetulan hiburannya adalah karawitan. Karawitan merupakan kesenian dengan menampilkan seni suara yang diiringi oleh gamelan.  Pertunjukan yang tidak biasa menjadi perhatian khusus sehingga ada suatu ketertarikan. Ternyata  kesenian tersebut di bawa oleh suatu komunitas serupa dengan paguyuban.Â
Hal sebaliknnya, anak saya yang notabene keturunan Jawa, karena lahir di Pulau Kalimantan bangga menjadi putra Kalimatan. Dia sekolah di pondok yang ada di pulau Jawa. Bersama kawan-kawan yang berasal dari Pulau Kalimantan Dengan bangga pula memperkenalkan tarian Dayak.Â
Sebuah pengalaman menarik, Peristiwa naiknya buaya ke aliran sungai kecil. Sungai tersebut mengalir ke arah sungai Mentaya yang merupakan sungai terbesar di Sampit. Buaya tersebut masih kecil dan berhasil ditangkap oleh masyarakat.Â
Melihat kerumunan tersebut saya berhenti, dimana posisi saya dalam perjalanan berangkat mengajar. Namun pada akhirnya, yang menjadi pusat perhatian adalah cara berkomunikasi diantara orang-orang tersebut.Â
Saya senyum-senyum sendiri ..., Â memang Indonesia kaya akan bahasa. Â Di antara Mereka memberikan komentar yang dapat dimengerti satu sama lain. Ada bahasa Banjar, bahasa Madura dan satunya bahasa Jawa.Â