Awalnya saya membuka percakapan di grup yang berhari-hari sepi, dengan doa agar kawan-kawan yang sedang berjuang melawan sakit segera diangkat penyakitnya, dan yang masih sehat terus terjaga kesehatannya.
"Btw, renang itu aman ga sih? Katanya kaporit auto membunuh kuman dan bakteri di kolam....kalau virus, mempan ga?" tanya seseorang ketika grup mendiskusikan olah raga apa yang dipilih masing-masing orang terutama saat pandemi.
"Ngga bisa kali, virusnya ganas! Mana kolam penuh sama cairan tubuh manusia kan? Mending renang di kasur sendiri deh!" jawab seseorang sambil becanda.
"Lha aku ngga renang, ya kena...." tulis Heni, seorang kawan lain menimpali.Â
Sontak membuat kami kaget dan langsung menyerbu yang bersangkutan dengan pertanyaan. Terlebih dia partner saya dalam mengkurasi naskah para kontributor, dan bertugas menyeleksi penerbit yang akan terpilih untuk mencetak buku kami.
Hari ini saya kembali menanyakan kabar padanya, setelah sebelumnya ia memutuskan isoman di rumahnya sendiri, pasca hasil PCR positif. Untuk itu anak dan suaminya pun terpaksa mengungsi ke rumah orang tua.
"Aku udah masuk RS lapangan, Mbak, kemarin."
"Lho, udah dapet?" tanyaku. Teringat sehari setelah Heni mengabarkan dirinya positif, ia menjawab pertanyaanku,
"Ngga usah kirim apa-apa sama aku. Sekarang aku ngga doyan apa-apa..."
"Lha wong aku mau kirim naskah untuk dikoreksi, jeh," sahutku melucu.
Waktu itu ia menjelaskan bahwa antrian untuk isolasi di RS darurat tersebut luar biasa. Meski si Ifa, sudah lulus dari sana. Jatah kasur bekas Ifa rupanya segera beralih ke pasien lain