Mereka yang dalam kondisi ini, sebagian besar diketahui tidak biasa bekerja ketika masih memiliki suami. Beberapa mengaku tidak diijinkan sang suami untuk bekerja.Â
Lalu ketika dunianya dibalik begitu saja, bukan sekedar cemas, namun keputusasaan, bahkan depresi melingkupi para perempuan ini.
Sejatinya perempuan punya banyak pilihan untuk berkarya, termasuk dengan tetap berada di rumah.Â
Sudah banyak pembahasan tentang apa yang bisa dilakukan seorang istri dan ibu untuk tetap produktif, baik mengasah ilmu, menghasilkan karya yang bernilai ekonomis, atau mengaktualisasikan diri dalam bentuk lain, tanpa harus meninggalkan (pengasuhan) anak-anak.Â
Sementara kita juga pahami, banyak sektor pekerjaan yang membutuhkan kehadiran pekerja perempuan. Guru pendidikan usia dini dan jenjang lain, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain, pekerjaan yang bernilai seni budaya seperti membatik, menenun atau merajut, serta industri makanan skala rumahan.Â
Bahkan kebanyakan pabrik rokok, yang konsumen terbesarnya para lelaki, didominasi oleh pekerja wanita. Mayoritas penjual di pasar-pasar tradisional, penjaga kios-kios makanan termasuk di antaranya.Â
Kembali lagi, tidak semua perempuan bekerja adalah demi mengejar karir apalagi pengakuan dan pencapaian pribadi. Saya pribadi meyakini golongan kedua, yaitu mereka yang bekerja karena 'tak punya pilihan', adalah fenomena yang paling banyak terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H