Mohon tunggu...
Ainag Al Ghaniyu
Ainag Al Ghaniyu Mohon Tunggu... Buruh - a jannah seeker

Writing for healing

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjaga Kewarasan Ibu Saat Pandemi

18 Februari 2021   10:00 Diperbarui: 19 Februari 2021   18:02 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anak itu rejeki mba, ndak bisa kita atur-atur datangnya"

Allright, itu sudah dijawab sendiri, bahwa anak adalah rejeki, tak bisa kita atur serta merta kehadirannya. Jangan beri kesempatan darting (darah tinggi/emosi tak terkontrol) menguasai. Pasrah pada ketetapan Allah. Seperti Covid-19, datang dan perginya tidak bisa semaunya kita atur. Kita cuma bisa mengatur diri kita dan keluarga terdekat bagaimana menyikapinya.

Awali dengan penerimaan, acceptance (menerima).  Menerima bukan berarti masa bodoh dengan protokol kesehatan, merdeka nongki cantik dengan teman. Acceptance artinya menerima kondisi serba tak menentu lengkap dengan resiko dan konsekuensinya dengan lapang dada. Berat memang, yang enteng nulisnya. Karena itu perlu ditulis supaya bisa dibaca ulang oleh para ibu saat sedang lelah menghadapi dunia.

Ketika jiwa sudah bisa menerima, otomatis langkah berikutnya pikiran kita akan bergerak mencari solusi. Setiap pribadi dan rumah tangga memiliki ujian yang berbeda di masa pandemi ini. Bukan diratapi terus menerus hingga tenaga, pikiran, dan waktu kita habis tanpa hasil. Kita tidak bisa makan hanya dengan mengeluh, tidak bisa memenuhi hajat hidup kita dengan keputusasaan.  Ada anak yang harus diurus, pun ada hak kita untuk sesekali ambil jeda dan tarif nafas.

Kalau kita ndak waras duluan, mana bisa mengharap keluarga kita sehat jiwa raga ?

Pandemi sudah terjadi, mau bagaimanapun kita tak mungkin lari. Yang bisa kita lakukan hanyalah adaptasi. Setiap masalah membutuhkan solusi, demi kewarasan diri. Meskipun klise, berusaha, bersabar dan bersyukur, adalah siklus yang kita ulang-ulang selama udara masih bisa kita hirup. Kita tidak punya pilihan selain menerapkan tiga hal tersebut. Jangan sampai memilih yang ke 4, berhenti berusaha, bersabar dan bersyukur berarti berhenti untuk hidup.

"Sesungguhnya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih" (QS Ibrahim 7).

Cari sebanyak mungkin alasan untuk bersyukur atas segala karunia. Kita dan anak-anak yang tetap sehat, masih bisa makan dengan layak, masih ada kesempatan untuk bersama.

Sebagaimana sekolah-sekolah yang masih meniadakan tatap muka, beban anak sekolah daring kita terima dulu. Bahwa kita tak punya kompetensi mengajar seperti guru. Belajar daring di rumah berbeda dengan sekolah, baik suasana maupun fasilitas pendukung. Ditambah bila kita tidak punya sarana yang cukup seperti gawai dan sambungan internet, kepada siapa anak bisa mengadu selain pada ibu. 

Sementara kita tahu, korban meninggal akibat Covid-19 membuat anak-anak menjadi yatim piatu. Sedangkan kita masih diberi kesempatan hidup lebih lama untuk membersamai mereka. Jalin komunikasi yang intensif dengan para guru, bila dibutuhkan sampaikan permintaan tambahan waktu. Jangan-jangan  baru saat ini terasa berharga peran guru.

Demikian pula dengan pembatasan kegiatan, sebagai implementasi pembatasan jarak. Dirasa bagi banyak orang ibarat dipenjara. Ketika harus keluar rumah pun was-was, harus selalu bersiaga. Tekanan semacam itu menganggu ketentraman jiwa. Masih adakah alasan untuk berbuat suka-suka, meski terancam kehilangan nyawa ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun