Adanya komunikasi krisis pemerintah juga masih sangatlah buruk. Dari catatan Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3SES) ada sedikitnya 37 pernyataan salah pemerintah perihal Covid-19. Dalam hal ini, fungsi kontrol sosial media perlu diberlakukan dengan melakukan kritik serta memilah dan memberikan informasi yang jelas terhadap masyarakat. Untuk menghindari berita yang tumpang tindih sehingga memberikan tafsir yang salah dan tidak memiliki rujukan pasti menghadapi wabah.
Banyak media sebenarnya telah melaksanakan pemberitaan berimbang dan mengedukasi masyarakat terkait tatanan normal baru dengan protokol kesehatan seperti penjelasan memperketat disiplin sosial, menggunakan masker, handsanitizer, mencuci tangan menggunakan sabun, social dan physical distancing, serta pembatasan berkumpul. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk melakukan anjuran yang benar.
Namun, masyarakat juga perlu ditunjang untuk meningkatkan literasi dan berpikir kritis untuk menerima berita yang beredar. Sebagai penerima dan pencari informasi haruslah cermat dalam menghadapi media saat ini. Tidak mudah tergiring opini dengan melakukan cross check terlebih dahulu. Kurangnya literasi media juga menyebabkan berita hoaks mudah sekali menyebar di Indonesia.
Media sebagai pemberi informasi pada publik harus dikuatkan dengan profesionalitas pekerjanya dalam menyampaikan pesannya, yaitu dengan mementingkan dan senantiasa mengedepankan aspek objektivitas. Memperjelas dan mengatur kembali media sebagai institusi bisnis dan institusi demokrasi yang didalamnya menyangkut kepentingan dari dalam organisasi media itu sendiri maupun pihak eksternal organisasi media. Peran media yang sangat besar dalam membentuk opini publik harus mengembangkan mekanisme dalam pemantauan tentang tanggung jawabnya terhadap publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H