Mohon tunggu...
Aimi Yasmin
Aimi Yasmin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

HAPPY READING!^^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masih Pantaskah Remaja Dijadikan Sebagai Masa Depan Bangsa?

31 Oktober 2019   02:13 Diperbarui: 31 Oktober 2019   02:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masa remaja adalah masa dimana sudah tak lagi anak-anak namun belum bisa disebut sebagai dewasa. Remaja adalah masa peralihan dimana para remaja sedang sibuk-sibuknya mencari jati diri, memilah mana yang baik dan mana yang buruk, memikirkan ingin menjadi apa untuk kedepannnya.

Banyak yang tekun dan gigih dalam memanfaatkan masa remajanya, biasanya remaja yang seperti inilah yang berfikir bahwa masa remaja adalah batu loncatan untuk meraih kesuksesan dimasa depan.

Namun, tidak jarang juga remaja yang hanya mencari kesenangan semata, dan berfikir bahwa masa remaja adalah waktu yang tepat untuk mencari kesenangan dan tidak akan terulang lagi dimasa yang akan datang.

Pada periode remaja adalah ketika seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju kemandirian, otonomi, dan kematangan. Seorang yang ada pada tahap ini akan bergerak dari bagian suatu kelompok keluarga menuju menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai seorang dewasa. (kompasiana.com)

Banyak yang mengatakan bahwa masa depan remaja adalah masa depan bangsa. Tidak sedikit remaja pada era sekarang sudah pintar dalam masalah teknologi, dengan hal positif seperti itu jika terus menerus dilakukan oleh remaja akan memberikan kemajuan pesat untuk perkembangan bangsa ini. Namun sayangnya, lebih banyak remaja yang terjun kedalam negatifnya dunia remaja.

Banyak faktor yang menjadi penyebab utama remaja menjadi nakal. Berawal dari lingkup yang kecil yaitu keluarga. Jika keluarga khususnya kedua orang tua tidak memberikan perhatian kepada remaja-remaja yang sedang mencari jati dirinya hal tersebut akan membuat anak lebih terjun kearah yang negatif.

Selain keluarga, faktor bisa saja didapat dari Pendidikan formal atau lingkungan sekolah. Seperti yang diterapkan dari masa ke masa bahwa sekolah adalah rumah kedua bagi kita, maka sikap dan perilaku seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia bergaul dilingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolah yang dimaksud bukanlah hanya sekedar tata letak dimana sekolah itu berada, tetapi juga teman. Teman menjadi faktor pemicu yang paling besar dibawah keluarga.

Pada remaja yang masih wara-wiri mencari jati diri, mereka sangat menggantungkan diri pada temannya. Tidak bisa mengambil keputusan tanpa pendapat teman, tidak dapat melangkah jika tidak ada teman, dan cenderung akan mengikuti kemana teman pergi.

Jika remaja sudah membuat lingkup yang lebih kecil lagi dalam pertemanan atau yang sering disebut "gang" biasanya akan lebih memberikan pengaruh negative terhadap teman sebayanya.

Potensi kenakalan remaja semakin lama semakin meningkat. Seperti yang terjadi di SMAN 1 Torjun, Kecamatan Torjun, Sampang (cnnindonesia.com) insiden bermula saat Budi sedang memberikan materi pelajaran seni lukis di ruang kelas.

Saat itu siswa yang berinisial HI terlihat tidak mendengarkan pelajaran dan malah mengganggu dengan mencoret-coret lukisan teman-temannya. Melihat hal itu, Budi kemudian menegur HI.

Namun, teguran itu tidak dihiraukan. HI justru terus mengganggu teman-temannya. Budi lalu mengambil tindakan dengan mencoret pipi HI menggunakan cat lukis. Namun, HI tidak terima dengan tindakan Budi dan langsung memukulnya.

Tidak lama kemudian, Budi mengeluh sakit pada bagian lehernya. Selang beberapa lama, Budi kesakitan dan tidak sadarkan diri atau koma. Dia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya.

Diperoleh informasi bahwa Budi dalam kondisi sangat kritis. Menurut diagnosa dokter Budi mengalami mati batang otak atau semua organ tubuh sudah tidak berfungsi. Budi dinyatakan meninggal dunia Kamis (1/2) sekitar pukul 21.40 WIB.

Berdasarkan keterangan guru lainnya, HI tergolong buruk, bandel, dan bermasalah dengan hampir semua guru, serta punya banyak catatan merah di bagian Bimbingan Konseling (BK).

Melihat kasus diatas, jika remaja sudah memiliki rekam jejak sebagai "pembunuh" sangat mengkhawatirkan untuk jenjang hidup kedepannya. Pelajar sekarang kebanyakan menganggap remeh omongan yang diberikan oleh gurunya disekolah kerena dianggap terlalu mengatur dan merasa jika omogan dari guru hanyalah omong kosong. Pemikiran seperti inilah yang membuat emosi siswa tidak dapat lagi dikendalikan sehingga rela melakukan hal-hal nekat kepada gurunya.

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pengertian guru adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Guru akan membimbing dan mengarahkan pada hal apa saja jika siswanya melakukan hal yang melenceng. Seperti menegur jika siswanya tidak mentaati peraturan yang berlaku. Karena seringnya menganggap sepele perintah dan aturan, sempat terjadi kasus yang cukup viral September lalu di Yogyakarta.

Siswa membawa celurit kesekolah karena HPnya disita oleh guru (dream.co.id). Siswa yang membawa celurit tersebut berinisial G, siswa kelas 8 SMP Negeri 5 Ngawen.

Ponsel milik G disita guru agama lantaran ketahuan bermain game saat jam pelajaran. Aturan sekolah memang tidak mengizinkan siswa bermain ponsel ketika jam belajar mengajar.

G mengancam akan mengobrak abrik sekolah jika ponsel miliknya tak juga dikembalikan, dan keesokan harinya ia datang kesekolah dengan emosi memuncak membawa celurit dan meminta ponsel miliknya untuk dikembalikan.

Kejadian ini murni jika G hanya ingin ponsel miliknya dikembalikan, tetapi karena dikelabui oleh emosi, ia tidak mengikuti prosedur yang ada. Pihak sekolah juga tidak akan mengeluarkan G dan selalu memberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah.

" Dia tetap anak didik kami dan akan kami bimbing siswa didik kami," ucap Sriyana.

Dengan melihat dua kasus yang dilakukan oleh remaja diatas, terlihat bahwa pentingnya bagi orang tua,guru, maupun teman sebaya untuk memotivasi remaja itu sendiri.

Mendekatkan diri dan membuat diri kita yang telah melampaui masa remaja sebagai figure yang dapat dijadikan contoh untuk mengurangi terjadinya kenakalan pada remaja yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun