Stunting adalah kekurangan gizi kronis. Riset Kesehatan Dasar 2013 menemukan prevalensi stunting sebesar 37,2%. Survei Kesehatan Nasional 2016 menunjukkan angka tersebut meningkat menjadi 33,6%, melebihi batas WHO sebesar 20% dan menegaskan pentingnya penanganan segera terhadap masalah kesehatan masyarakat ini.
Stunting pada anak balita disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sanitasi dan kebersihan yang buruk, akses terbatas ke fasilitas kesehatan, dan nutrisi yang tidak memadai untuk ibu hamil. Stunting memiliki dampak negatif yang luas dan serius, di antaranya produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat, kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit, serta kesenjangan sosial yang semakin parah.
Untuk mengatasi stunting secara efektif, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan multi-pihak. Pendekatan ini harus memprioritaskan:
Meningkatkan perawatan antenatal, diet seimbang, suplemen mikronutrien, dan akses ke layanan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui. Hal ini penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Mendorong pemberian ASI: Stunting dapat dicegah ketika bayi menerima nutrisi dan dukungan kekebalan terbaik selama tahun-tahun awal yang kritis ini dari ibunya.
Meningkatkan akses ke fasilitas sanitasi dan air bersih: Menjaga lingkungan yang bersih dan higienis sangat penting untuk mencegah infeksi dan meningkatkan kesehatan anak secara keseluruhan.
Mendidik masyarakat tentang kebiasaan sehat dan nutrisi: Cara terbaik untuk mencegah stunting di tingkat lokal adalah dengan memberikan informasi kepada keluarga tentang nutrisi yang baik, kebiasaan kebersihan, dan perkembangan anak usia dini.
Memperkuat sistem kesehatan: Identifikasi dini dan penanganan yang cepat terhadap kasus stunting memerlukan investasi dalam infrastruktur kesehatan yang kuat, yang meliputi tenaga medis yang qualified (terampil) dan fasilitas perawatan primer yang mudah diakses.
Dengan pencegahan stunting yang efektif, Indonesia dapat melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi masa depan, serta mendorong masyarakat yang berkembang dan produktif.
Daun kelor (Moringa oleifera) sejak lama digunakan sebagai obat tradisional yang baik untuk mencegah kanker dan menjaga tekanan darah. Hal ini dipengaruhi oleh kandungannya yang baik untuk kesehatan seperti antioksidan dan berbagai nutrisi lainnya. Daun kelor juga bisa membantu mencegah stunting. Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi (malnutrisi). Â
Penelitian menunjukkan bahwa menambahkan tepung kelor ke dalam kue kering dapat meningkatkan nilai gizinya,menjadikannya camilan yang lezat dan mudah diterima oleh anak kecil. Kandungan protein, zat besi, kalsium, dan vitamin dalam tepung kelor berperan penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat. Mencampurkan tepung kelor ke dalam kue kering tidak hanya meningkatkan nilai gizinya, tetapi juga menawarkan pengganti makanan yang sederhana dan hemat biaya. Ini menjadikannya solusi yang layak untuk mengatasi stunting,terutama di daerah-daerah dengan akses terbatas ke makanan sehat.
Namun, penting untuk diingat bahwa pencegahan stunting membutuhkan strategi yang menyeluruh. Mencegah stunting dapat dilakukan dengan cara menggunakan tepung kelor untuk diversifikasi sumber pangan, serta dengan mempromosikan pola makan sehat, mempraktikkan kebersihan dasar, dan memantau kesehatan anak secara rutin.
Secara keseluruhan, penggunaan tepung kelor dalam kue kering menawarkan harapan baru bagi upaya Indonesia dalam memerangi stunting. Tepung kelor berpotensi memainkan peran penting dalam mewujudkan generasi yang sehat dan bebas stunting di Indonesia, dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, serta edukasi dan implementasi yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H