Kenaikan kelas identik dengan hal yang baru. Baju baru, kelas baru, teman baru dan mungkin juga sepatu baru. Tapi untuk orang sepertiku, sepatu adalah barang mewah yang hanya di dapat jika sepatu lama sudah benar-benar rusak dan tak mampu menampung kaki. Sama halnya seperti baju.
Aku tahu, setiap aku melewati gerombolan anak di sekolah. Mereka sering kali menjadikan sepatu usingku sebagai objek lelucon, yang sukses membuat semua orang terpingkal-pingkal. Namun aku mencoba untuk tak pernah peduli tentang itu. Walau sebenarnya hatiku sering kali goyah akibat ejekan mereka.
Ah, ada hal yang lebih penting yang harus aku pikirkan. Tugas-tugas sekolah mulai menumpuk dan menjerit-jerit minta di selesaikan. Ibu tak punya cukup uang untuk membeli sepatu baru. Sepatu oh sepatu..
Aku biasa di sapa Idam, padahal nama lengkapku Siti Salmah, sangat jauh dari julukan. Bahkan aku tak mengerti darimana asal nama Idam melekat di-
diriku. Kata ibu selama itu baik, terima saja.
Minggu depan ada perlombaan membaca puisi di sekolahku, aku sangat antusias menyambutnya. Tentu aku akan mengikuti lomba itu. Satu puisi bertemakan perjuangan telah siapkan. Dan selama tujuh hari, siang dan malam, aku berlatih membaca puisi yang telah aku buat.
Teman-teman tahu bahwa aku akan mengikuti lomba itu. Hm.. mereka pasti mengejek sepatu bututku. Tapi untungnya, Hani , teman sebangku plus sahabatku selalu membesarkan hatiku. Tubuhnya yang subur bertolak belakang denganku, alam mengajari kami bahwa hidup itu harus saling melengkapi.
“Mana bisa seorang Idam membaca puisi”, tiba-tiba suara Juny terdengar dari kejauhan, tentu saja mereka menyindirku. “ Yaialah, udah kalah duluan dengan sepatunya yang bagus”, sahut Resi yang berada di sebelahnya agak berbisik. Dan tawapun menggema di penghujung ruangan. Aku pura-pura tidak mendengar. Hani, yang sedang mencatat- tugas yang tertinggal mulai emosi,mengomel-ngomel. Aku tidak men-dengarkan omelannya. Pikiranku masih pada puisi dan sesekali sepatu.
Hari yang di tentukan telah tiba, aku mendapat nomor urut 6 dari 31 peserta perwakilan setiap kelas dan beberapa peserta dari luar sekolah.
Nama ku di panggil, perlahan dengan sepatu bututku, mulai melangkah. Hani menyemangatiku. Aku mulai menarik napas, dan..
Kakiku masih melaju meski terlelah
Bara semangat semakin menghujam
Di kala yang tersayang terajut indah
Mimpi-mimpi terus melambai
Mendorongku tuk tetap tegar
Esok, ku tuliskan nada-nada hidupku
Bertintakan seutas senyum
Lebih dari sekedar cerpen
Dunia pun ikut menari
Di saat aku bahagia
Dunia pun ikut berduka
Saatku tak bergairah hidup
Namun mentari selalu menanti
Tuk gapai mimpi..
Tak sadar, gemuruh tepuk tangan mulai menyebar, aku tersenyum dan merasa puas. Aku di sambut Hani yang masih terpelongo, “ gila!!, tadi semangat banget..”, dia memuji . “ aku udah latihan seminggu sebelumnya”. “ Dan hasilnya amazing!!”.Kami berpelukan, aku juga tak percaya antusias penonton begitu besar. Hm.. hari ini adalah hari yang menyenangkan tentu dengan sepatu usangku. Aku menghela napas.
Aku mengikuti acara hingga tengah hari, karena di rumah banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan. Aku titipkan pesan kepada Hani kalau-kalau ada kabar bahagia dari perlombaan ini.
Acara selesai hingga sore, dan belum ada kabar juga dari Hani. Aku gelisah, mungkin banyak juga yang pembacaan puisinya jauh lebih bagus. Aku hampir putus asa. Hingga malam hari pun kabar yang di tunggu-tunggu tak kunjung datang, paling tidak kabar terburukpun tak apalah, yang penting ada kepastian.
Kring..kring.., handphone ku bordering, aku langsung meraihnya dan membuka pesan, dari Hani !.
“Selamat yaa…kamu juara ke-2 ( aku meletup-letup bersyukur) dan kamu pzti seneng bgt, dgn hadiahnya”, dia tidak menyebutkan apa hadiahnya, aku penasaran, dan langsung aku balas,”Alhamdulillah.. mksih, ap hdiahnya??”, ketik ku dengan singkat. “ sepatu!!”, dia langsung membalas, ahh aku tak punya kata-kata lagi selain tersenyum selebar-lebarnya hingga aku lupa membalas sms dari Hani dan mengucapkan terimakasih, tapi aku tahu pasti dia mengerti, aku terlalu bahagia.
Tapi apakah sepatu hadiah perlombaan itu muat untuk ukuran kaki semungil aku. Dan bagaimana jika sepatunya adalah jenis sepatu untuk ke pesta?, Tak apalah, yang terpenting aku punya sepatu baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H