Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPAI

Untuk Indonesia Ramah Anak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arah Pembangunan Tanpa Pekerja Anak

24 Juni 2022   07:23 Diperbarui: 24 Juni 2022   07:30 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arah Pembangunan Tanpa Pekerja Anak

Ai Maryati Solihah *

Tepat tanggal 12 Juni merupakan momentum bersejarah yang disebut sebagai hari menentang pekerja anak dunia. Berbagai penjuru dunia menyuarakan arah pembangunan negara-negara dan menempatkan pekerja anak menjadi isu sentral untuk segera mengatasi kemelut yang terus terjadi mengancam generasi. Bagaimana dengan di Indonesia?

Pekerja anak dan anak bekerja merupakan dua sisi yang sesungguhnya mengingkari ham anak yang seharusnya dijunjung dan dimajukan. Sebab pada dasarnya anak tidak boleh bekerja apalagi menjadi pekerja anak bahkan mereka yang masuk dalam katagori pekerjaan terburuk bagi anak. Namun apa nyana, Indonesia dengan jumlah penghasilan perkapita yang rendah dan ditopang oleh situasi ekonomi, politik social dan budaya kerap tidak mampu menempatkan kepentingan terbaik bagi anak, menjadi kepentingan keluarga. Kemudian orang tua dan anak bekerja sama baik dengan alasan bekerja untuk melatih anak supaya terbiasa mempunyai tanggungjawab, menjaga usaha keluarga secara turun temurun, bahkan diantaranya membebani anak supaya turut menghidupi keluarga.

Realitas tersebut memberikan desakan yang tidak mudah, bahwa kebijakan yang menaungi situasi anak bekerja dan pekerja anak di Indonesia harus mampu memferivikasi situasi tersebut dalam bentuk-bentuk klasifikasi mana yang disebut anak bekerja yang tidak bertentangan dengan ham anak, dan pekerja anak yang telah mencerabut anak dari hak dasarnya. Pada point kedua tersebut, kebijakan negara secara tegas mengatakan Indonesia harus bebas dari pekerja anak dan menjadi capaian di tahun 2022.

Definisi pekerja anak dimulai oleh pengertian Anak yang Bekerja (AB) yang didefinisikan sebagai anak-anak yang terlibat dalam aktivitas apapun dalam produksi dalam sistem neraca nasional (SNN) paling sedikit selama 1 jam dalam periode referensi. Terdapat tiga kategori AB (1) Anak-anak yang bekerja sesuai SNN (2) Anak-anak umur 12-14 tahun dalam pekerjaan ringan yang diperbolehkan, (3) Anak-anak umur 15-17 tahun yang terlibat dalam pekerjaan, di luar BPTA (Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak) Sedangkan yang termasuk katagori Pekerja Anak (PA) merupakan subset dari AB, didefinisikan sebagai anak yang berumur 5-17 tahun yang termasuk dalam kategori (1) Melakukan pekerjaan yang berbahaya (mengacu pada lamanya jam kerja) (2) Melakukan pekerjaan di bawah usia minimum. Dapat didefinisikan bahwa Pekerja Anak (PA) yang dimaksud mencakup kelompok anak (1) Anak umur 5-12 tahun yang bekerja; (2) Anak umur 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu, dan (3) Anak umur 15-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu.

Dalam data Bappenas berdasarkan Sakernas pada bulan Februari tahun 2021 mengatakan tingkat Pengangguran Terbuka mengalami peningkatan 1,32% dengan persentase laki-laki (6,81%) dan perempuan (5,41%). Kemudian tingkat Partisipasi Angkatan Kerja mengalami peningkatan menjadi 68,08%, telah terjadi pengangguran lulusan SMK memiliki persentase 11,45%, sedangkan sektor yang paling banyak mendistribusikan tenaga kerja adalah sektor pertanian, kehutanan, dan Perikanan dengan persentase 29,59%, dan pekerja informal dengan persentase 59,62%.

Sebagai dampak covid,  sebanyak 1,62 juta orang menjadi pengangguran akibat dari pandemi, dan terdapat pengurangan jumlah pekerja yang meliputi (1) Sebanyak 0,65 juta orang keluar  dari angkatan kerja (b) 1,11 juta orang sementara tidak bekerja dan (3) 12,72 juta orang mengalami pengurangan jam kerja.

Problematika pekerja anak kemudian menjadi muara hilir masalah-masalah Covid yang berkorelasi pada kesejahteraan dengan lepas kontrolnya anak-anak Kembali memikul beban pekerja anak dalam berbagai bidang.

Sebagai acuan, data SPA pekerja anak Bappenas masih mengacu pada data tahun 2009 yang mengatakan berdasarkan kategori usia yang telah dijabarkan, (1)  Anak umur 5-12 tahun yang bekerja mencapai 320,1 dengan laki-laki 180,6 dan perempuan 39,5 (2) Anak umur 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu mencapai 341,9 dengan laki-laki 198,7 dan perempuan 43,2 Dan (3), anak berusia 15-17 tahun di tahun 2009 mencapai 1072,2 dengan laki-laki (570,2) dan perempuan (447,0).

Sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan 66% anak-anak di pedesaan bekerja di sektor pertanian sementara di perkotaan 14%. Dan berdasarkan status pekerjaan mereka adalah 70% anak bekerja sebagai pekerja keluarga tidak dibayar, 20% sebagai buruh dan 10% bekerja sendiri. Berdasarkan Karakteristik  tempat bekerja 46,5% anak adalah ladang atau kebun (sektor pertanian/ perkebunan). Berdasarkan Gender : pekerja anak adalah Perempuan. Hal tersebut terjadi karena perempuan dinilai lebih rajin dibandingkan laki-laki

Berbagai peran dalam menurunkan pekerja anak diantaranya Khusus untuk tahun 2020, Kementerian Ketenagakerjaan RI melalui program PPA-PKH, yang tersebar di beberapa provinsi dan kabupaten/kota telah menarik sebanyak 9,000 pekerja anak dari dunia kerja untuk dikembalikan ke dunia pendidikan. Jumlah pekerja anak yang ditarik dari dunia kerja paling banyak terjadi di Kota Administrasi Jakarta Timur, yakni sebanyak 1,150 pekerja anak atau sekitar 12.78 persen.

 Selanjutnya daerah lain yang telah berhasil melaksanakan program PPA dengan menarik pekerja anak dari dunia kerja adalah Kota Administrasi Jakarta Utara sebanyak 1,021 pekerja anak atau sekitar 11.34 persen, Kabupaten Serang sebanyak 837 pekerja anak atau sekitar 9.30 persen, Malang sebanyak 800 pekerja anak atau sekitar 8.89 persen dan terakhir Kabupaten Bogor sebanyak 713 pekerja anak atau sekitar 7.92 persen.

Dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, pekerja anak laki-laki paling banyak ditarik di Kota Administrasi Jakarta Timur, yaitu sebanyak 647 pekerja anak atau sekitar 13.71 persen. Sedangkan, pekerja anak perempuan paling banyak ditarik di Kota Administrasi Jakarta Utara, yaitu sebanyak 511 pekerja anak atau sekitar 11.93 persen.

Tentu lagkah-langkah dan terobosan pemerintah untuk terus menurunkan pekerja anak bukan tanpa kerangka kerja yang jelas. Hasil rapat terbatas antara Presiden dan KPPPA sebagai leading sector pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2019 telah menghasilkan beberapa isu nasional diantaranya (1) Mengefektifkan Peran keluarga dalam PengasuhanAnak, (2)Menurunkan Tingkat Kekerasan Pada Anak (3) Menekan angka pekerja anak (4) Mencegah Perkawinan Usia Anak Dengan Tanpa Mengurangi Perhatian Pada Kebutuhan Perlindungan Khusus Lainnya, dan (5) Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan Di Bidang Kewirausahaan.

Merespon hal tersebut kita semua menyambut baik atas analisis kritis situasi perlindungan anak yang mempunyai titik tekan pada kompleksitas masalah pekerja anak sebagai langkah startegis dalam melanjutkan kebijakan dan program Indonesia bebas pekerja anak. Untuk itu, diperlukan revitalisasi dan langkah startegis yang sangat penting dilakukan oleh Pemerintah adalah;

  • Pemetaan nasional terkait data dan angka pekerja anak yang akan menjadi target sasaran penurunan pekerja anak. Basis data tersebut akan menjadi guide serta target pencapaian yang akan turut mempengaruhi langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan.
  • Membaca ulang kebijakan dan program nasional yang eksisting baik strategi dan sistem, serta hasil capaian dan evaluasi pekerja anak saat ini. Hal tersebut untuk menentukan pada titik mana kebijakan menekan pekerja anak akan direvitalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas serta efisisensi dari yang sedang berjalan, serta gerak sinergi dan inovasi yang harus ditempuh dalam mewujudkan hasil-hasil kebijakan dan program di masa yang akan datang.
  • Mengkoordinasikan kembali kekutan utama penyelenggara perlindungan anak di daerah, sebagai mandate struktur pemerintahan yang terdesentralisasi sekaligus kewajiban layanan non dasar pemerintah daerah dalam pemberdayaan perempuan dan anak. Pemerintah daerah harus mengoptimalkan upaya menekan pekerja anak dalam rencana aksi daerah berikut penganggaran sebagai real actions di daerah.

Penulis

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun