Mohon tunggu...
Aiman Witjaksono
Aiman Witjaksono Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan TV

So Called Journalist

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Banjir Jabodetabek, Bencana atau Lalai?

11 Januari 2020   17:06 Diperbarui: 12 Januari 2020   08:43 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada ratusan rumah terendam banjir di Gang Pandan 1 dan Gang Pandan 2, Kelurahan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (2/1/2020).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN)

Kondisinya kini, ditanami alang-alang, pendangkalan dengan kedalaman hanya kurang dari 1 meter, dari seharusnya sekitar 5 meter. Menurut Pradi ke-23 setu ini tidak bisa dilakukan perbaikan oleh Pemkot Depok, karena milik Pemerintah Pusat.

Selain data di atas, saya menemukan pula data yang menyebutkan bahwa naturalisasi sungai Ciliwung misalnya, baru akan dikerjakan tahun 2020 ini, karena anggaran yang baru ditetapkan tahun 2019. Hal ini sempat disampaikan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, Bambang Hidayat pertengahan tahun lalu.

CURAH HUJAN TINGGI YANG TAK PERNAH TERJADI

Selain juga Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menyebut bahwa curah hujan saat tahun baru lalu tidak pernah terjadi sebelumnya. 

Jika banjir besar 2002, 2007, 2013, rata - rata berkisar pada curah hujan 100 mm per hari. Saat tahun baru kemarin naik 3 kali lipat lebih menjadi 355 mm per hari. Bahkan di kawasan Halim Perdana Kusuma tercatat 377 mm per hari.

Dari semua data yang saya dapatkan ini, saya bertanya kepada ahli Bencana Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Jan Sopaheluwakan. Apakah Banjir Jabodetabek ini masuk ke dalam bencana atau kelalaian?

Ia menjawab, banjir tak seperti bencana lain. "Banjir bisa dipersiapkan dan diantisipasi!"

BANJIR DI SEPUTARAN MAL DI SENAYAN

Hanya saja, Jakarta misalnya salah perencanaan sejak marak dibangunnya permukiman pusat perbelanjaan. Banjir di seputaran pusat perbelanjaan di senayan pada pertengahan Desember lalu, dipastikan Jan akibat penurunan tanah akibat pembangunan sejumlah mal besar di wilayah Senayan.

"Ya, saya pastikan berdasarkan tim kami yang bekerjasama dengan ITB (Institut Teknologi Bandung), ada penurunan tanah di sekitar Mal di Senayan" kata Jan kepada saya.

Maraknya pembangunan mal di Jakarta sejak akhir 90-an hingga awal 2000-an, praktis membuat potensi banjir semakin tinggi dengan menyumbang terjadinya penurunan permukaan tanah akibat berkurang secara drastis ruang terbuka hijau resapan air.

Belum lagi soal "pencurian" air tanah yang masih mungkin terjadi di sejumlah gedung - gedung pencakar langit di Jakarta. Ditambah semakin ke depan, akibat perubahan iklim, curah hujan berpotensi melonjak sangat tinggi pada satu waktu.

BENCANA ATAU LALAI?

Tak ada jalan lain, selain membuat perencanaan menyeluruh soal banjir Jakarta, baik dari hulu, tengah, hilir, lintas pemerintah pusat, daerah, hingga warga. Dan yang terpenting, harus di eksekusi, segera!

Ketika saya tanya kepada Jan. Banjir raksasa, yang tak pernah terjadi selama puluhan tahun sebelumnya, apakah bencana atau kelalaian?

Sang profesor menjawab,



"Kelalaian yang menyebabkan bencana!"


Saya Aiman Witjaksono...
Salam !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun