Jangan dulu bicara soal Presiden. Saat ini kita dipenuhi isi pemberitaan kongkalikong antara DPRD dengan Pimpinan daerah yang seolah tak pernah usai. Kota Malang salah satunya dimana 41 dari 45 anggota DPRD-nya massal menjadi tersangka Korupsi.
Belum lagi Provinsi Jambi, yang menyeret Gubernur Milenial Zumi Zola. Juga akibat kongkalikong dengan DPRD sang wakil rakyatnya.
Pemilihan bila dilakukan oleh 711 anggota MPR, pasti akan jauh lebih mudah dilakukan baik dari sisi cara memilih, hingga bagaimana mengondisikan agar pasangan Capres dan Cawapres bisa maju ke meja pelantikan.
Bayangkan dengan perbadingan Capres dan Cawapres yang harus dipilih melalui pemilihan umum oleh 190 juta lebih warga Indonesia.
Masa 3 periode jabatan juga menjadi kontroversial, saat dikaitkan dengan birokrasi, kekuasaan, hingga anggaran ribuan triliun yang mengiringi.
Bukan tak mungkin otoritarianisme akan tergoda untuk tumbuh dan berkembang subur, karenanya.
Bukankah kita punya pengalaman 32 tahun saat orde baru. Kita pun kadang lupa pada masa Demokrasi Terpimpin di tahun 1950 - 1959.
Pertanyaannya kini, akankah kita terlena akan alunan kidung gaduh semata, yang memang sebuah keniscayaan pada negeri demokrasi?
Ataukah kita tersentak, bangun, dan sadar, ada bahaya yang terkandung pada utak-atik masa jabatan Presiden?
Ada dua pilihan, yang akan menentukan hitam - putih bangsa kita ke depan!
Saya Aiman Witjaksono,