Unjuk rasa tak biasa. Bensin disiapkan. Awalnya ban yang dibakar. Polisi memadamkan, ada yang menyiram bahan bakar. Empat polisi terbakar dalam keadaan hidup, 1 gugur, 2 lainnya dirawat intensif.
Satu polisi yang gugur bernama Erwin Yudha Wildani, berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu), yang kemudian dinaikan pangkat satu tingkat menjadi Inspektur Dua (Ipda).Â
Dua polisi lainnya yang masih dirawat hingga saat ini adalah Bripda Yudi Muslim dan Bripda Francis Simbolon. Keduanya juga dinaikan pangkat menjadi Brigadir Polisi Satu (Briptu).
MEMBAWA BAHAN BAKAR PERTALITE
Sesungguhnya tak terlalu banyak mahasiswa yang ikut berdemo menuntut perbaikan kinerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.Â
Para Mahasiswa hanya berjumlah 50 orang, gabungan dari sejumlah Himpunan Mahasiswa, seperti GMNI, HMI, PMKRI, GMKI, KAMMI, PMII, yang tergabung dalam Organisasi Kepemudaan Cipayung Plus wilayah Cianjur. Tapi di baliknya ada rencana yang disiapkan, membakar ban dengan membeli bahan bakar jenis Pertalite.
Apakah termasuk juga merencanakan melukai Polisi yang menjaga?
Sejauh ini masih dalam penyelidikan.
KATA POLISI SOAL PENYELIDIKAN PASAL PEMBUNUHAN BERENCANA PADA MAHASISWA
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol. Rudy Sufahriadi yang saya wawancara di program AIMAN yang tayang pada Senin 2 September 2019 pukul 20.00 wib di KompasTV, mengungkapkan semua proses hukum akan berjalan sesuai dengan kejadian.
Ia menjawab pertanyaan saya terkait informasi adanya pasal tambahan yang akan dikenakan ke para mahasiswa yang menyebabkan kematian salah seorang Polisi dengan kondisi terbakar.Â
Termasuk adanya pengenaan pasal pembunuhan berencana yang merupakan pasal pembunuhan dengan ancaman hukuman tertinggi, yakni hukuman mati.
Rudy menyatakan, "tidak akan ada yang ditambahkan, semua penyelidikan dan penyidikan akan berjalan sesuai fakta."
Termasuk menyelidiki apakah bensin pertalite yang digunakan untuk menyulut ke arah Almarhum Aiptu Erwin Yudha Wildani, merupakan sebuah perencanaan atau tidak. "Semua akan diselidiki penyidik!" tambah Kapolda.
Lepas dari proses hukum yang kini tengah dilakukan terhadap 5 mahasiswa, yang dalam penyelidikan sementara disebutkan bahwa masing - masing ditetapkan status tersangka akan perannya mulai dari membeli bahan bakar Pertalite, hingga satu mahasiswa yang menyiramkan bensin ke arah Polisi hingga terbakar.Â
Tersangka mahasiswa ini adalah R, OZ, AB, MF dan RR. Kelimanya dijerat dengan pasal berlapis mulai dari penganiayaan hingga pasal pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Jika melanggar Pasal 212 KUHP yang mengakibatkan aparat atau orang lain cedera, kemudian Pasal 213 KUHP yang mengakibatkan aparat meninggal dunia, maka ancaman maksimal sampai 12 tahun. Kalau terbukti melakukan pembunuhan sesuai fakta hukum maka melanggar Pasal 338 KUHP," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo.
CANGKOK KULIT SENDIRI UNTUK 2 POLISI
Kini masih ada 2 Polisi yang dirawat intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat, selain Bripda Hanif yang sudah dinyatakan bisa dirawat jalan. Keduanya adalah Briptu Yudi Muslim dan Briptu FA Simbolon.
Adalah Briptu Yudi Muslim menderita lebih parah. Tameng yang digunakan saat unjuk rasa melindungi bagian tangan kirinya. Tetapi karena api membakar cepat dan besar seketika, tangan kanan Yudi terbakar cukup parah.Â
AIMAN secara eksklusif melihat proses perawatannya. Sepanjang tangan dari jari hingga pundaknya dibalut perban untuk meringankan lukanya. Belum lagi bagian atas tubuh, dimana bajunya sempat ikut terbakar dan melukai lehernya.Â
Di tengah kabar duka, kepada saya, Yudi yang baru beberapa pekan menikah dengan seorang bidan, menceritakan ia tengah diliputi kabar gembira. Istrinya tengah mengandung, baru saja dilakukan tes kehamilan saat saya mewawancarainya. Sang istri di awal kehamilannya terus berada di sisi sang suami.
Demikian pula Briptu Fransiskus Simbolon. Sedikit mengalami luka lebih ringan, namun sama dibagian leher menderita cukup parah, akibat baju dinas Polisi yang terbakar. Kini keduanya harus beberapa kali melakukan operasi cangkok kulit di sejumlah bagian tubuhnya yang terkelupas akibat luka.
DEMONSTRASI ADA BATASAN!
Tak boleh lagi, ada peristiwa serupa, pada negara dengan sistem Demokrasi terbesar ke-tiga dari seluruh dunia. Unjuk rasa, ada batasan. Tak boleh ada pelanggaran, apalagi sampai merusak hingga menyebabkan korban jiwa, dimanapun dari Sabang sampai Merauke, di Papua!
Jangan busukkan Demokrasi dengan Tragedi!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H