Mohon tunggu...
Aiman Witjaksono
Aiman Witjaksono Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan TV

So Called Journalist

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik, Hukum, dan Keamanan Jelang Pencoblosan

7 April 2019   11:08 Diperbarui: 12 April 2019   16:07 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul ini saya sarikan dari wawancara saya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menkopolhukam, Wiranto. Seorang Jenderal TNI berbintang 4, yang menjabat di masa 4 presiden, Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Jokowi. Melewati masa - masa kritis negeri ini, mulai dari peralihan orde baru, awal pembentukan reformasi, hingga saat ini era Post-Truth.

Pertanyaan saya yang pertama kepadanya, meski sempat melewati masa-masa sulit, apakah Pemilu kali ini adalah Pemilu yang paling berat? Jawaban yang disampaikan Wiranto adalah iya!

Yang terpenting adalah pelaksanaan yang baru pertama kali dalam sejarah Indonesia, di mana pemilu eksekutif yang memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Legislatif yang memilih DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan DPD, dilakukan dalam satu waktu, satu bilik, dan satu orang. Ini bukan hal mudah, bagi pemilih, dan hal yang baru pula bagi pelaksanannya.

Pelaku Hoaks = Teroris?
Di samping baru pertama kali dilakukan, kegaduhan di dunia maya yang riuh-rendah juga menjadi tantangan bagi pelaksanaan Pemilu kali ini. Terkait hal ini saya bertanya soal pernyataannya yang mewacanakan menjerat pelaku dan penyebar hoaks dengan jeratan Undang-Undang Terorisme. Termasuk pula menyebarkan hoaks untuk tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS):

"Terorisme itu ada yang fisik ada yang non-fisik. Tapi kan teror. Karena menimbulkan ketakutan. Terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme," ujar Wiranto usai memimpin rapat kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2019 di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Saya bertanya soal ini, apa yang mendasari hal ini, apakah sudah sebegitu parah kondisinya hingga pelaku hoaks adalah teroris dan dikategorikan setara dengan kejahatan luar biasa, terorisme, narkoba, dan korupsi?

Wiranto mencontohkan, "saat ada hoaks di sebuah tempat umum, kemudian dikatakan ada bom di lokasi, yang membuat orang-orang lari tunggang-langgang karenanya. Dan ujungnya jatuh banyak korban, karena panik, terinjak dan lain sebagainya. Ini yang dikatakan bisa memunculkan korban dengan hal yang sama pada kejahatan terorisme!"

Sontak pro-kontra menyeruak. Bahkan Wiranto mengaku ada yang menyebutnya bodoh. Meski tak sedikit pula yang mendukung. 

Dalam wawancara dengan saya, ia mengatakan justru ia telah berhasil membuat rangsangan berpikir agar wacana ini didiskusikan, dipikirkan, sehingga ada terobosan menanggulangi kerusakan yang lebih parah dari serbuan raksasa berita bohong, belakangan ini.

Antara PKI dan Khilafah
Dari sini, saya maju bertanya terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2019. Bagaimana halnya dengan PKI dan khilafah yang menjadi isu trending topic yang mengiringi perjalanan Pemilu 2019? Logiskah salah satunya dikatakan bisa menguasai Indonesia, dan apakah keduanya bisa dikategorikan sebagai berita bohong atau fakta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun