Mohon tunggu...
Aiman Witjaksono
Aiman Witjaksono Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan TV

So Called Journalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dag Dig Dug Setelah Alexis

8 November 2017   18:51 Diperbarui: 8 November 2017   19:16 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tegas mengatakan resmi tak memperpanjang izin Hotel Alexis, pekan lalu. Seraya sang Gubernur, mengungkapan sebuah ancaman bagi pelaku usaha hiburan yang menyerempet praktik prostitusi."Jangan coba-coba, kalau Anda coba-coba, maka kita akan tindak tegas," tegas Anies Baswedan, di Balai Kota Jakarta, Senin (30/10/2017).   Penulis dalam progam AIMAN mencoba menelusuri di sebuah kawasan yang.. maaf, harus saya rahasiakan, di Jakarta Barat.

Hasilnya?

Bisa jadi serupa dengan Alexis.

Program AIMAN yang tayang senin malam  pukul 8, tergerak untuk mencari hiburan malam "sejenis". Adakah yang lainnya di Ibukota. Tak mudah memang jika harus membuktikan dengan tangkap tangan-yang katanya hanya bisa dengan metode ini, untuk menjerat secara hukum.  Tetapi cukup banyak cara untuk "mencium" gelagatnya di lokasi berbekal informasi di forum media sosial, yang begitu eksplisit mengupasnya. 

Saya mulai perjalanan saya.. lagi lagi harus saya rahasiakan detail daerahnya. Intinya kawasan ini ada di wilayah Jakarta Barat, yang memang dikenal dengan pusat hiburan malam ibu kota. Di jalan ini, hampir sederetan, tanpa jeda, isinya adalah Hotel. Dan satu hal yang saya perhatikan. Pada setiap Hotel, di kawasan ini, pasti ada fasilitas, Spa dan Karaoke. Lalu dimana letak janggalnya?

BUKTI DI "KANAN-KIRI"

Baiklah saya mulai dengan berjalan kaki, layaknya episode Aiman, saya menanyai ke "saksi-saksi" di kanan dan kiri, mulai dari juru parkir, hingga ke penjaga klub. Mobil saya parkir persis di seberang sebuah Hotel, cukup besar. Tiba-tiba ada 4 petugas keamanan di lantai satu hingga lantai tiga yang mengamati gerak-gerik saya. Belum lagi, sosok tinggi besar dengan kulit gelap, berpakaian preman,  berkumpul 5 orang di teras Hotel. Padahal saya hanya parkir, dan bukan menuju hotel tersebut. Saya pun memulai perjalanan saya, menuju ke sebuah warung makan sederhana, di sana. Saya tanya ke pedagang tersebut, benarkah informasi, bahwa hotel -- hotel di kawasan ini, menyediakan fasilitas ilegal, alias prostitusi?  

Sang penjaja warung langsung terkejut dengan pertanyaan saya, karena di belakang saya ada 3 kamera yang mengarah kepadanya. Dari 4 penjaja warung, 3 diantaranya langsung menjauh. Sisa satu orang, yang malu malu menjawab pertanyaan saya.  Ia mengatakan sambil senyum, "dengar-dengar sih begitu?"  Saya kembali bertanya,"kok dengar -- dengar, memang bapak sudah berapa tahun jualan di sini?"  Sang penjaja warung, kembali menjawab, " ya sudah lama sih, 15 tahun".  "Lho, 15 tahun, masa hanya sebatas dengar?"  Sang Penjaja warung pun menjawab, "yaa.. tanda tandanya sih ada, dengan adanya sejumlah perempuan "bening" (cantik) berpakaian minim, yang sesekali datang ke warung saya, tapi jelasnya saya juga belum pernah masuk ke dalam, kan.."  Baiklah...

SPONTAN MASUK KE HOTEL TERBESAR

Saya pun kembali melanjutkan perjalanan saya ke sebuah Hotel di kawasan ini. Tampak Hotel ini paling besar dan paling mewah, dibanding dengan Hotel lain, yang sejenis. Saya masuk, ke dalam dan meminta izin untuk menemui petugas Hubungan Masyarakat (Humas) dari Hotel ini. Saya pun ditemui oleh salah seorang petugas hotel tersebut, yang mengabarkan bahwa petugas Humas Hotel ini, belum datang. Sebelumnya saya sempat berkeliling sedikit di hotel, dan lagi -- lagi saya mendapatkan Spa dan Karaoke yang menjadi "jualan" utama hotel ini, dengan memberinya pintu khusus, yang nyaris sama besarnya dengan pintu utama hotel. Lalu saya tanyakan kepada sang petugas, apakah hotel di sini, seperti yang ditemukan dalam forum-forum di media sosial, ada prostitusi di dalamnya?  (sambil saya tunjukkan bukti yang saya miliki). Sang petugas, terdiam dan ragu untuk menjawab, setelah saya tanyakan kedua kali, barulah ia menjawab, "tidak mas.". masih dengan nada ragu. Baiklah...

Penjual Pakaian yang Mengundang Pertanyaan

Ketiga saya, melanjutkan perjalanan ke sebuah Taman Hiburan di kawasan ini. Mulai Pasar swalayan, caf hingga hotel, tersedia lengkap di komplek ini. Saya berkeliling sebelum memutuskan untuk mengunjungi, sebuah warung dagangan yang menyita perhatian saya. Perhatian saya tertuju pada warung pakaian, khas kaki lima di kawasan ini. Kenapa jadi perhatian? Karena mayoritas pakaian yang dijual, adalah pakaian yang teramat minim. Baik baju bagian atasan, maupun celana/rok (bawahan). Saya memastikan, saya kembali berkeliling lagi, karena memang tempat jualan di komplek ini, terpisah di beberapa tempat. 

Kembali saya menemukan hal yang sama, kali ini ditambah dengan sepatu yang seluruhnya berhak tinggi, dan berwarna cerah. Lalu saya bertanya kepada penjual pakaian, mengapa pakaian yang dijual semuanya berjenis minim atau bahkan sangat minim alias terbuka?  Sang penjual, dengan tegas menjawab, "yaa.. jenis inilah yang paling laku, mas", sambil menyebutkan harga per potong 50 hingga 100 ribu rupiah dan setiap hari paling sedikit 10 potong, laris terjual.  Baiklah...

ALEXIS YANG TAK SEMPAT DIMASUKI KAMERA

Oiya, penelusuran AIMAN tak berhenti di kawasan ini. Kebetulan saya juga mendapat kesempatan masuk secara Eksklusif, ke tempat di hotel Alexis, yang sebelumnya tidak sempat diliput oleh media massa. Saya masuk ke dalam hotel ini, persis beberapa jam setelah pihak Hotel Alexis selesai menggelar jumpa pers kepada wartawan. Ada satu bagian yang menyita perhatian saya, Cermin!  Iya, cermin... di dalam sebuah kamar hotel, yang diletakkan tidak biasa.

Saya Aiman Witjaksono

Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun