FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIR HINDU
Artikel ini mengkaji tentang filsafat pendidikan menurut salah satu pemikir Hindu yakni S. Radhakrisnan. Artikel ini ingin menelusuri filsafat Pendidikan Radhakrisnan melalui kajian pemikiran. Beberapa buku Radhakrisnan yang dijadikan rujukan yakni Indian Philosophy, The Philosophy of Radhakrisnan, Eastern Religions and Western Thought. Pandangan Radhakrisnan mengenai pendidikan terletak pada tujuannya dalam mempertemukan pendidikan spiritual dan sosial untuk merekonstruksi sebuah masyarakat ideal di mana orang-orangnya bebas dari kebodohan dan tabiat buruk.
Pendidikan Menurut Pemikir Hindu
Dr. Radhakrishnan adalah salah satu filsuf India yang berbicara tentang pendidikan. Pandangan Radhakrisnan tentang pendidikan cukup reflektif dan berawal dari kegelisahannya melihat krisis karakter, takhayul dan pelanggaran kewajiban yang terjadi di India. Radhakrishnan sangat yakin bahwa bangsa tidak bisa maju, meningkatkan standar generasi muda dan masyarakat sebelum adanya pendidikan yang tertanam kuat. Radhakrishnan menganggap pendidikan sebagai faktor sosial terpenting. Dia mengecam keras apa yang kini terjadi pada pendidikan hal berbahaya seperti 'pembelajaran yang dangkal". Dia menekankan perlunya perubahan baru dalam pendidikan.
Sama halnya dengan Plato yang menganggap pendidikan harus mendapatkan tempat utama dan menjadi perhatian serius Negara. Menurut Plato, pendidikan adalah tugas dan panggilan sangat mulia yang harus diselenggarakan oleh Negara. Kebobrokan masyarakat yang begitu parah tidak akan dapat diperbaiki dengan cara apapun kecuali pendidikan. Dalam pandangan Plato, pendidikan adalah faktor satu-satunya yang sanggup menyelamatkan manusia dan Negara dari kehancuran dan kemusnahannya.
Radhakrisnan juga menganggap pendidikan sebagai faktor sosial terpenting. Pendidikan harus diberikan kepada semua orang oleh Negara, karena ia merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama. Jika para warga memiliki pendidikan yang baik, mereka akan dapat melihat celah-celah sempit yang bisa menimbulkan malapetaka, dan menghadapi keadaan darurat. Radhakrisnan juga mengkritik institusi pendidikan saat itu yang tidak mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kecerdasan, melainkan mencetak generasi dengan pola-pola disetujui, dicekoki informasi dan diajarkan supaya memberikan jawaban benar terhadap rasialisme dan agama. Berikut pandangan Radhakrisnan.
Di lembaga-lembaga pendidikan kita, alih-alih dilatih untuk mengembangkan kekuatan kita dan meningkatkan kecerdasan, kita dibentuk menjadi pola yang disetujui, stufe dengan informasi, dan diajarkan untuk menghasilkan respons yang benar terhadap rangsangan patriotisme, rasialisme dan agama. Kami berperilaku seperti pertunjukan hewan, boneka animasi. Jiwa dibius dan kita memiliki wajah tanpa fitur.
Menurut Rahdakrisnan, ketika berpikir secara kolektif, kita lebih banyak mengandalkan naluri ketimbang nalar. Kita menjadi kumpulan massa yang benar-benar terisolir, menghafal pandangan-pandangan tentang masyarakat, negara, hukum adat dan individu. Kita sangat tidak memahami arti penting sejati dari upaya manusia, dan tumbuh menjadi makhluk yang terbelakang secara mental, rakus akan kesenangan, dan mudah membenci atau memusuhi.
Terjadi pemelaratan kehidupan manusia secara disengaja. Kasih sayang keluarga, cinta akan kampung halaman, menghormati orang tua, semuanya itu dikecam sebagai pembudakan spiritual, awal dari era ketidakberadaban yang darinya kita harus terbebaskan. Kita menjadi terdesak untuk menerapkan cara-cara kekerasan, bahkan terhadap orang tua kita. Sebagaimana dikemukakan oleh Sabine, "Jika kebaikan merupakan pengetahuan, maka bisa diajarkan, dan sistem pendidikan yang mengajarkannya merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah negara yang baik. Jika pendidikan tidak diperhatikan, maka apa pun yang dilakukan oleh Negara tidak akan dipersoalkan. Pentingnya pendidikan memang diakui, sebagai konsekuensinya Negara tidak bisa menyerahkan pendidikan kepada tuntutan swasta dan mengkomersialkan sumber-sumber pasokan, namun harus menyediakan sendiri sarana yang diperlukan, harus memastikan bahwa warga mendapatkan pendidikan yang mereka perlukan, dan harus pula memastikan bahwa pendidikan itu cocok dengan keselarasan dan kesejahteraan Negara."
Radhakrishnan berpendapat bahwa Negara berkewajiban moral untuk menjadikan pendidikan terjangkau oleh semua warga. Hanya warga tercerahkan yang mampu membesarkan dan memperkaya budaya dan tradisi bangsa. "Fasilitas memang harus disediakan bagi seluruh warga untuk melatih diri mereka sendiri untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan diri, namun tidak perlu adanya anjuran untuk melanggengkan pemisahmisahan. Keterbelakangan ekonomi, dan bukan kasta atau komunitas yang kebetulan menjadi asal-muasal seseorang, harus menjadi ujian untuk memberikan kelonggaran tertentu. Negara harus memberi kesempatan pendidikan bagi kaum tertinggal, dari agama atau masyarakat apa pun. Dalam dunia yang kompetitif, jika kita ingin bertahan, para cerdikpandai kita harus diberi kepercayaan dengan tanggungjawab tinggi. Pemberian jabatan harus dilandaskan pada efisiensi, namun kelemahan yang dimiliki oleh golongan rendah juga harus sesegera mungkin ditindak hilangkan."Manusia merupakan perpaduan dari dorongan spiritual dan duniawi; Radhakrishnan mengupayakan agar pendidikan bisa berguna melalui dorongan fitrah manusia. Pendidikan yang berakar kuat menjadikan manusia mampu mencapai tujuan spiritualnya; di sisi lain dia  juga dapat melenyapkan segala kejahatan yang ada dalam Masyarakat juga sebagai kendala bagi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H