Budaya yang berkembang dalam masyarakat masih menganggap kaum perempuan tidak layak dan tidak patut untuk berada di sektor publik. Pada hakikatnya setiap manusia baik perempuan maupun laki-laki memilik hak yang sama di mata hukum dan pemerintahan tanpa memandang agama, suku, kedudukan, jenis kelamin, dan golongan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (1).
Menurut kollo 2017,patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dan istimewa dari pada perempuan. Saat ini budaya patriarki masih banyak ditemui di berbagai sudut kehidupan, salah satunya adalah di lingkungan organisasi. banyak organisasi yang memberikan pemanis progresif sebagai bentuk mengikat para anggota baru. Progresif sendiri memberikan makna sebuah arah kemajuan dalam suatu hal yang ingin dicapai.
      Salah satu kasus patriarki yang sering terjadi dalam sebuah organisasi adalah  eksistensi perempuan hanya sebatas pemenuh kuota dan hiasan organisasi. Tidak benar-benar diakomodasi suaranya. Hal tersebut dapat disadari oleh para perempuan saat sudah bergabung dalam suatu organisasi. Selain itu menurut (Murniati, 2004) patriarki adalah suatu system yang dimana laki-laki berkuasa untuk menentukan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh seorang perempuan. Pendapat murniati ini terjadi juga pada organisasi yang saya ikuti, salah satunya adalah pemilihan ketua pelaksana pada salah satu program kerja angkatan, banyak teman perempuan saya yang gugur saat pemilihan dikarenakan alasan bahwa perempuan tidak boleh memimpin.  Budaya  tersebut dapatt memberikan dampak Kelemahan pada perempuan,yaitu :
1) Perempuan kurang menyadari dirinya juga memiliki hak-hak asasi manusia yang sama
2) Perempuan selalu merasa malu dan merasa takut
3) Perempuan kurang mampu berpikir secara logis sehingga tidak dapat mengambil suatu keputusan
4) Perempuan memiliki beban kerja domestic
5)Perempuan selalu mempertimbangkan tradisi turun temurun yang ada dalam keluarga
Budaya patriarki juga berhubungan dengan isu kekerasan seksual dalam organisasi. menyuarakan isu perempuan dalam hal kekerasan seksual pada organisasi adalah tantangan terberat, banyak sekali korban yang disalahkan oleh society dengan alasan yang tidak masuk akal, hal tersebut merupakan faktor dari pengelolaan isu kekerasan seksual yang menggaris bawahi bahwa hanya perempuan yang harus mengurusnya. Sedangkan anggota laki-laki hanya mengabaikan kasus kekerasan seksual yang terjadi. Seharusnya konteks ini dipelajari secara bersama tanpa memandang gender seseorang dan sikap mengabaikan serta tidak sensitif ini dinormalisasikan dan dilanggengkan oleh mereka. Tidak hanya mengabaikan,mereka semua juga mengintimidasi korban,menaruh stigma buruk pada korban dan membuat korban merasa tidak pantas apabila korban mengaitkan anggota organisasi (pelaku kekerasan seksual tersebut) dengan organisasinya.
Kasus kasus tersebut masih banyak terjadi di berbagai organisasi, maka dari itu kita sebagai perempuan harus lebih berhati-hati dalam memilih dan memutuskan untuk bergabung dalam suatu organisasi. jangan sampai masuk ke dalam jebakan organisasi patriarkis berkedok progresif. Dan tetaplah berkontribusi dengan menjadi diri sendiri dan tetap berprogress dengan tidak membatasi diri sendiri hanya karena orang tidak akan menerima kenyataan bahwa kamu dapat melakukan hal lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H