Mohon tunggu...
Ailul Hidayah
Ailul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Kota Mukalla, Yaman

בשם אללה הרחמן והרהום

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Awal Keraguan

31 Juli 2023   12:54 Diperbarui: 31 Juli 2023   15:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tuhan telah mati", sontak perkataan Raffa tersebut membuat Ahmad kaget, 

apa yang kau katakan, apakah karena kau sudah terpengaruh dengan buku Zarathrustra karya Nietczhe yang kau baca minggu ini? Raffa berkata kepada Ahmad

 tidak mad, aku baru saja merenung beberapa hari ini dan kudapati realitanya memang seperti itu, kau sudah gila fa, jangan bilang ini karena kau sudah capek belajar karena sebentar lagi kita akan Ujian Syamil yang menentukan kelulusan kita dipesantren ini, dan lagi pula jangan aneh aneh lah tidak lama lagi kita sudah tidak dipesantren ini lagi, jangan sampai keluar dari sini kau jadi Atheis,

 mendengar kekhawatiran temannya tersebut membuat Raffa tertawa. Kau benar benar sahabatku sampai mengkhawatirkan sesuatu yang seharusnya tidak kau khawatirkan, kau tau kan selama hampir 6 tahun di pesantren ini, nilaiku selalu yang terbaik dan aku tidak pernah mengeluhkan apapun mengenai pelajaran, 

ahmad langsung memotong perkataan raffa tentu saja aku khawatir, sebagai seorang sahabat aku tentunya tidak mau kau menyimpang, hampir tiap malam kita nongkrong disini sembari berdikusi mengenai pelajaran yang kita dapatkan di madrasah, kadangkala juga kita membicarakan setelah lulus dari sini kita mau kuliah dimana, dua tahun yang lalu kita sudah sepakat akan sama sama melanjutkan kuliah di Al azhar, 

tiba tiba Raffa berkata dengan tegas, aku sudah tidak punya keinginan ke Al Azhar lagi sistem pendidikan agama  disana kuno, jumud , reformasi kurikulum Muhammad Abduh berhenti, tidak dilanjutkan lagi, karena itu azhar yang sekarang stagnan, kuliah disana sama saja dengan majelis pengajian biasa yang tidak jauh beda dengan pesantren ini, kau tidak punya otoritas untuk membantah dogma dosen, kuliah hanya komunikasi satu arah, dosen menyampaikan dogma, dan kau harus memaksa dirimu menelannya, saya sudah tidak punya keinginan lagi ke Azhar, Raffa langsung pergi meninggalkan Ahmad sembari berkata, aku sudah mengantuk Mad, ini sudah jam 11, besok pelajaran Ustadz Nasrul, kau taukan kalau beliau tidak suka melihat wajah kantukan?. Ahmad benar benar bingung setelah mendengarkan perkataan sahabatnya itu

 "Apakah Raffa seperti itu karena buku buku filsafat yang dia baca Tahun ini, ketika kunjungan pondok kakaknya selalu membawakan buku buku bacaan yang bertemakan filsafat" ucap Ahmad didalam hatinya

Jarum pendek menunjukkan jam 2 Subuh, dan  Raffa sudah bangun seperti biasanya, berbeda dengan kebanyakan santri yang Lain, Raffa selalu mengistiqomahkan agar dirinya bangun pada jam itu , dibantu dengan jam Alarm yang selalu diletakkan berdekatan dengan telinganya, supaya ketika jam itu bunyi dia langsung bangun dan seketika itu juga  mematikannya agar tidak mengganggu tidur santri santri yang lain. Kegiatan bangun lebih awal sudah dimulai Raffa sejak dia kelas 4 di pesantren ini.

 Jubah sudah dia kenakan, sholat tahajud dua rakaat pun sudah dia laksanakan, dia mulai memurojaah Hafalan Qurannya, sekitar 20 Menit  dia selalu merutinkan dirinya untuk memurojaah hafalan quran, barulah setelah itu dia mengambil buku untuk dia baca, minggu ini Raffa baru saja selesai membaca buku Seruan Zaratrusthra karya Nietczhe, yang membuatnya tambah banyak berpikir mengenai dogma Tuhan yang dia anut selama ini. Tahun ini dia telah membaca banyak buku buku bertemakan Filsafat, ketertarikannya  pada Filsafat di Mulai ketika Ia mendapatkan Pelajaran Mantiq  pada awal  kelas 6, ketertarikannya yang sangat pada ilmu Mantiq itu, membuatnya dalam waktu kurun satu bulan sudah berhasil menghafalkan sulam Munawraq dan membaca Syarahnya Idhal Mumbham sampai selesai. Matan Sulam Munawraq merupakan pintu gerbang dirinya untuk terjun membaca baca buku buku filsafat, yang sebelumnya dia sangat suka membaca Novel dan Sejarah, menjadikannya berhaluan ke Filsafat " Mantiq adalah Pisau Bedah Filsafat" ,Masih lekat  kata kata itu pada ingatannya,  yang dia baca pada salah satu artikel di internet yang dia baca pada saat kunjungan kakaknya ke pesantren.  

Sebelum kelas 6 Raffa sebenarnya sudah mendapatkan pelajaran Ilmu kalam, namun disitu ia belum mempunyai ketertarikan terhadap Ilmu itu, meskipun pada nyatanya Ilmu Kalam merupakan salah satu cabang Filsafat yaitu teologi, Namun pelajaran yang dia dapatkan lebih kepada menerima dan menghafal dogma dari isi buku serta penjelasan Ustadz, tidak ada ajakan berpikir seperti Mantiq.

 Pelajaran Ilmu kalam yang dia dapatkan di semester 2 Kelas 5 itu sebenarnya sudah membuatnya mulai memikiran tentang konsep ketuhanan yang dia Anut selama ini,selama 2 bulan dia terkatung katung memikiran konsep ketuhanan yang dia anut sampai dia berkata kepada dirinya sendiri " Andaikan buku buku filsuf Yunani tidak masuk ke Khazanah Intelektual Umat Islam, Islam tidak akan terlalu berpecah seperti ini, Muktazilah dengan peristiwa incuisitionnya itu  sama sekali tidak menggambarkan kemerdekaan berpikir, saya benci Muktazilah dan  Filsafatnya ", pada waktu itu dia terus membaca buku buku seputar Ilmu kalam, Namun karena keterbatasan buku dipesantren, maka buku buku yang dia baca adalah kebanyakan buku buku Ilmu kalam yang isinya menyudutkan Muktazilah.

 Ketidaksukaan yang akhirnya melahirkan kebencian terhadap Muktazilah tersebut, malah membuatnya semakin penasaran dengan ajaran atau pemahaman Muktazilah yang sebenarnya, dia merasa selama ini hanya membaca buku buku yang subjektif, dan tidak objektif terhadap Muktazilah.Karena rasa penasarannya itu, Liburan pondok yang selama setengah bulan membuatnya menelusuri toko toko buku dan kitab, untuk mencari literatur pembanding, yah dia mulai berpikir kalau selama ini dirinya terlalu subjektif terhadap Muktazilah, dan buku buku Ilmu Kalam yang dia baca tidak lebih hanya seperti buku sejarah saja, "Aku harus mencari buku buku yang pro dengan Muktazilah, aku harus tau seperti apa sebenarnya pemahaman Muktazilah yang sesungguhnya" Ucap Raffa didalam hatinya sewaktu  perjalanan ke toko buku pada waktu itu. Semangat yang dibarengi rasa penasarannya itu  membuatnya berhasil menemukan buku buku yang dia cari, Buku Teologi Rasional dan Buku Ilmu Kalam karya harun Nasution serta buku Doktrin dan Peradaban Islam karya Nurcholis Madjid, berhasil didapatkannya setelah menelusuri beberapa toko buku, tak lupa juga dia pergi ke toko kitab yang tidak terlalu jauh dari toko buku itu, disana dia mencari sebuah kitab Fenomenal mengenai sekte sekte atau Mazhab kalam dalam Islam, kitab itu juga membahas mengenai beberapa sekter agama kristen dan yahudi dan beberapa kepercayaan asing lainnya, dan sedikit mengenalkan pemikiran Mantiq para filsuf Islam dan juga mengenalkan sedikit mengenai pemikiran para  tokoh filsuf Yunani, Kitab itu berjudul Milal wan Nihal karya Asy Syahrastani. Kitab yang dia cari ini tidak terdapat di pesantrennya, Ustadz Saif yang mengajari mereka Ilmu Kalam  merupukan lulusan Al Azhar jurusan Aqidah Filsafat, ia sering mengutip ibaroh ibaroh dari kitab ini, namun sayangnya metode pengajaran Ilmu Kalam tersebut tidak ada sama sekali sesi tanya jawab, yang terjadi cuma komunikasi satu arah, jika masih ada isykal silahkan bertanya kepada saya di luar kelas " Kata Ustadz Saif setiap akan mengakhiri pelajaran", sebagai santri yang cerdas nan kritis beberapa kali Raffa bertanya dan berdiskusi dengan Ustadz Saif  Ilmu Kalam di luar kelas bila ada waktu luang, Raffa terkagum kagum dengan penjelasan Ustadz muda lulusan Azhar ini. Ustadz Saif begitu menggebu gebu ketika menjelaskan kejelekan Muktazilah sembari mengutip ibarah dari kitab dan ayat alquran maupun hadits, lama kelamaan seiring dengan seringnya saling sharing dengan Ustadz Saif membuatnya jenuh dan berpikir apakah benar Muktazilah seperti itu?. 

Sebagai mantan Alumni Filsafat, Ustadz Saif selalu mewanti wanti para santri untuk tidak mempelajari Filsafat seperti dirinya, Ustadz Saif selalu bercerita begitu banyak orang yang akhirnya tersesat ketika mereka mempelajari filsafat, Ustadz Saif menyebut begitu sesatnya para filsuf barat,.di akhir dars Ilmu Kalam kelas 5, ia bercerita panjang mengenai filsafat dan kesesatannya terutama madzhab filsuf barat, kalau kalian tidak ingin menjadi gila seperti Nietcszhe yang tidak percaya tuhan, jangan pelajari ataupun mendekati filsafat " Ucap Ustadz Saif sebelum menutup pelajaran dengan Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 Buku itu dibukanya dan dibacanya kembali, minggu ini dia sudah mengkhatamkan buku seruan Zarathrustra meskipun tidak dibaca begitu serius, kali ini dia membuka buku baru, buku yang baru saja diterimanya dua hari yang lalu pada hari Jumat, hari dimana keluarga/wali santri boleh menjenguk anaknya, dan pada hari itu sebagai mana biasanya, kakaknya pasti setiap kunjungan,membawakannya buku baru sesuai dengan pesanannya, Kakaknya seorang mahasiswa hukum di salah satu perguruan tinggi di bandung tersebut sangat menyambut baik kebiasaan Gila baca Adiknya ini, sejak kelas 4, Raff rutin meminta kakaknya ketika kunjungan pondk agar selalu dibawakan buku baru seperti novel maupun buku sejarah, Karena Raffa merasa di pondoknya kebanyakan hanya terdapat buku buku yang berkaitan dengan pelajaran di madrasah saja, yang menurutnya terlalu membosankan, Kakaknya dalam sebulan minimal akan membelikan 2 buku untuk adik tercintanya ini. 

 Paul sarte, Rene descartes, Francis Bacon, Martin Luther, karl marx, ausgustus comte, Nietcszhe dan para filsuf barat yang lain selalu muncul dibenak pikiran Raffa sebelum mulai membaca buku, dia selalu memikirkan nama nama itu bak seseorang yang akan bertawassul kepada mushonnif sebelum memulai membaca kitab. Raffa selalu memikirkan mengenai Stagnasi dan kemandekan Islam di abad Modern maupun post modern. Islam sebagai agama yang bertauhid atau moneteisme kenapa begitu tidak dikenal oleh para pengikutnya saat ini,                                                                     

Raffa berpikir Islam yang sekarang telah salah dipahami oleh kebanyakan para muslim, representasi nilai nilai keislaman yang tercermin pada kebanyakan muslim bukanlah Islam yang sesungguhnhya, tetapi itu hanyalah tafsiran atas Islam sendiri, yang diklaim oleh mereka bahwa ini adalah Islam. Saling mengklaim bahwa Islamnya lah yang paling benar dan yang lain salah, saling menyalahkan hingga terjadi konflik bahkan perang yang bisa kita lihat di timur tengah saat ini, Perdebatan masalah furu maupun ushul, sunni syiah, dan lain lain yang terus terjadi tiada henti dari dulu sampai sekarang tidaklah membawa manfaat melainkan mudharat yang terus memicu pertikaian sesama Muslim 

 Adapun mengenai Muktazilah, Raffa sudah bertikad baik dan objektif  terhadap Muktazilah pada saat ini, dia berterima kasih kepada muktazilah karena pernah membawa Islam di baghdad pada puncak kemajuan di segala Aspek Ilmu Pengetahuan,meskipun tiba tiba ego menyerang muktazilah dan membuatnya harus menuruti ego tersebut untuk melakukan Inkuisi terhadap mereka yang tidak setuju dengan paham muktazilah seperti pemahaman Quran adalah Makhluq.

 Raffa kali ini sudah mulai membuka lebaran pertama buku tersebut "Gaya Filsafat Nietzsche", judulnya, Namun tiba tiba dia berhenti dan memikirkan kembali apa yang sudah dia renungkan selama beberapa hari ini dengan intensif "Tuhan telah mati, dan manusialah yang telah membunuhnya" lekat sekali kata kata Nietzche itu di ingatannya.tiba tiba ia bak orang tersambar petir yang menyebabkan tubuhnya bergetar dan membuat buku tersebut jatuh dari pangkuannya, dia langsung mengambil buku tersebut dan seketika itu juga ia langsung cepat cepat menaruh buku itu kedalam lemarinya, dia merasa bahwa dirinya saat ini menolak untuk membaca buku itu, dia melihat jarum jam yang menunjukkan  jam 02.38, "masih ada waktu sekitar 1 jam lagi sebelum kami dibangunkan untuk sholat tahajud". Ucap Raffa didalam hatinya. Raffa langgsung berbaring kembali di kasur tipisnya kemudian dia termenung lalu dibarengi dengan dialektika didalam pikirannya mengenai kejadian yang baru saja dia alami ini

 Kata kata kontroversial Nietzche itu membuat dia melangkah sangat jauh untuk kembali memikirkan Tuhan, dengan lebih Radikal lagi dia sampai meloncat ke lembah yang seharusnya dia tidak ada disana, dia mulai memikirkan mengenai Eksistensi Tuhan dan Perannya dimuka bumi ini, Kemiskinan,kejahatan   kriminalitas, ketimpangan dan kesenjangan sosial dimana mana, permasalahan Iklim serta permasalahan lain yang menimpa manusia, kenapa tuhan membiarkan itu? Disisi lain juga Raffa melihat orang orang yang percaya kepada tuhan tapi malah mengesampingkan ajaran tuhan ,mereka mengaku beriman kepada ajaran agamanya tapi masih saja menindas orang yang lemah, ia melihat di pesantren ini sering kali masih bisa ditemukan aktivitas aktivitas pembullian,sampai yang di bully menangis atau bahkan parahnya sampai keluar pesantren, Raffa selalu mendengar suara suara dogma, kalau pembullian seperti ini adalah ajang untuk melatih mental, agar santri nanti ketika sudah keluar dari sini memiliki mental yang kuat, jadi budaya pembullian yang dilakukan senior kepada para junior sebenarnya memiliki manfaat, tetapi hal itu ditolak oleh hati nurani Raffa, dan dia berpikir apakah Rasul mengajarkan seperti ini? Apakah pernah rasul melakukan seperti ini untuk menguatkan mental seseorang sampai kata kata kasar dan makian dikeluarkan? Semenjak Kelas 4, Raffa sudah mempertanyakan ini dan berdialektika didalam pikirannya sendiri. Kenapa meraka yang belajar agama masih saja memaksakan sebuah kesalahan sebagai kebenaran dengan alasan begini begitu, apakah mereka tidak merasa sedang mengikuti egonya?

 Memikirkan kembali hal tersebut,mata Raffa mulai pelan pelan tertutup sedikit demi sedikit, ia akhirnya kembali terlelap dalam tidur, namun belum sempat berpimpi, lampu kamar dinyalakan, dan sirene pondok pun dibunyikan yang menandakan bahwa jam sudah menunjukkan Jam 03.30, waktu dimana para santri harus bangun untuk sholat Tahajud yang kemudian dilanjutkan dengan Sholat shubuh berjamaah, Raffa yang mungkin saja baru 10 menit tertidur, harus memaksakan dirinya  kembali bangun untuk kedua kalinya, namun dia merasa tidak ada rasa kantuk sekali yang dia rasakan, dan pikirannya langsung kembali terjerembab memikirkan kata kata Nietczhe yang terangkum dalam tiga kata "Tuhan Telah Mati".

 Pagi itu, sebagai mana biasanya, Raffa sudah menenteng kitab, buku tulis beserta alat tulisnya dan ia langsung berjalan menuju kelas, meninggalkan teman teman di kamarnya yang masih terlelap tidur, berbeda dengan kebanyakan temannya, sehabis wirid subuh yang masih saja menyempatkan diri untuk tidur, Raffa menggunakan kesempatan itu untuk langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, banyaknya santri yang tidur, membuat kamar mandi menjadi sepi.  

 Raffa pun sampai kelas, dan kelas masih sepi seperti biasanya, dan bisa dikatakan kalau Raffa ini adalah tipikal santri yang sangat Rajin, setiap hari jam 6 pagi dia pasti sudah berada di kelas, padahal pelajaran dimulai jam 7, Raffa sangat jarang mengambil jatah sarapannya, dia selalu sarapan roti kecil harga seribuan yang dibeli pada malam harinya di kantin. Tidak lama setelah sampainya Raffa di kelas, Ahmad yang juga memiliki kebiasaan datang kelas sangat lebih awal sama seperti Raffa, sampai juga di kelas

Assalamualaikum" salam dari dari Ahmad,

 Waalaikumsalam "jawab Raffa".

 Ahmad langsung duduk di kursi dekat Raffa,dan ia berkata " Aku benar benar masih bingung sampai sekarang mengenai pernyataanmu semalam, kau mengatakan tuhan telah mati dan merendahkan metode pembelajaran Al Azhar, saya benar benar khawatir dengan pikiranmu itu, kau taukan Ustadz Saif telah mewanti wanti kita jangan mendekati Filsafat, karena itu bisa merusak pikiran kita, membuat kita dapat meragukan eksistensi tuhan

" spontan Raffa memotong perkataannya " Kau percaya perkataan Ustadz Saif begitu saja? "kau meragukan keilmuan Ustadz Saif yang sudah mendalami filsafat itu? Kalau mau diibaratkan Ustadz Saif itu seperti orang yang sudah membaringkan dirinya ke sesuatu entahkah itu debu, air atau api sekalipun, dia pasti sudah merasakan sendiri apakah hal tersebut aman dan nyaman ataukah berbahaya bagi dirinya " Raffa langsung memotong perkataan Ahmad " Analogimu itu subjektif antroposentris individualis, kau menjadikan tolak ukur sesuatu berdasarkan penilaian seseorang sebelum kau mempertimbangkan penilaian orang lain terhadap sesuatu tersebut "Ahmad menyela Raffa "saya menganggap Ustadz Saif lebih kredibel dibanding saya, karena itu saya mengikuti apa yang beliau katakan" kemudian Raffa berkata dengan nada sedikit tertawa " Apakah kau tidak menggunakan akalmu? Kau hidup mengikuti pandangan orang lain,manusia di ciptakan oleh tuhan dengan daya kebebesan didalam dirinya" Ahmad kaget mendengar Raffa mengatakan " Di ciptakan oleh tuhan", ia langsung berkata ", kau bilang manusia di ciptakan Tuhan?, bukankah semalam kau mengatakan Tuhan telah mati, saya pikir kau mulai meragukan atau mungkin tidak percaya dengan eksistensi tuhan " Raffa langsung menjawab Nietchze berkata Tuhan telah mati itu dan manusia yang telah membunuhnya, kau mungkin mendengar dari Ustadz Saif kalau Nietczhe adalah seorang atheis, dan quotesnya itu mengindikasikan kalau dia tidak percaya dengan eksistensi tuhan, tapi itu semua hanya salah satu perspektif saja, padahal kala kita mau memaknai lain perkataan Nietczhe ini kita akan menemukan sebuah makna, yang bermakna sindiran kepada orang orang yang mengaku bertuhan, Manusia percaya dengan Tuhan hanya di perkataannya saja, namun Realitasnya manusia abai terhadap tuhan yang dia sembah dan mulai menuhankan sesuatu yang tindak pantas dia tuhankan, disamping itu manusia yang mengaku bertuhan dan beragama itu yang mengaku kitab sucinya dari tuhan yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan, mereka juga abai terhadap perdoman tersebut, mereka melakukan hal hal yang dilarang oleh tuhan, peperangan, kejahatan, kriminalitas, dan contoh kecilnya di pondok kita ini terjadi pembulliyan, padahal kita sudah belajar hadits, belajar sedikit tafsir, kita juga sudah tau melakukan pembullian itu dosa, tapi masih saja ada yang melakukan.

Bersambung..... insyaallah akan menjadi novel...

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun