Pendapat Luxenberg ini sudah dikritik juga oleh sejumlah orientalis dan para ahli, misalnya seorang peneliti bernama syamsudin arif telah memberikan sanggahan sanggahan yang ilmiah terhadap pendapat dan teori Luxenberg ini, ia mengatakan bahwa luxenerg telah keliru karena mengnggap Alquran boleh dibaca berdasarkan tulisannya sehingga pembaca boleh seenaknya berspekulasi mengenai suatu bacaan, Luxenberg seperti menganggap bahwa tulisan adalah segalanya sehinga mengganggap manukrip adalah patokan. Sehingga segala bacaan Alquran harus didasarkan untuk mengacu pada teks manuskrip tersebut, Anggapan Luxenberg yang menyamakan Alquran dan Bible, yang dimana seperti boleh untuk diubah bahka di otak atik jika dirasa tidak masuk akal, Syamsudin Arif melanjutkan bahwa ketiga asumsi tersebut digunakan oleh luxenberg sebagai tiang atau pondasi argumennya yang tanpa dicek terlebih dahulu bukti kebenarannya.
Setelah melihat dan menguraikan pemikiran para orientalis yang mengkaji alquran dari segi kebahasaan, yang dimana diantara mereka beberapa mencoba membuktikan bahwa Alquran itu bukan murni Bahasa Arab, bahkan juga mereka juga mencoba membuktikan keorisanalitas bahasa Arab, yang menurut dari beberapa mereka telah mendapat pengaruh dari bahasa Syriak contohnya seperti Argumen Rev Mingana tadi yang sudah dikritik oleh Al Azami, ada juga seperti Abraham Geiger dengan kata kata tidak sopan dalam judul esainya yang menganggap nabi Muhammad Pencuri.Karena telah mencuri beberapa kosa kata ibrani yang dimasukkan kedalam Alquran, begitupulah Nodelke,luxenberg yang juga mengkritik kebahasaan Alquran, saya jadi berkesimpulan mempelajari bahasa Ibrani dan Syriak yang sering dijadikan kajian kebahasaan oleh para orientalis dan menuduh bahwa Alquran banyak mengadopsi kosa kata dari kedua bahasa ini adalah sangat Urgen jika kita memang benar benar ingin membuktikan keorinalitas kebahasaan Alquran yang benar benar bahasa Arab, Mengetahui atau mungkin bisa menguasai kedua bahasa itu bersamaan dengan bahasa arab adalah sebagai modal yang sangat Utama. Saya telah membaca beberapa jurnal ketika menulis ini. Yang saya dapati beberapa pembelaan yang dilakukan oleh cendekiawan muslim kita ketika mengkritik orientalis seperti Luxenberg bukan malah langsung meneliti kedua bahasa itu, Ibrani dan Syriak, untuk membuat Argumen balasan atau kritiksn, melainkan mengutip pendapat para orientalis lain yang sebelumnya juga sudah mengkritik luxenberg, begitupulah ketika mengkritik geiger yang dikutip juga pendapat orientalis yang mengkritik geiger. Hal seperti ini menurut saya membuat kita seperti ada ketergantungan terhadap orientalis, apakah kita tidak bisa meneliti sendiri yang kemudian diuraikan dalam suatu karya tanpa banyak bergantung pada penelitian orientalis? meskipun penelitian yang kita kutip membela
keyakinan kita,tapi tetap saja itu seperti membuktikan tidak adanyan kemandirian akaedmis pada cendekiawan muslim.
Membalikkan teori para orientalis perlu kita kaji kembali secara komprehensif mengenai apa yang telah dikaji mereka khususnya, kebahasaan Alquran tanpa harus banyak mengutip pendapat para orientalis. Disinilah pentingnya mempelajari kedua bahasa itu.,ketiga bahasa ini ditambah bahasa arab yang saya menyebutnya sebagai tiga serangkai karena berasal dari rumpun bahasa yang sama, disebut dengan bahasa semit nisbah kepada anaknya nabi Nuh yang bernama Sam, dan juga ketiga bahasa ini ,menurut saya menunjukkan identitas Tradisi Abrahamik yang melahirkan Yahudi, Kristen, dan Islam sebagai agama yang dibawa oleh risalah Nabi Muhammad. Ibrani, Syriak, dan Arab menjadi Bahasa kitab pada ketiga agama tersebut.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Zaid bin Tsabit diperintah oleh Rasulullah untuk mempelajari Bahasa Syriak dan Ibrani supaya ketika Rasulullah ingin menuliskan surat kepada mereka bangsa yahudi dengan bahasa itu maka yang menulisnya adalah Zaid bin Tsabit begitupulah ketika mendapat surat dari mereka, maka Zaid bin Tsabitlah yang akan membacakannya untuk Rasulullah. Meskipun Riwayat tersebut tidak bisa dijadikan argumen kesunahan mempelajari bahasa Ibrani dan Syriak tetapi, sekali lagi saya mengaskan lagi dengan melihat gencarnya Orientalis mengkritik Alquran dengan menggunakan kedua bahasa tersebut, maka seyogyanya bagi kita seorang muslim menulis sebuah karya untuk membalas karya mereka yang mengkritik Alquran, yang tentunya juga harus mengkaji kedua bahasa ini dengan komprehensif, membedah, atau mengkritik tiap kritikan yang mereka lontarkan terhadap Alquran. Satu kata yang mereka kritik dari Alquran maka hendaknya juga kita bisa memberikan balasan balik terhadap kritikan tersebut dengan lengkap dan tentunya komprehensif dengan mengkaji tiap satu kata yang mereka kritik dari Alquran tersebut, dan apa yang saya opinikan ini sepertinya belum ada seorang muslimpun yang melakukan, yang mau meluangkan waktunya untuk melakukan hal tersebut. Semoga saja ada muslim yang mau melakukan ini, Membalas kritikan mereka dengan berbasiskan kajian yang mandiri tanpa harus sebisa mungkin melibatkan kajian Orientalis yang lain, Aamin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H