Mohon tunggu...
Ailsya Yuanda Jesnita
Ailsya Yuanda Jesnita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Koleksi buku baik fiksi maupun non.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tak Sedap Aroma, Tak Sedap di Mata

29 Desember 2024   21:06 Diperbarui: 29 Desember 2024   21:05 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di tepi jalan Pahlawan Mubin Wonokoyo, tepatnya terletak di sebelah gapura desa Menganti, sampah yang menggunung dan berceceran itu berada. Informasi lebih lanjut, Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ini terletak 200 meter dari pasar Menganti ke jalan alternatif Menganti - Mojosari Driyorejo.

Gunungan sampah nan meluber hingga ke bahu jalan pintu masuk sangat menusuk hidung orang-orang yang melewatinya. Tak hanya itu, hal tersebut menyebabkan polusi visual, sangat tak sedap dipandang  Gunungan sampah yang ada mungkin tingginya hingga seukuran orang dewasa. Entah sampah dari masyarakat daerah mana saja yang berada di situ. Tetapi, usut punya usut, ternyata masyarakat dari luar daerah desa Sidowungu maupun kecamatan Menganti juga membuang sampah mereka di Tempat Pembuangan Sampah tersebut. Sampah yang ada pun bermacam-macam, mulai dari organik maupun non-organik, dan tentu, tetap saja, sampah plastik adalah mayoritasnya. Tak jarang juga sepintas saya terlihat adanya sampah popok bekas pakai dengan jumlah yang tak sedikit. Hal lainnya, Tempat Pembuangan Sampah ini pun berada di sebelah aliran sungai, sehingga banyak juga berbagai jenis sampah yang mengambang di aliran sungai. Tentu saja, dampaknya air menjadi tercemar limbah.

Terletak sangat dekat dengan pasar Menganti, menambah busuknya aroma di wilayah ini. Bagaimana tidak, dengan kondisi pasar yang cukup cukup kumuh dan aroma dari berbagai jajakan yang dijual oleh para pedagang di pasar, bertemu dengan busuknya gunungan sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS), alhasil, udara di wilayah ini sangat tidak sehat. Tidak hanya itu, banyak debu serta pasir yang berterbangan ketika tersapu angin. 

Bagi pengguna kendaraan bermotor hal ini sangat menganggu fokus ketika mengendarai kendaraan, karena harus menutup indera penciuman ketika melewatinya. Bahkan, telah mengenakan masker pun tetap saja busuknya aroma sampah menembus hingga ke dalam rongga hidung. Sudah harus menutup hidung, rasa-rasanya juga harus melajukan kendaraan lebih kencang agar cepat-cepat melewatinya. Apalagi bagi pejalan kaki, tentu sangat tidak pedestarian-friendly.

Tak hanya itu, terdapat beberapa rumah warga di sekitar wilayah Tempat Pembuangan Sampah (TPS) itu berada. Tentu warga setempat sangat geram karena harus hidup dengan kondisi udara yang sangat tidak layak. Yang terakhir, bagi keberlangsungan pasar, hal ini sungguh tidak “sehat” sebab, pasar sebagai tempat untuk menjajakan bahan makanan harusnya jauh dari sampah, sehingga menjadi tempat yang higenis. Para calon pembeli yang ingin ke membelanjakan uangnya pun harus berpikir dua kali untuk pergi ke pasar Menganti. Karena seharusnya pasar menjadi tempat yang higenis bagi bahan makanan yang dijual.

Ketika hujan turun, baik rintik maupun deras, memperparah buruknya kondisi di wilayah sekitar Tempat Pembuangan Sampah tersebut berada. Tepat di depan Tempat Pembuangan Sampah itu berada, selalu ada genangan air yang tercipta saat hujan turun. Sampah-sampah itu pun akan terbawa oleh aliran air yang membawanya semakin “ter-orat-arit” ke tengah jalan raya, yang mana merupakan akses warga untuk berlalu lalang. Belum lagi ketika spakbor pengendara motor di depan memercikan air “banjir” ke muka pengendara yang ada di belakangnya. Hal ini tentu merugikan, menjijikan, dan membuat geram bagi pengendara yang ada di belakangnya.

Parahnya lagi, kondisi ini diperparah oleh rusaknya jalanan aspal dan minimnya penerangan lampu jalan di wilayah tersebut. Puncaknya, kondisi ini telah membuahkan hal tragis, yaitu kecelakaan tunggal pengendara sepeda motor yang tergelatak tepat di depan Tempat Pembuangan Sampah tersebut.

Sampah-sampah dapat membumbung tinggi dan meluber hingga ke bahu jalan, sebab tak kunjung diangkut oleh truk milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku pengelolah sampah skala nasional. Selain meluber hingga ke bahu jalan, sampah-sampah yang membumbung tinggi tersebut juga jatuh dan hanyut dalam aliran sungai yang berada tepat di samping Tempat Pembuangan Sampah.

Permasalahan yang besar ini merugikan banyak pihak, sehingga bukan hanya satu pihak saja yang harus menyelesaikan persoalan, tetapi harus ada pihak yang terlibat. Sehingga, akan terpecahkannya persoalan dan ditemukannya solusi. Karena akan membuat kondisi di sekitar Tempat Pembuangan Sampah menjadi jauh lebih baik dan tidak adanya lagi polusi, serta tidak adanya lagi warga yang dirugikan di sekitar Tempat Pembuangan Sampah, jalan Pahlawan Mubin Wonokoyo, maupun desa Sidowungu itu sendiri. Lebih jauh, hal ini akan menjadikan desa sebagai sebuah destinasi pariwisata. Dengan cara memadukan daya tarik wisata alam dan budaya, dan layanan fasilitas umum pariwisata, serta aksesibilitas yang memadai, dengan tata cara dan tradisi kehidupan masyarakat desa.

Keresahan dan dampak buruk yang diakibatkan dari permasalahan gunungan sampah di Tempat Pembuangan Sampah tersebut dirasakan oleh banyak pihak, tidak hanya sepihak saja, dan menjadi isu persoalan yang tak kunjung ditemukannya solusi. Sehingga, solusi dari permasalahan tersebut pun harusnya menjadi perhatian banyak pihak, terutama pemerintah, baik mulai dari strata desa, hingga ke tingkat daerah.

Solusi Mengatasinya

Terdapat banyak solusi yang bisa diaplikasikan untuk memecahkan persoalan tersebut. Yang pertama, sampah-sampah yang dibuang di Tempat Pembuangan Sampah Sidowungu tersebut harusnya hanya sampah-sampah milik warga desa Sidowungu sahaja. Cara kerjanya, nantinya pengangkut sampah atau yang sering disebut “tukang sampah” akan berkeliling untuk memungut sampah-sampah yang ada di bak sampah milik tiap-tiap rumah warga. Kemudian, tukang sampah akan membuang tumpukan sampah yang masif yang ada di gerobaknya ke dalam Tempat Pembuangan Sampah tersebut. Dengan kata lain, dikerjakan secara kolektif oleh tukang sampah. Yang kedua, warga desa lain dilarang membuang sampah-sampahnya, baik secara perorangan maupun kolektif tukang sampah. Pemerintah desa pun seharusnya membuat kebijakan untuk hal ini, setelah kebijakan ada, kebijakan tersebut akan diterapkan, lalu diawasi secara disipilin dan teratur. Solusi ini diberikan karena pemerintah desa menutup mata pada permasalahan Tempat Pembuangan Sampah ini. Dilansir dari penggalan isi yang ada di laman situs milik  https://suryanenggala.id/2023/02/09/tumpukan-sampah-menggunung-di-pinggir-jalan-pemerintah-desa-tutup-mata/, terdapat penggalan isi yang berbunyi, “Sementara itu Kepala desa Menganti (Handoko) saat dikonfirmasi oleh wartawan di kantor desanya terkait TPS Menganti, terkesan menghindar dan tidak mau menemui wartawan.
“Sungguh tidak menghargai tugas seorang jurnalis, ketika di konfirmasi terkait TPS Menganti, malahan keluar balai desa tanpa sepatah kata, percuma terpampang di balaidesa Menganti tulisan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang berguna bagi orang lain ” ujar Adi Wartawan Radar Jatim. Selain itu, atasan kepala desa Menganti pun hanya berujar “sedang mencari solusi yang terbaik”. Hal ini sungguh sangat abu-abu. Pasalnya, sampai detik ini belum ada langkah konkrit yang dilakukan. Jangkankan perbaikan jalan aspal dan penerangan jalan yang ada, persoalan sampah pun tak kunjung ditemukannya titik terang solusi.

Lebih lanjut, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku pihak utama yang paling bertanggung jawab atas persoalan ini harusnya melakukan langkah konkrit untuk penyelesaian. Solusinya adalah sosialisasi kepada masyarakat terkait pengolahan sampah dan terbukanya informasi jadwal pengangkutan sampah, serta menjadwalkan pengangkutan sampah menjadi relatif sering dan teratur. Sosialisasi pengolahan sampah dapat diberikan dengan cara menyosisalisasikan pengolahan sampah-sampah apa saja yang dapat digunakan kembali setalah pemakaian (reusable). Singkatnya, menggalakan prinsip 3R, yaitu “reduce, reuse, recycle” serta dibubuhi prinsip “zero waste”.

Prinsip pertama adalah “reduce”, yang memiliki arti mengurangi sampah, yaitu menggunakan kantong belanja yang berbahan non-plastik, sehingga dapat digunakan berkali-kali. Contohnya adalah spunbond goodie bag dan tas anyaman untuk belanja ke pasar. Simpelnya, mengurangi penggunaan alat yang hanya digunakan sekali pakai. Selanjutnya adalah prinsip “reuse”. Prinsip “reuse” ini mengajak  untuk mempertimbangkan kembali sebelum membuang sebuah barang sekaligus memperhitungkan kemungkinannya agar bisa digunakan kembali. Dalam jangka panjang, langkah reuse dapat mencegah Anda dari pemborosan yang tidak perlu. Yang terakhir adalah prinsip “recycle” atau secara bahasa, berarti daur ulang. Recycle atau mendaur ulang adalah langkah 3R terakhir yang bermaksud untuk memberikan kesempatan kedua pada suatu produk sehingga bisa menjadi produk baru. Dengan demikian, produk baru hasil daur ulang tersebut dapat dimanfaatkan kembali sehingga tidak hanya menjadi tumpukan sampah yang mencemari lingkungan. Daur ulang adalah suatu proses untuk mengembalikan limbah – limbah atau bahan – bahan yang sudah tidak berguna menjadi berguna kembali. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan seluruh bahan atau bahan tertentu saja yang akan diolah kembali.

Untuk memulai prinsip 3R, dapat dilakukan dengan cara berikut. Prinsip “reduce”, yaitu dengan menghindari penggunaan alat makan sekali pakai. Sebaliknya, pakail peralatan makan dan botol yang dapat digunakan berulang kali. Pilih barang dengan bungkus kemasan yang sedikit atau tidak berlebihan. Gunakan kedua sisi lembar kertas. Membawa kantong belanja sendiri. Membeli barang yang dapat diisi ulang. Kurangi penggunaan kertas tisu dengan menggunakan lap kain atau sapu tangan.

Prinsip yang selanjutnya adalah “reuse”, sesuai namanya, “reuse” atau menggunakan kembali suatu produk ini bisa  dimulai dengan beberapa cara sederhana seperti, pilih produk yang dapat digunakan kembali. Gunakan kembali sebuah produk, baik dengan fungsi yang sama ataupun berbeda. Manfaatkan pakaian lama menjadi kain pembersih. Gunakan serbet alih-alih tisu sekali pakai. Memanfaatkan ban bekas menjadi pot tanaman. Memanfaatkan botol plastik bekas dan botol sirup menjadi pot maupun vas tanaman. Mulai meninggalkan kantong plastik. Serta dapat dengan cara mengisi ulang botol bekas sabun mandi dan shampoo dan mengisinya dengan kemasan refill. Mengonsumsi air mineral dari galon yang bukan sekali pakai.

Prinsip yang terakhir yaitu, Recycle. Selain mengurangi sampah, tahap recycle ternyata juga dianggap cukup menguntungkan dari sisi ekonomi. Beberapa contoh penerapannya yaitu, seperti mengola sampah organik menjadi kompo, mengubah limbahnya menjadi kerajinan tangan seperti tempat pensil, peralatan dapur atau bahkan pot bunga. Memanfaatkan CD/DVD sebagai tatakan gelas. Gunakan bohlam lampu bekas menjadi pot tanaman gantung. Namun perlu diingat, tidak semua produk dapat didaur ulang lagi, ya. Dilansir dari A Singapore Government Agency Website, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mendaur ulang, yaitu: Jangan buang sampah elektronik seperti televisi ataupun ponsel lama di sembarang tempat. Cek apakah barang tersebut benar-benar dapat didaur ulang. Sebagai catatan, produk yang bisa didaur ulang ini meliputi barang dari kertas, logam, plastik, dan kaca. Pastikan barang yang dapat didaur ulang tersebut tidak terkontaminasi dengan makanan ataupun cairan. Solusinya, bilas terlebih dahulu barang tersebut sebelum didaur ulang. Produk-produk tertentu seperti pakaian, sepatu, dan tas, sebaiknya pertimbangkan untuk menyumbangkannya terlebih dahulu sebelum membuangnya di tempat sampah. Untuk persoalan popok bekas pakai itu sendiri, dapat dilakukan dengan cara membersihkan kotoran dan popok bekas pakai, popok yang sudah dipakai pastinya menampung banyak kotoran. Mengumpulkan popok pada satu tempat. Mendaur ulang menjadi media tanam.

Mungkin warga desa masih enggan untuk menjalankan prinsip tersebut, nah, di sini lah peran kepala desa Menganti tersebut hadir. Kepala desa beserta staff-nya dapat mengadakan lomba kebersihan yang di dalamnya memuat prinsip “3R” tersebut. Sehingga, nantinya warga akan bijak dalam pengelolaan sampah di desanya. Alhasil, sampah-sampah yang ada di Tempat Pembuangan Sampah tidak membumbung tinggi layaknya sebuah bukit. Sembari berusaha melakukan solusi-solusi yang ada, pemerintah desa wajib untuk mengingat permasalahan yang lain, yaitu perbaikan jalan aspal yang berlubang dan penerangan jalan yang remang-remang ketika malam hari.

Kebersihan dan keindahan lingkungan bukan hanya dilakukan oleh suatu pihak saja, melainkan saling bersinergi untuk terwujudnya lingkungan yang sehat dan ideal. Pemerintah desa hinga pemerintah daerah bersama-sama memikirkan dan melakukan duduk permasalahan. Setelah itu semua pihak harus sepakat untuk menjalankan dan bersinergi satu sama lain atas apa yang sudah disepakati bersama. Lingkungan yang bersih, sehat, dan elok akan menghasilkan dampak yang sangat positif, mulai dari segi ekologis hingga ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun