Mohon tunggu...
Yosilia Nursakina
Yosilia Nursakina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mereka Tunduk dengan 'Tuhan' 7 cm, Kamu?

18 Mei 2017   02:43 Diperbarui: 18 Mei 2017   03:35 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 17 Mei kemarin, saya menemukan fenomena yang cukup menarik. Saya menyaksikan betapa tunduknya pemerintah terhadap 'tuhan' 5 cm. Saya menyadari betapa tidak berdayanya para pejabat negara untuk menolak tawaran industri asing yang ingin 'menyejahterakan' industri rokok negeri. Tidak percaya?

Jadi begini, kemarin pemerintah baru saja membuat negeri kita semakin populer sebagai surga rokok dunia. Mereka memberikan kesempatan emas pada World Tobacco untuk menyelenggarakan pameran terbesarnya di JIExpo. Jenakanya, si penyelenggara ini pernah berjanji pada kami pada tahun 2012 untuk tidak mengadakan World Tobacco Asia di Indonesia. Nyatanya, mereka kembali lagi di tahun 2014 dengan nama Inter-Tabac di Bali. Beruntung, gubernur Bali masih memiliki akal sehat dan mau memperjuangkan kesehatan rakyatnya, alhasil Inter-Tabac bun berhasil digagalkan. Tidak mau menyerah, mereka datang kembali tahun 2016 dengan nama WTPM (World Tobacco Process and Machinery). Semua negara menolak menjadi tuan rumah, lalu tiba-tiba Indonesia menerima mereka. Wah, sampai disini logika saya benar-benar buntu.

Penasaran, kami pun bertanya pada mereka para pemangku kebijakan. Jawaban mereka sederhana: 'tanya saja ke dinas A, menteri B', 'oh ini kewenangan X, Kemenkes tidak bisa ikut campur', 'Kemendagri memang memberikan izin, namun bukan kami yang menentukan apakah konten pamerannya layak atau tidak'. Wah, saling lempar.

Sempat saya membatin, mungkin mereka sedang membela kepentingan rakyat? Bukankah pendapatan cukai rokok begitu tinggi di Indonesia? Kegiatan sponsor mereka juga lancar, semua kegiatan seperti konser musik, olimpiade olahraga, beasiswa, semua dibiayai. Mereka begitu berkuasa, hingga peringkat atas Forbes mayoritas ditempati oleh pimpinan industri rokok. Jika regulasi rokok diperketat, bukankah itu bisa mengancam perekonomian dan aspek-aspek lain dalam pengembangan Indonesia?

Namun kemudian saya sadar, hitam dan putih dalam kasus ini begitu jelas terlihat. Terlalu jelas. Sederhananya begini, rokok itu berbahaya, anak SD juga tahu hal ini. Rokok itu mematikan, bahkan saya sebagai mahasiswa kedokteran kelewat bosan melihat rokok sebagai faktor risiko utama penyakit kronis. Lantas, etis kah kita memajukan perekonomian negeri di atas mayat rakyat sendiri? Bagaimana kalau teman, saudara, keluarga kita yang (naudzubillah) menjadi korban? Kita belum membicarakan petani tembakau yang terancam pekerjaannya akibat impor rokok yang kian meningkat. Kita belum membicarakan tentang buruh linting yang keberadaannya terancam pula dengan mekanisasi industri rokok—yang kemudian dikatalisasi dengan adanya WTPM ini. Belum lagi rakyat kecil yang terjebak candu dan terpaksa membiarkan anak istri tidak makan demi membeli rokok. Ironis, melihat Indonesia yang kaya akan SDA dan budaya masih bergantung pada industri rokok, ketika negara maju yang sumber dayanya berkebalikan dengan Indonesia bisa menggali sumber pendapatan lain.

Tidak, saya tidak lagi membicarakan tentang WTPM. Saya membicarakan gambaran yang lebih besar: regulasi rokok negeri yang masih ‘lenje’.

Mungkin, ketika saya tanyakan pertanyaan-pertanyaan di atas kepada pemerintah, mereka akan menjawab ‘ya’, etis kok, logis kok. Bagi saya, itu sesat pikir yang nyata. Bagaimana dengan kamu?

Untungnya, masih ada kawan-kawan kita yang bilang ‘tidak’ dan mau terang-terangan meneriakkannya di JIExpo kemarin (apresiasi sebesar-besarnya!). Saya salut dengan semangat juang mereka yang tiada habisnya. Tapi kawan, kalau mereka-mereka saja yang berjuang, kita akan jalan di tempat. Pasalnya, musuh kita ini begitu besar. Saya dan kamu yang membaca ini sekarang, juga harus ikut bergerak! Saya dan kamu harus bisa menjadikan peluh kawan kita kemarin menjadi tidak sia-sia. Perjalanan pasti panjang dan berat. Salah satu guru panutan saya pernah berkata, “Manusia itu tidak bersyukur ketika bilang ‘tidak bisa’. Gak ada yang namanya gak mampu, yang ada ya gak mau.”

Maka dari itu, yuk: 1) tunggu seruan aksi, kajian, atau propaganda selanjutnya (ini paling gampang nih); 2) join gerakan pemuda dalam melawan rokok (misal: 9 cm, lewat BEM, dsb); atau 3) mulai gerak sendiri! Sesimple bikin PKM tentang rokok, riset, aksi kreatif, apapun yang sesuai passion kamu!

See? It IS that simple. Takis! #kickWTPM #lawanindustrirokok

“Young people, when informed and empowered, when they realize that what they do truly makes a difference, can indeed change the world.” –Jane Goodall

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun