Mohon tunggu...
Yosilia Nursakina
Yosilia Nursakina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebijakan PT-BHMN: Apakah Sudah Cukup Bijak?

4 Mei 2016   09:49 Diperbarui: 19 Mei 2016   14:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tertutupnya akses pendidikan juga tetap menjadi problema ketika disahkannya UU BHP. Masalahnya, pasal 46 secara eksplisit menjamin bahwa adanya tanggung jawab negara terhadap 20% peserta didik yang tidak mampu di sebuah institusi pendidikan. Lantas bagaimana jika peserta didik yang tidak mampu di sebuah institusi pendidikan mencapai lebih dari 20%? Wakil Ketua Komisi X DPR RI secara implisit menyebutkan bahwa 20% tersebut memberikan ”angin segar”. Mengapa? Kenyataannya hingga saat ini orang miskin yang mendapatkan pendidikan di UI hanya 5%, sehingga ada sekitar ada ruang 15% lagi kesempatan orang miskin lainnya untuk disaring sehingga bisa kuliah di UI. Di sisi lain, bagaimana dengan sekolah dasar yang ada di daerah-daerah yang memiliki jumlah orang miskin lebih dari 20%, seperti NTT dan Papua?

Permasalahan lainnya adalah tanggung jawab pemerintah yang hanya pada standar minimal untuk sekolah dasar, 1/3 dari untuk dana operasional dari standar minimal untuk sekolah menengah, dan ½ dari dana operasional dari standar minimal untuk pendidikan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang ditanggung pemerintah hanya anggaran terhadap standar minimal. 

Pertanyaannya adalah jika sekolah tersebut meningkatkan kualitas pendidikan dari standar minimal sehingga meningkatkan anggaran, maka siapa yang bertanggung jawab terhadap kelebihan anggaran tersebut? Jawabannya tentu bukan pemerintah karena pemerintah hanya menanggung standar minimum. Jika sebuah sekolah meningkatkan kualitasnya melebihi standar minimum yang ditetapkan oleh pemerintah maka tanggung jawab tersebut dibebankan pada peserta didik. Konsekuensi dari peraturan ini adalah akan adanya sekolah berstandar minimum yang biaya pendidikannya murah dan sekolah berstandar di atas minimum (contohnya RSBI) yang biaya pendidikannya jauh lebih mahal. Hal tersebut tentunya akan menjadi sebuah kesenjangan sosial dimana ”si miskin” mendapatkan pendidikan yang seadanya dan ”si kaya” mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Pada dasarnya, pendidikan yang dicita-citakan oleh Indonesia berdasarkan Garis-Garis Besar Pendidikan adalah pendidikan yang bersendikan pada agama, tatanan moral dan budaya bangsa. Negara berkewajiban untuk memelihara terpenuhinya hak atas pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan yang diberikan mestilah mampu memberikan kebahagiaan bagi masyarakat, mengangkat derajatnya dan tidak membebankan rakyat dengan biaya pendidikan yang tidak terjangkau. Ironisnya, pendidikan yang ada saat ini masih tergolong membebankan rakyat. Bahkan, beberapa golongan menganggap pendidikan sebagai sektor komersil yang dapat menghasilkan banyak uang untuk golongan itu sendiri. Pendidikan seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan manapun.

Disinilah peran kita. Mahasiswa perlu berperan aktif demi mewujudkan hakikat riil dari pendidikan. Salah satu caranya ialah mengawali kebijakan pendidikan yang ada dan melakukan advokasi dan audiensi ke stakeholderterkait. Mungkin saat ini kita belum merasakan dampaknya, namun jangan biarkan generasi selanjutnya terlantar akibat terbatasnya akses pendidikan di Indonesia. Apapun yang kita lakukan hari ini sesungguhnya akan berpengaruh besar di masa yang akan datang. Inilah saatnya kita beraksi demi pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun