Masih melekat di benak saya, tanggal 27 April lalu, saya bersama ratusan mahasiswa pemberani dari berbagai universitas lainnya menyuarakan aspirasi kami di depan hall D Jakarta International Expo Centre, tempat pameran bernama WT (World Tobacco) Process and Machinery Asia 2016 dilaksanakan. Saat kami menyuarakan aspirasi dengan damai, hanya dengan bekal almamater dan poster, kami berhadapan dengan aparat kepolisian dengan perisainya yang gagah itu. Pada akhirnya, kami bersedia untuk mundur dengan syarat 9 orang perwakilan kami dapat bertemu dengan pihak penyelenggara. Sayangnya, bukannya dipertemukan dengan penyelenggara WT-nya secara langsung (Quartz Business Media, utamanya Mr. Case), kami malah dipertemukan dengan EO dari acara tersebut, Bapak AD. Pada dasarnya, saya senang sekali karena pada akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan stakeholder dari WT, namun sayangnya karena negosiasi yang kami lakukan tidak menemui jalan keluar, akhirnya kami memutuskan untuk walk out.
Terima kasih Pak atas waktunya, namun ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan kepada Bapak AD dan pihak penyelenggara WTPM lainnya yang terkait:
Pertama, memang betul Pak bahwa argumen kami mengenai pengaruh pameran WTPM terhadap perkembangan industri rokok ini hanya berdasarkan logika kami saja. Kami hanya 'menerka-nerka' lantaran dalam brosur WTPM tertulis bahwa tujuan WTPM ini adalah untuk menjalin relasi dengan industri rokok internasional, serta memperlihatkan inovasi mesin dan alat-alat pembuat rokok. Nah, coba jelaskan Pak bagaimana bisa relasi yang dijalin dalam pameran ini tidak mengakselerasi perkembangan industri rokok di Indonesia? (Psst bahkan pihak industi rokok lokal (dari PT GG) datang ke WTPM untuk membeli mesin lho! Saya bisa salahkan Bapak ya apabila perusahaan tersebut datang dengan inovasi baru? :))
Dan coba Anda jelaskan mengapa acara ini diadakan di Indonesia bukan di Singapura yang regulasi penanggulangan rokoknya lebih kuat? Tentu saja, Anda menganggap bahwa Indonesia merupakan pusat perkembangan pasar tembakau Asia dan menjamin bahwa permintaan produk tembakau di Indonesia masih mengalami peningkatan. Bahkan, hal itu tertulis dengan gamblangnya di dalam brosur yang Bapak bagikan untuk pengunjung WTPM.
“Welcome to WTPM Asia 2016, and to Indonesia – a country with a thriving tobacco industry that is currently at the center of the growing Asian tobacco market.”
“The country has a world-renowned cigarette industry, namely down to its Kretek sector, which ensures a high level of demand for tobacco products which is still increasing.”
“Indonesia is home to several multinational tobacco manufacturers...so we expect many decision-makers to make the journey to the Jakarta Expo.”
Nah, sekarang jelas ya bahwa argumen kami untuk melindungi masyarakat Indonesia dari rokok melalui WTPM cukup valid. Toh, tujuan Anda melaksanakan WTPM memang untuk mengembangkan pasar rokok Indonesia.
Selanjutnya, Anda pernah menyatakan bahwa tanpa pameran ini industri rokok pun akan tetap ada di luar sana. Tapi sesungguhnya Pak, kami tetap turun disini untuk mencegah industri rokok ini semakin berkembang, Pak. Kami ingin mencegah mekanisasi industri rokok, mencegah di-PHK-nya buruh-buruh pabrik rokok, dan mencegah penambahan jumlah perokok di Indonesia lebih jauh lagi.
Selain itu, benar Pak, memang kami seharusnya menyuarakan aspirasi seperti ini kepada pemerintah. Benar. Hal itu memang sedang kami lakukan. Namun sayangnya proses tersebut memang memakan waktu yang cukup lama. Pemerintah bahkan sepertinya sudah ‘dimasuki’ oleh industri rokok, terbukti dengan diajukannya RUU Pertembakauan ke Prolegnas 2013 secara tiba-tiba dengan alasan melindungi budaya rokok kretek dan melindungi petani tembakau. Bohong. Nyatanya, petani tembakau hanya dibahas dalam 9 dari 59 pasal dalam RUU tersebut, sedangkan pengembangan industri pertembakauan lebih banyak dibahas. Silahkan Anda baca sendiri dan tentukan apakah RUU Pertembakauan melindungi rakyat atau para kapitalis industri rokok: tiny.cc/ruup
Kembali lagi ke WTPM, tahukah Anda bahwa pameran ini telah melanggar sejumlah aturan perundang-undangan? Coba Anda lihat salah satunya di UU No. 36 Tahun 2009 pasal 45. Disitu tertulis jelas Pak bahwa pengembangan teknologi yang dapat berdampak buruk pada masyarakat itu dilarang. Lantas, apakah yang memberikan fasilitas kepada para pelanggar aturan itu dianggap tidak melanggar aturan pula?
Terakhir yang tidak kalah penting, masihkah Anda ingat jawaban Anda saat kami bertanya, “Bukankah penyelenggara WT telah berjanji untuk tidak mengadakan acara tembakau apapun ke Indonesia lagi?”
Jika Anda lupa, biar saya ingatkan Pak. Waktu itu Bapak menjawab, “Jangan mengungkit-ungkit masa lalu lah...”
Walah saya kecewa sekali, Pak. Janji tetaplah janji, Pak. Janji ada untuk ditepati, bukan hanya sekedar dilontarkan begitu saja.
Sekian surat pendek dari saya Pak. Semoga Bapak sehat selalu. Jangan lupa makan makanan sehat dan olahraga teratur.
Percayalah, kemarin bukanlah hari terakhir Anda bertemu kami Pak (jika Tuhan mengizinkan). Kami, para mahasiswa, akan mengerahkan segala usaha terbaik kami untuk melawan industri rokok di Indonesia. (tentunya dengan tetap melindungi para petani dan buruh rokok)
(P.s. Monggo dipikir-pikir lagi Pak untuk mengadakan WTPM 2017 di JIExpo tanggal 17-18 Mei 2017.)
Selamat datang kembali di era pergerakan mahasiswa!
Salam,
Salah satu mahasiswa yang walk out hari Rabu dan datang kembali hari Kamis :) :) :)
Dengarkan rekaman ketika kami bernegosiasi dengan penyenggara WTPM di https://soundcloud.com/ailisoy/negosiasi-dengan-penyelengara-wtpm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H