Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Issue" Tawuran Antarwarga

13 Oktober 2020   10:27 Diperbarui: 13 Oktober 2020   10:40 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus tawuran antarwarga interdesa di Tuapukan pada Minggu pagi (04/09/20) kelihatan berbeda dari kasus lain. Mudah untuk menyimpulkan perbedaan ini dengan sekali kedipan mata. Namun, bentrokan horizontal antarwarga di sekitar pemukiman warga 'eks Tim-Tim' di jalan Timur Raya bukan peristiwa baru.

Beberapa perkelahian massal sebelumnya dengan beragam jurus dan korban harta dan jiwa menunjukkan pola yang sama. Pelakunya bersifat kolektif, sekitar lingkungan hunian 'eks Tim-Tim'. Tindakan eksternal berupa pembunuhan dengan senjata tajam (panah, pisau, parang, dan lain-lain) dan pembakaran rumah warga. Korban biasanya adalah kehilangan rumah dan nyawa tercabut.

Gejala berpola di atas mengindikasikan satu hal mendasar di dalam membaca simptom-simpton sosial: gesekan horizontal di Tuapakan bukan masalah personal. Bukan ketegangan sentimental antara seorang pelaku dan seorang korban. Bentrokan ini adalah masalah struktural-historis. Karena itu, pendekatan solutif yang tepat tidak dengan menyasar per individu atau keluarga terkait. Tidak segamblang itu menilik gesekan keras kolektif ini.

"Issue", bukan "trouble"

Sosiolog Wright Mills di dalam bukunya "The Sociological Imajination" membedakan dua kategori masalah: "issue" dan "trouble" (1959). "Trouble" mencakup tema-tema privat seperti jatuh cinta antara sepasang kekasih dan perkelahian dua saudara berusia SD di dalam rumah karena kekurangan makan se babi.

Sementara itu, "issue" berurusan dengan masalah-masalah yang berekspansi ke ranah publik. Sumber dan efeknya melibatkan sarana-sarana sosial. Perkelahian siswa SMA intra-antar sekolah, kericuhan yang dipicu oleh demonstrasi, mogok massal para buruh adalah beberapa sampel "issue".

Klasifikasi konseptual di atas kalau ditelisik lebih dalam, rupanya tidak ada ruang untuk "trouble". Semua kenyataan tidak pernah berwajah telanjang. Realitas sudah selalu berwujud konstruksi sosial. Jatuh cinta, masalah yang sangat privat di era emas kebebasan ini, bukan tetesan langit. Orang jatuh cinta karena dikondisikan faktor sosial.

Makanan enak didefinisikan oleh tren sosial. Iklan media sosial mematok kriteria makanan lezat. Konsumsi kelas atas memasang status elitis, halal, dan enak pada makanan tertentu. Anak-anak berebutan makanan karena kelaparan dan kemiskinan. Kemiskinan hari ini lebih banyak berkulit kreasi struktural-sistematis daripada etos kerja personal. Kapitalis di dalam sistem demokrasi ala Indonesia menyelinap sampai ke level RT.

"Issue" bentrokan horizontal

Sengkarut sosial di Tuapakan bukan 'trouble', melainkan 'issue'. Luapan emosi pelaku terhadap korban, amukan massa dengan membakar enam rumah warga bukan satu fragmen otonom yang sama sekali tidak ber-'interplay' dengan kericuhan lain di sekitar wilayah hunian warga 'eks Tim-Tim'.

Kasus pembunuhan di Tuapakan atas Amir (Victory News, 05/10/20) bukan sekadar pelampiasan dendam personal. Bentrokan massal yang mengakibatkan enam rumah dibakar hangus bukan luapan emosi spontan. Reaksi gotong keroyok secara simultan sudah pasti terinvestasi lama berdasarkan kalkulasi akumulatif atas serpihan masalah sosial. Bentrokan adalah letusan dari akumulasi ketidakpuasan dan perlawanan terhadap endapan ketidakadilan dan penderitaan yang mendera warga 'eks Tim-Tim' selama bertahun-tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun