Mohon tunggu...
Amelia Rosana
Amelia Rosana Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis yang kebetulan adalah mahasiswa. Menulis adalah ruang kreatif yang memberi saya kebebasan pada apa yang saya pikirkan, rasakan, dan saya amati. Hobi mendengarkan musik pop.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kota yang Tak Pernah Menangis

8 Juli 2024   22:43 Diperbarui: 10 Juli 2024   15:04 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)

"Dari mana asalmu?" Tanya Penduduk Kota Tawa.

"Aku berasal dari surga"

"Hei, jawab yang benar, kenapa kau masuk ke kota kami?"

"Aku ke sini untuk menangis. Sekarang biarkan aku tidur sehingga besok pagi aku bisa kembali menangisi kalian!" Tandasnya. Dengkuran halus pria itu mengakhiri percakapannya dengan penduduk Kota Tawa. Melihat respon tidak jelas dari si pria kurus tadi, mereka akhirnya memutuskan untuk merawatnya karena merasa iba.

Sejak saat itu, setiap hari penduduk Kota Tawa bergantian memberi makan pria gila yang kemudian mereka namai Tangis (karena sering menangis). Memberinya makanan setiap pagi dan sore, terkadang memberikan beberapa camilan juga saat malam tiba. Mereka akan berbincang, atau lebih tepatnya mereka akan berbicara dan Tangis akan mendengarkan dengan tenang sembari menyantap camilannya. Tangis kini dibuatkan rumah di bawah pohon rindang di pinggir taman itu, supaya ia tidak kehujanan, tetap aman, dan merasa nyaman ketika harus menangis sendirian. Begitu terus hingga berminggu-minggu lamanya.

Hingga pada satu hari, Tangis tidak ditemukan di rumahnya di bawah pohon rindang itu. Penduduk Kota Tawa yang cemas akhirnya mencari-cari di seluruh kota, memanggil-manggil namanya dengan lantang dan penuh harap, agar pria gila yang telah menjadi kesayangan penduduk Kota Tawa itu mau menjawab.

Namun, sia-sia, Tangis seperti hilang tanpa jejak. Penduduk Kota Tawa berbondong-bondong datang ke rumah Tangis, bersimpuh, dan suara yang asing itu terdengar. Suara yang dikeluarkan Tangis setiap harinya sembari menyumpahi kehidupan. Suara tangis. Penduduk Kota Tawa menangis! Kota dipenuhi kemuraman dan dering tangisan yang menggema di tengah kota memekakkan telinga. Mereka menangis. Keras. Setelah sekian lama.

Sebenarnya, Tangis tidak pernah meninggalkan kota, ia hanya bersembunyi atau terkunci pada dalamnya hati manusia. Ia tak pernah meninggalkan kita, hanya mungkin, kita tak pernah memberi ruang untuknya sehingga ia berkeliaran entah kemana. Ketika tangis hilang, maka yang dapat kita lakukan hanyalah menangis.

https://bit.ly/KONGSIVolume1


Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)
Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)

Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)
Sayembara Cerpen Pulpen XV (Special Event: KONGSI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun