Dunia menyadarkanku. Manusia-manusia mati yang hidup dan manusia-manusia hidup yang mati, hatinya. Tapi ia tak benar-benar mati, hanya terkadang sekarat. Sungguh hati bukanlah benda mati, ia hidup yang tak kasat mata. Pun bisa terbentur, tergores, ternodai. Siapakah hati yang tak pernah sakit? Ia pasti sembuh, segeralah membaik wahai hati. Sebab tanpamu, siapalah aku.
Tapi kini, yang jadi problemku disini adalah aku inginkan dirimu lagi, aku inginkanmu kembali, meski kutau aku harus bisa bertahan menahan semuanya. Bahkan, setelah bertemu denganmu, hatiku selalu tak bisa dibohongi. Ia rindu, rindu yang semakin mendalam. Kalau pun berbagai cobaan sedang menghampiriku, menguji kemampuanku, kurasa ga perlu untuk menceritakan semua masalahku padamu disini. Tolong doakan aku kuat. Doakan aku bisa menjalaninya dengan baik. Menyelesaikannya dengan benar. Barangkali kamu muak isi celotehku hanya perihal cinta. Itu yang tak bisa kupungkiri.
Aku tau kamu selalu baik. Aku minta maaf jika cintaku mengganggumu. Aku tak pernah tau harus bagaimana merealisasikan cinta. Hatiku inginkanmu. Kamu terlalu nyata untuk kuanggap sebagai khayal yang harus berlalu. Dan aku terlalu cinta untuk melepaskanmu. Cintaku masih saja kamu, aku terlalu bodoh sebab terlalu cepat memberikan segalanya. Dan kini kutanggung sendiri resikonya. Meneteskan banyak air mata. Kalaupun hatiku salah menginginkanmu, maka biarkan aku dalam kesendirianku. Atau dalam keterpaksaanku melupamu.
[Udah Februari lagi.]
Kurasa sudah saatnya membuka lembar baru barangkali? Aku berusaha mengcover sebisa mungkin diriku di depanmu, hari-hariku biru, bibirku harus membisu, aku tak pernah tau lagi bagaimana hatimu sekarang, Aku pun ikut bahagia melihat harimu, meskipun aku bukan bagian darinya.
Entahlah, bagiku pergantian tahun tak berarti apa-apa, tidak menjadi begitu bermakna, tidak menjadikanku berubah layaknya powers rangers juga. Nanti, kalau kau merasakan hal yang seperti ini. Berhati-hatilah, pertanyakan ada apa dengan dirimu? Apa yang terjadi pada hatimu? Inti dirimu.
Masih disini, di kafe sudut kota. Sendiri . Bersama redup lampu temaram dan cahaya malam, juga alunan sajak mendayu-dayu. Aku masih disini saja, menghempaskan kekesalan pada sebuah cangkir hitam legam akan kepekatannya. Masih disini , meratapi nasib bersama pahitnya kopi dan hitam legam sweaterku. Lantas, kalau aku masih disini saja, dimanakah dirimu?
Aku lelah, kemudian mataku berkaca-kaca . Berharap ditemani seseorang yang disayang . Tapi itu semu. Jika aku menyerah, lantas . Bagaimana hidupku berakhir nanti?
Oh, Sungguh menyebalkan sekali malam ini.
Pekan kemarin, aku bermimpi tentangmu. dua kali malah, sebelum saat dulu itu “kamu hadir” sebagai yang “tidak hadir” atau lebih tepatnya mimpi yang bercerita kabar kematianmu. Kemudian tentang dirimu yang menghampiri dan mengajukan pertanyaan padaku. Juga semalam, tentang kamu, dan aku, yang kembali menjadi kita.
Aku terlalu mencintaimu sepertinya. Padahal aku sadar berpisah denganmu telah menjadi begitu mudah, semudah memotong benang merah. Juga tak berbicara tentangmu, tak mengingat sama sekali sosokmu, tak ingin mengetahui sedang apa dan dimana. Sudah tidak. Atau barangkali memang seharusnya begitu bukan? Tentangmu, sanubariku mengenang dengan baik dirimu. Semoga sukses ya. Segeralah sukses, dan raih kebanggaan teruntuk orangtuamu, keluargamu.