[Desember]
Kisah kita berakhir. Aku dan kamu selesai. Di malam purnama berbulan lalu menjadi saksi kebahagiaanku dan malam gerhana kini saksi berakhirnya kita. Kamu mengatakan satu paragraf penuh kata, yang intinya kamu tidak mencintaiku lagi. Untuk pertama kalinya, aku membencimu. Saat kau mencampakkanku begitu. Untuk pertama kalinya, aku berfikir kamu seorang yang jahat. Tapi kemudian, aku merasa tersiksa sendiri atas cinta. Sejauh ini, mengenangmu serasa menyakitkan. Tapi aku tetap melepasmu pergi, haruskah aku bilang goodbye? Atau see you? Pergi pergilah aku ikhlas. Karena yang kutau, untuk sekarang inilah yang terbaik diantara kita berdua, agar tak lebih menyakiti lagi juga tak bertahan untuk pura-pura lagi. Silahkan pergi sejauh mungkin.
Pada malam itu aku berkata padamu, “Temukan. Temukanlah seseorang yang membuatmu banyak berkorban tanpa dia memintanya. Seperti yang kulakukan padamu, sebab orang itu bukanlah aku.”
baru keesokan harinya aku menangis. Setelah kemarin perasaan membeku sejenak. Hati ini milikku bukan? Aku berhak sakit hati? Lemah sekali ya. Hanya karena perpisahan. Remuknya hati ini. Sungguh memalukan.
[Seminggu kemudian]
Kadang aku ingin tau, apakah kau juga merindukanku seperti aku merindukanmu? Atau kau telah melupakanku dan berlari kepadanya? Entahlah. Sampai detik ini pun aku masih tak tau. Aku menunggu, cinta ini masih milikmu.
Dalam kesepian aku berusaha selalu tersenyum, dalam kesunyian hidup aku bersimpuh, dan dalam heningnya malam aku berdo’a.
Pernahkah sekali saja kau merasa rindu? Atau setidaknya mengingatku di sela-sela waktumu? Aku merindu seluruh hal yang ada padamu. Perkataanmu, tawamu, sikapmu, seluruhnya. Aneh ya? Bahkan, aku sekarang tak tau harus bersikap bagaimana. pun juga tanpa saling memberi kabar. Dan rindu ini terpendam semakin dalam saja, alay? Mungkin. Biarkan saja, toh aku juga tak mengungkapkannya langsung padamu. Begitu banyak hal yang harus dijaga hati ini. Seperti rahasia, bahkan untuk menyinggungnya saja dirasa takperlu. Ah sudahlah.
[Tahun baru]