Mohon tunggu...
Dewi Ailam
Dewi Ailam Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pengagum dunia seputar Al-Qur'an dan tafsirnya. Salam Literasi^^

Sungguh tidak ada daya menghindarkan diri dari kemaksiatan kecuali dengan perlindungan-Nya dan tidak ada kekuatan melaksanakan ketaatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Semoga melalui tulisan ini menjadi setitik wasilah menggapai keberkahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berhenti Merasa Terusik dengan Pertanyaan "Kapan Nikah"

29 Maret 2021   10:00 Diperbarui: 29 Maret 2021   20:57 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pinterest/Pin

Sejak dulu, fenomena menikah muda telah marak terjadi di masyarakat, bagi perempuan yang telah akil baligh (berakal dan cukup umur) maka telah dianggap dewasa dan siap untuk menikah. Akan tetapi, benarkah menikah suatu kewajiban yang jika tidak segera dilaksanakan akan membuat malu keluarga?

Jawabannya tergantung bagaimana seseorang menilainya. Sudut pandang hukum negara mengatakan, pernikahan diizinkan apabila laki-laki dan perempuan mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun (Berdasarkan UU No. 16 Pasal 7 Tahun 2019). 

Usia minimal 19 tahun dianggap usia dimana perempuan -yang akan menjadi Ibu- bisa melahirkan dengan sehat, telah menyelesaikan pendidikan atas dimana berkesempatan untuk bekerja atau belajar lagi dan memiliki kesiapan mental untuk membina keluarga sehat. (Berdasarkan informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pendidikan Anak).

Jika dilihat dari sudut pandang agama,  mayoritas ulama’ fiqih sepakat bahwa:

Menikah (pernikahan) bertujuan untuk kemaslahatan (kebaikan) baik untuk laki-laki maupun perempuan. 

Hal ini berlandaskan kepada QS. Al-Rum, 33: 21

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu  isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa  tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Jika tidak membawa maslahah maka hukum nikah bisa menjadi makruh lho, menurut madzab Syafi’i pernikahan yang makruh adalah ketika calon mempelai tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dipikul atau masih dapat menahan diri dari berbuat zina dan tidak berkeinginan untuk menikah. Bahkan, dalam madzab Hanafi dan Maliki hal sebagaimana tersebut dihukumi haram.

Perempuan maupun laki-laki memiliki hak untuk memilih pasangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun