Negara memiliki relasi terhadap agama berdasarkan konstitusi yang berlaku. Sehingga, hukum yang berlaku di negara ini tak boleh bertentangan dengan aturan agama.
“Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena itu, sudah pasti tidak dapat dibenarkan adanya sikap merendahkan terhadap agama,” ujar pakar hukum Dr. Neng Djubaedah yang memaparkan presentasinya dalam Seminar Kebangsaan “Reformulasi KUHP Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai-nilai Keindonesiaan” di Komplek MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta (26/09). Seminar ini digagas oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia.
“Karena landasan Ketuhanan Yang Maha Esa itulah maka di negara ini tidak boleh terjadi sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama. Dengan demikian, ketika berbicara tentang masalah kesusilaan, kita pun merujuk kepada agama,” ungkapnya lagi.
Oleh karena itu, Neng memandang inisiatif judicial review terhadap pasal-pasal kesusilaan dalam KUHP yang dipandang belum sesuai dengan kepribadian bangsa yang religius ini sebagai langkah yang tepat. Koreksi terhadap konstitusi adalah suatu hal yang lazim dilakukan.
“Negara ini sangat menghormati hukum agama dan adat. Pada saat yang bersamaan, negara juga memperbarui hukum warisan kolonial,” tuturnya.
“Karena masih ada hukum warisan kolonial, maka tidak heran jika ada sebagian yang tidak sejalan dengan kepribadian bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H