Kondisi terkini di Tanah Air semestinya membuat pemerintah menyadari tentang arti penting ketahanan keluarga. Hal itu disampaikan Prof. Dr. Euis Sunarti dalam presentasinya saat membuka Seminar Kebangsaan “Reformulasi KUHP Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai-nilai Keindonesiaan” di Gedung Nusantara V, Komplek MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta (26/09).
Pada seminar yang diprakarsai oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia tersebut, Euis mengingatkan bahwa latar belakang keluarga yang rapuh ada di balik kasus prostitusi gay di Bogor yang belakangan ini menghangatkan pemberitaan media di seluruh Indonesia.
“Kasus tersebut hendaknya didalami secara komprehensif. Tidak hanya melihat satu sisi saja. Dari keseluruhan korban anak-anak yang dijadikan obyek seks, tidak ada yang menyampaikan apa pun kepada orang tuanya,” ungkap Euis.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak tersebut memiliki keluarga yang tak harmonis. “Keluarga yang rusak tidak lagi mampu berfungsi untuk melindungi anak-anak. Akibatnya, orang tua tak tahu-menahu apa yang terjadi pada anak-anaknya, dan anak-anak pun tak mau bercerita,” sambungnya.
Kerusakan keluarga juga kerap berdampak pada penyimpangan seksual. Di suatu desa yang tak disebutkan namanya, Euis menambahkan, perzinaan sudah dipandang sebagai hal yang biasa.
“Di desa itu, sampai 70% penduduknya terbiasa berzina. Bahkan ada yang sampai berzina dengan mertuanya sendiri,” tandas Euis.
Segala permasalahan ini semestinya tidak perlu terjadi jika saja keluarga memiliki ketahanan yang kuat. Akan tetapi, berbagai permasalahan mulai dari krisis ekonomi sampai lunturnya nilai-nilai agama telah membuat segalanya menjadi semakin kompleks. Karena itu pemerintah harus menaruh perhatian besar pada masalah ketahanan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H