Kedua contoh di atas sangat nyata bahwa konten media sosial bisa sangat berpengaruh dalam mengerakan opini masyarakat, ini harus dipahami betul bagi seluruh Stakeholder pemilu saat masuk tahun politik 2024 dimana 14 Februari akan memilih presiden dan 27 November akan melaksanakan Pilkada, pertanyaan apakah pemilu 2024 nanti akan meningkatkan kualitas demokrasi atau bahkan membuka luka lama saat pemilu presiden 2014, 2019 serta pilkada DKI 2017 dimana perpecahan sampai ke tingkat bawah, masyarakat desa yang taunya hanya memilih pemimpin yang baik buat bangsa ini malah terbawa kepada isu SARA,
Pengawasan dan aturan main dalam dunia media sosial harus bisa menjadi perhatian baik KPU dan bawaslu serta stakeholder dan tokoh politik nasional, literasi digital Indonesia baru 62% dibawah Rata-rata negara ASEAN yang sudah 70%, ini menjadi tantangan tersendiri bagi stakeholder pemilu agar nantinya demokrasi di indonesia lebih berkualitas dan mengedepankan gagasan bukan masuk ke ranah SARA
KPU sebagai lembaga penyelanggara pemilu harus mampu membuat regulasi yang jelas dalam pelaksanaan kampanye di media sosial, defisini media sosial, akun kampanye serta aturan endorsment perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini, serta dalam konteks pengawasan bawaslu sebagai lembaga pengawasan pemilu harus mampu meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengawasan pemilu, tidak hanya itu kominfo serta kepolisian harus memasifkan patroli siber untuk menekan sebaran berita bohong, sehingga pemilu 2024 nanti kita bersama berharap menjadi benar-benar pesta demokrasi, pesta yang setiap orang bertanggung jawab atas keberhasilannya, pesta yang sangat menyenangkan, pesta yang setelah usai tidak menimbulkan luka dan semoga demokrasi di negara kita ini menjadi demokrasi yang menyenangkan...
PenulisÂ
Rizka kurniawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H