Mohon tunggu...
Aiimas Surya
Aiimas Surya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Kebaikan Seribu Harapan

3 Oktober 2017   22:01 Diperbarui: 3 Oktober 2017   22:16 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini sinar matahari kembali masuk melalui celah -- celah gorden yang sedikit terbuka, tidak ada yang istimewa dari kamar yang hanya berukuran 3 x 3 tersebut. Nampak diatas kasur sedang terbaring dengan lelap, sosok gadis berumur 16 tahunan dengan pakaian tidur yang berwarna biru cerah dngan motif bunga -- bunga berukuran kecil. Sesekali ia mengguliatkan badannya kearah lain karena sudah merasa pegal dengan posisi tidur yang sebelumnya. 

Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki, tak lama terdengar suara pintu dibuka "Ju,,, Juan ! bangun sayang !" suara itu begitu lembut, meskipun lembut suara itu mampu membangunkan gadis yang sedang tertidur diatas ranjang tersebut. Yang dibagunkan hanya menggerakan tubuhnya kearah sebaliknya. 

Kali ini dengan sentuhan lembut beliau berusaha membangunkan putrinya yang sedang tertidur itu, sambil mengelus -- ngelus bahu sang anak dengan lembut beliau membangunkan anaknnya " Nak, ayo bangun ! ini sudah siang, kamu tidak sekolah lagi hari ini ?". sang anak tetap tidak menanggapi sang ibu. Akhirnya sang ibu bangkit dari ranjang dan pergi keluar dengan raut muka yang sendu. 

Setelah sang ibu keluar, Juan sapaannya sehari -- hari hanya membuka matanya dan menatap dengan tatapan kosong ke langit -- langit kamar. Banyak hal yang begitu mengusik hatinya, banyak hal yang mengganggu pikirannya, banyak pertanyaan yang ia ingin ketahui atas jawaban tersebut namun ia tidak tahu harus bertanya pada siapa, ia tidak ingin kedua orang tuanya sedih. 

Namun apa daya semua yang terjadi pada dirinya begitu mengusik hati dan pikirannya. Sudah seminggu Juan tidak masuk sekolah. Siswa yang bernama lengkap Juanita Putri ini bersekolah di SMA Budi Asih -- Tangerang. Sekarang ia duduk dikelas 2, ia juga memiliki banyak teman. Jadi apa yang membuat ia tidak mau pergi kesekolah. 

Sore itu didepan rumah Ibu Juan sedang menyapu halaman rumah, tak lama ayah Juan yang seorang petugas pengantar paket pulang dengan menggunakan motor tuanya. Motor tua ayah memasuki halaman rumah dan diparkir tepat dibawah pohon yang berada di halaman rumah, "Assalamualaikum" salam ayah sambil memberikan tangannya kepada ibu. "wa'alaikumsalam, pak. Bapak mau dibuatkan apa ? teh apa kopi ? " Tanya ibu sambil salim ke ayah. "teh saja bu" jawab ayah. Ibu berjalan memasuki rumah untuk membuatkan ayah teh, sementara ayah duduk di depan teras sambil melepaskan sepatunya. 

Tidak lama ibu keluar sambil membawa segelas teh yang dibuatnya. Keluarga Juang memanglah bukan keluarga yang terbilang berada, namun dapat dikatakan cukup, cukup untuk menyekolahkan Juan dan adik -- adiknya, cukup untuk makan sehari -- hari dan cukup untuk disyukuri segala nikmat yang tuhan berikan. Kedua adik Juan masih duduk dibangku sekolah dasar. Anissa adik pertama Juan duduk dibangku kelas 5 dan Ahmad adik keduanya duduk dikelas 4. Ibu Juan seorang ibu rumah tangga biasa, kadang -- kadang beliau membantu para tetangga untuk membersihkan kebun atau mengasuh anak -- anak mereka. 

Meskipun penghasilan ibu Juan tidak terlalu besar tapi cukup untuk meringankan sedikit beban ayah Juan. Meskipun kehidupan keluarga Juan sangat sederhana tetapi kedua orang tua Juan selalu mengajarkan kepada anak -- anaknya cara untuk bersyukur dan menikmati nikmat yang tuhan berikan. Meskipun 2 tahun lalu keluarga Juan harus menghadapi cobaan yang begitu berat, namun mereka tetap sabar dan tegar dalam menghadapi cobaan tersebut. 

Tepatnya 2 tahun lalu saat Juan baru masuk ke sekolah menengah kejuruan, Juan mengalami kecelakaan akibat angkutan umum yang ia naiki menerobos palang pintu rel kereta api. Juan beruntunng tragedy tersebut tidak samapai merenggut nyawanya namun, Juan harus merelakan kaki kirinya harus di amputasi karena mengalami luka yang sangat serius. 

Butuh waktu lama Juan untuk sembuh baik  secara fisik maupun psikologis. Namun pelan tapi pasti Juan dapat menerima kondisinya dan kembali kesekolah serta bermain dengan teman -- temannya. Tapi apa yang terjadi dengan Juan, apa yang membuat dia kembali seolah -- olah tidak mempunyai semangat untuk bersekolah dan menggapai cita -- citanya. 

Sambil meletakan teh di meja, " pak, Juan tadi tidak berangkat kesekolah lagi. Ini sudah seminggu Juan tidak masuk pak", keluh ibu. Setelah meneguk teh  yang ibu buat ayah menarik nafas panjang. " sudahlah bu, kita biarkan dulu Juan" jawab ayah. "dibiarkan gimana yah, guru -- guru sudah menanyakan kapan Juan masuk ? Juan akit apa ? apa sakitnya parah ? ibu bingung yah! Bingung sama Juan kenapa ditambah bingung harus bilang apa sama guru -- gurunya!"sanggah ibu. " Bu Juan itu anak kita, bapak percaya pasti dia punya alas an kenapa dia bersikap seperti ini" sambil meneguk lagi teh bauatan ibu " sekarang sebagai orang tua, seharusnya kita membantu dan memahami apa yang sebenarnya Juan inginkan atau gini saja biar ayah yang coba tanya ke Juan apa yang dia inginkan". Jawab ayah bijak.

Pagi itu ayah yang mencoba membangunkan Juan kebetulan juga hari iti hari minggu jadi ayah sedang libur kerja. Dengan perlahan ayah membuka pintu kamar Juan. Sambil mengelus lembut ujung kepala Juan, ayah membangunkan Juan dengan suara lembut." Anak ayah yang kuat dan cantik, ayo bangun dong sayang" ucap ayah. Seperti biasa Juan tidak merespon panggilan ayah. Dengan sabar ayah membangunkan Juan sekali lagi, " kenapa Juan bikin ayah sedih ? apa salah ayah ? kenapa Juan tidak mau berbicara dengan ayah ? "ucap ayah sendu. 

Juan membuka matanya dan menatap ayahnya nanar. Matanya mulai berkaca -- kaca namun Juan masih belum mau bercerita kepada ayahnya apa yang sebenarnya ia risaukan.Juan bangun terduduk mengahadap ayah, ia terlihar ragu untuk menceritakan masalahnya. Ayah menatap Juan dengan lembut, " ayah lebih suka kalau kamu mau jujur dengan ayah, ayah ga suka kamu terus diam seperti ini, ayah tau kamu tidak mau sekolah pasti karna ada alasannya kan" ucap ayah lembut. 

Akhirnya juan menceritakan apa masalah yang terjadi, bagaimana teman -- teman memperlakukannya sebagai sesorang yang menyedihkan, bagaimana teman -- teman disekolahannya mengejeknya karena hanya mempunyai satu kaki. Saat bercerita kepada ayahnya Juan tak kuasa menahan tangisnya, awalnya dia menerima perlakuan teman -- temannya itu sesuai yang ayahnya ajarkan bahwa kita harus berbesar hati dan selalu ikhtiar dengan ujian yang tuhan berikan namun makin lama hatinya semakin sakit mendengar ucapan teman -- temannya tersebut. Sambil bercucuran air mata Juan mencurahkan isi hatinya beserta pertanyaan -- pertanyaan yang ia pendam, mengapa harus Juan? Apa salah Juan ? dengan bijak dan penuh rasa kasih sayang "karna Juan kuat, karna tuhan peraya bahwa Juan bisa melewati ini semua dan menjadi anak ayah yang hebat", " tapi juan malu yah dipanggil si buntunglah dijalan, dipanggil si kaki satu disekolah. Juan ingin kaki palsu tapi Juan kasihan sama ayah karna kaki palsu itu mahal dan lagi adik -- adik juga butuh biaya buat sekolah mereka, jadi Juan tidak mau membebani ayah" isak Juan. " Juan bukan beban buat ayah, Juan itu tanggung jawab ayah, permata ayah jadi ayah bakal jaga Juan dengan segenap jiwa raga ayah. 

Jadi jangan merasa bahwa Juan adalah beban mengerti!"." Untuk masalah kaki palsu Juan percayakan sama ayah, kebetulan temen ayah ada yang kasih info dimana tempat pembuat kaki palsu dengan harga terjangkau, kebetulan juga biar gaji ayah tidak besar tapi dengan bantuan ibu, ayah dan ibu punya sedikit tabungan untuk membeli kaki palsu buat Juan." Lanjut ayah. " beneran yah ?" jawab Juan masih dengan raut wajah sendu. Ayah hanya tersenyum dan mengangguk. 

Sambil memeluk ayah " terima kasih yah, maaf sudah membuat ayah sedih, Juan janji bakal jadi anak ayah yang kuat dan tangguh, Juan tidak bakal dengerin kata -- kata orang yang hanya membuat Juan terpuruk malah sebaliknya Juan bakal semakin tangguh." Ucap Juan.

Keesokan harinya ayah Juan mendatangi rumah bapak Alisaga, beliau adalah seorang seniman pembuat patung yang beralih profesi untuk membuat kaki tangan palsu untuk orang -- orang yang tidak mampu. Bapak Alisaga bertempat tinggal di belakang rumah sakit Shintanala Tangerang. Bapak Alisaga menjual kaki tangan pasu dengan kisaran harga dari 2 sampai 4 jutaan. Beliau hanya ingin membantu sesama dengan keahlian yang beliau miliki. Satu hal yang dapat kita pelajari dari bapak Alisaga bahwa berbagi bukan hanya sekedar materi jangan jadikan materi sebagai penghalang untuk berbagi dan berbuat kebaikan kepada sesama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun