Mohon tunggu...
Aiimas Surya
Aiimas Surya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Kebaikan Seribu Harapan

3 Oktober 2017   22:01 Diperbarui: 3 Oktober 2017   22:16 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu ayah yang mencoba membangunkan Juan kebetulan juga hari iti hari minggu jadi ayah sedang libur kerja. Dengan perlahan ayah membuka pintu kamar Juan. Sambil mengelus lembut ujung kepala Juan, ayah membangunkan Juan dengan suara lembut." Anak ayah yang kuat dan cantik, ayo bangun dong sayang" ucap ayah. Seperti biasa Juan tidak merespon panggilan ayah. Dengan sabar ayah membangunkan Juan sekali lagi, " kenapa Juan bikin ayah sedih ? apa salah ayah ? kenapa Juan tidak mau berbicara dengan ayah ? "ucap ayah sendu. 

Juan membuka matanya dan menatap ayahnya nanar. Matanya mulai berkaca -- kaca namun Juan masih belum mau bercerita kepada ayahnya apa yang sebenarnya ia risaukan.Juan bangun terduduk mengahadap ayah, ia terlihar ragu untuk menceritakan masalahnya. Ayah menatap Juan dengan lembut, " ayah lebih suka kalau kamu mau jujur dengan ayah, ayah ga suka kamu terus diam seperti ini, ayah tau kamu tidak mau sekolah pasti karna ada alasannya kan" ucap ayah lembut. 

Akhirnya juan menceritakan apa masalah yang terjadi, bagaimana teman -- teman memperlakukannya sebagai sesorang yang menyedihkan, bagaimana teman -- teman disekolahannya mengejeknya karena hanya mempunyai satu kaki. Saat bercerita kepada ayahnya Juan tak kuasa menahan tangisnya, awalnya dia menerima perlakuan teman -- temannya itu sesuai yang ayahnya ajarkan bahwa kita harus berbesar hati dan selalu ikhtiar dengan ujian yang tuhan berikan namun makin lama hatinya semakin sakit mendengar ucapan teman -- temannya tersebut. Sambil bercucuran air mata Juan mencurahkan isi hatinya beserta pertanyaan -- pertanyaan yang ia pendam, mengapa harus Juan? Apa salah Juan ? dengan bijak dan penuh rasa kasih sayang "karna Juan kuat, karna tuhan peraya bahwa Juan bisa melewati ini semua dan menjadi anak ayah yang hebat", " tapi juan malu yah dipanggil si buntunglah dijalan, dipanggil si kaki satu disekolah. Juan ingin kaki palsu tapi Juan kasihan sama ayah karna kaki palsu itu mahal dan lagi adik -- adik juga butuh biaya buat sekolah mereka, jadi Juan tidak mau membebani ayah" isak Juan. " Juan bukan beban buat ayah, Juan itu tanggung jawab ayah, permata ayah jadi ayah bakal jaga Juan dengan segenap jiwa raga ayah. 

Jadi jangan merasa bahwa Juan adalah beban mengerti!"." Untuk masalah kaki palsu Juan percayakan sama ayah, kebetulan temen ayah ada yang kasih info dimana tempat pembuat kaki palsu dengan harga terjangkau, kebetulan juga biar gaji ayah tidak besar tapi dengan bantuan ibu, ayah dan ibu punya sedikit tabungan untuk membeli kaki palsu buat Juan." Lanjut ayah. " beneran yah ?" jawab Juan masih dengan raut wajah sendu. Ayah hanya tersenyum dan mengangguk. 

Sambil memeluk ayah " terima kasih yah, maaf sudah membuat ayah sedih, Juan janji bakal jadi anak ayah yang kuat dan tangguh, Juan tidak bakal dengerin kata -- kata orang yang hanya membuat Juan terpuruk malah sebaliknya Juan bakal semakin tangguh." Ucap Juan.

Keesokan harinya ayah Juan mendatangi rumah bapak Alisaga, beliau adalah seorang seniman pembuat patung yang beralih profesi untuk membuat kaki tangan palsu untuk orang -- orang yang tidak mampu. Bapak Alisaga bertempat tinggal di belakang rumah sakit Shintanala Tangerang. Bapak Alisaga menjual kaki tangan pasu dengan kisaran harga dari 2 sampai 4 jutaan. Beliau hanya ingin membantu sesama dengan keahlian yang beliau miliki. Satu hal yang dapat kita pelajari dari bapak Alisaga bahwa berbagi bukan hanya sekedar materi jangan jadikan materi sebagai penghalang untuk berbagi dan berbuat kebaikan kepada sesama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun