Mohon tunggu...
hayatin nufus
hayatin nufus Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa/Guru

Semua punya mimpi yang indah di waktu yang tepat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Analisis Manajemen dan Komunikasi Krisis PT. Tupperware Indonesia Dalam Menghadapi Kebangkrutan

14 Januari 2025   11:57 Diperbarui: 14 Januari 2025   11:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Sebagai respons terhadap krisis ini, PT. Tupperware Indonesia mulai menerapkan berbagai strategi manajemen krisis untuk memulihkan kondisinya. Salah satu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan restrukturisasi operasional perusahaan. Langkah ini melibatkan penutupan cabang-cabang yang tidak produktif dan pemusatan fokus pada pasar yang memiliki potensi lebih besar. Dengan langkah tersebut, perusahaan berharap dapat mengurangi biaya operasional yang tinggi dan meningkatkan efisiensi dalam operasional. Restrukturisasi ini diharapkan dapat membantu Tupperware mengatasi krisis finansial yang dihadapi dan kembali fokus pada segmen pasar yang lebih menguntungkan.

Selain itu, perusahaan memprioritaskan digitalisasi sebagai strategi untuk menghadapi tantangan di pasar yang semakin didominasi oleh teknologi. PT. Tupperware Indonesia mulai memperluas distribusi produknya melalui platform e-commerce serta media sosial seperti Instagram. Langkah ini bertujuan untuk menjangkau konsumen muda yang lebih akrab dengan teknologi digital dan meningkatkan keterlibatan merek di pasar online. Dengan memanfaatkan platform-platform tersebut, Tupperware berharap dapat lebih dekat dengan konsumen dan memperkenalkan produk-produk terbaru secara lebih efektif. Ini juga merupakan langkah penting untuk memperkuat brand presence dan meningkatkan penjualan, mengingat semakin banyak konsumen yang beralih ke belanja online.

Namun, tantangan digitalisasi bukan hanya soal memanfaatkan platform e-commerce dan media sosial. Tupperware juga perlu mengubah pola pikir dan budaya perusahaan yang lebih mengutamakan penjualan langsung. Mengubah kebiasaan konsumen yang sudah terbiasa membeli produk secara langsung menjadi membeli secara daring membutuhkan waktu dan pendekatan yang tepat. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa pengalaman berbelanja online dengan Tupperware memberikan kenyamanan dan kemudahan yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan pesaing. Aspek kenyamanan, kemudahan navigasi, dan pelayanan pelanggan yang responsif menjadi hal yang sangat penting dalam menciptakan pengalaman belanja yang memuaskan bagi konsumen.

Dalam hal komunikasi krisis, Tupperware mengedepankan transparansi dalam menyampaikan informasi kepada publik. Perusahaan secara rutin memberikan pembaruan mengenai langkah-langkah pemulihan yang dilakukan dan kondisi terbaru perusahaan. Ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan konsumen serta pemangku kepentingan lainnya. Dalam situasi krisis, penting bagi perusahaan untuk menjaga komunikasi yang jelas dan terbuka agar tidak menimbulkan spekulasi atau ketidakpastian di kalangan publik. Transparansi dalam komunikasi menjadi kunci untuk membangun kembali citra perusahaan yang positif di mata konsumen dan masyarakat umum.

Tupperware juga memanfaatkan kampanye media sosial untuk memperkuat citra merek dan membangun hubungan yang lebih baik dengan konsumen muda. Dengan mengandalkan influencer dan brand ambassador, perusahaan berusaha meningkatkan visibilitas merek di platform digital yang sering digunakan oleh konsumen muda. Kampanye ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa Tupperware tetap relevan dengan perkembangan zaman dan siap beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang terus berubah. Selain itu, kampanye ini juga berfungsi untuk memperkenalkan produk baru dan mengajak konsumen untuk lebih mengenal merek Tupperware, yang selama ini lebih identik dengan penjualan langsung.

Selain memperbaiki strategi pemasaran, PT. Tupperware Indonesia juga mulai mengembangkan produk baru yang lebih sesuai dengan tren dan kebutuhan konsumen. Salah satu fokus utama adalah desain produk yang lebih modern dan harga yang lebih terjangkau. Dengan produk baru yang lebih menarik dan harganya lebih kompetitif, perusahaan berharap dapat menarik perhatian konsumen muda yang lebih menyukai desain yang trendy dan harga yang lebih bersahabat. Produk-produk tersebut diharapkan dapat mengimbangi produk pesaing yang lebih menarik di segmen pasar tertentu, khususnya di kalangan konsumen muda yang sangat mempengaruhi tren belanja saat ini.

Studi yang dilakukan di PT. Widya Mutiara Bali memberikan gambaran tentang bagaimana kualitas produk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian konsumen, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,574. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih produk berkualitas tinggi meskipun harga yang ditawarkan lebih tinggi. Namun, harga tetap menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan, dengan koefisien regresi sebesar 0,235. Ini berarti meskipun kualitas menjadi faktor utama, konsumen tetap mempertimbangkan harga sebagai faktor signifikan dalam menentukan pilihan produk.

Krisis yang dihadapi Tupperware juga memberikan pelajaran penting bahwa perusahaan harus terus beradaptasi dengan perubahan zaman dan permintaan pasar yang semakin dinamis. Transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan agar perusahaan tetap relevan di pasar. Jika Tupperware dapat mengatasi tantangan ini dengan cepat dan efektif, ada kemungkinan perusahaan dapat kembali meraih kesuksesan di masa depan. Namun, untuk itu, perusahaan harus memastikan bahwa setiap strategi yang diterapkan dapat terintegrasi dengan baik dan mencakup semua aspek penting, dari kualitas produk hingga komunikasi dengan konsumen.

Kesimpulan

Manajemen dan komunikasi krisis yang diterapkan PT. Tupperware Indonesia memberikan pelajaran penting tentang pentingnya inovasi digital, restrukturisasi operasional, dan transparansi komunikasi dalam menjaga keberlanjutan perusahaan. Perubahan strategi distribusi melalui digitalisasi menunjukkan upaya perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar. Selain itu, kualitas produk tetap menjadi keunggulan kompetitif utama bagi Tupperware, meskipun harus diimbangi dengan harga yang lebih kompetitif untuk menarik konsumen. Penelitian ini menyoroti pentingnya fleksibilitas dan adaptasi dalam menghadapi krisis bisnis di era modern.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun