Saya tergelitik dengan komentar teman saya beberapa hari yang lalu ketika saya harus mendampingi anak-anak UAS SD. Katanya, "In, apa nggak pusing tuh kamu ngajarin dua anak sekaligus. Sampai-sampai 2 minggu BB, FB, twitter OFF!"
Menjawab pertanyaan itu, saya cukup menulis, "punya atau nggak punya anak, sama repotnya. Jadi lebih baik, punya anak ajah. 1 anak sama repotnya dengan 3 anak. Jadi bikin ajah 3 anak." Dia pun membalas dengan tulisan tertawa terpingkal-pingkal sambil menyertakan emoticon jempol.
Saya jadi ingat teman saya di Jogja, yang sampai di tahun ke-7 pernikahannya, belum juga dikaruniai anak. Kita bertemu di satu acara reuni sekolah yang kebetulan diadakan di satu tempat penginapan. Dia datang dengan suaminya, sementara saya datang dengan 3 anak saya, tanpa suami. Sepanjang acara reuni, dia hanya melihat saya yang sibuk mengurusi anak-anak saya, sambil sesekali ikut bergabung mengobrol dengan teman-teman saya.
Anak saya yang terbesar laki-laki usia 9 tahun, adiknya perempuan usia 7 tahun, dan yang terkecil, perempuan usia 1 tahun. Kebetulan saya dikaruniai anak laki-laki yang sangat aktif.
Teman saya ini (mungkin sudah tidak sabar pingin komentar) akhirnya bersuara juga, "wah In, apa kamu nggak stres sama anak-anakmu."
Saya menjawab dengan senyum. "Repot yang begini, ada masanya kok." Dia mengangguk-angguk sambil masih terus mengerutkan keningnya. Dilihatnya, si Kakak sudah bergelantungan di pilar-pilar tempat tidur, sementara adiknya asik bercanda dengan teman sebaya dengan begitu riuh. Untungnya si kecil sudah tertidur di tempat tidur terpisah.
Pertanyaan senada sering saya dengar manakala saya membawa anak-anak sendirian (tanpa suami), datang ke sejumlah acara. Harap maklum saja, saya termasuk orang yang senang berkumpul walaupun harus direpotkan dengan membawa anak-anak. Bagi saya, anak-anak pun bisa menikmati kesenangan yang sama bertemu teman-teman ibunya. Heheheheeee......
Kini, bagi sebagian besar orang, punya anak 3 memang dapat dikategorikan sebagai keluarga besar. Umumnya, pasangan se-usia saya yang sudah kepala 3, telah dikaruniai 1 atau 2 anak. Jika saja akhirnya mereka dikaruniai anak lebih dari 2, hal itu belum tentu dikarenakan si pasangan 'kebablasan' punya anak. Siapa tahu keputusan itu sudah menjadi pilihan sejak awal mereka menikah. Beberapa teman saya bahkan memiliki 5 atau 6 anak. Dan di mata kami, kondisi tersebut termasuk luar biasa.
Para orangtua kita, kebanyakan juga memiliki anak banyak. Lebih dari 4 atau bahkan mencapai jumlah, 8 hingga 12 anak. Bisa dibayangkan betapa repotnya orang tua kita saat itu membesarkan anak-anaknya.
Merujuk nasehat ibu saya, "jangan takut punya anak banyak. Rejeki sudah ada yang ngatur. Punya anak sama repotnya nggak punya anak."
Benar juga apa yang dibilang ibu saya ini. Buktinya, teman saya yang belum juga dikaruniai anak, selalu repot harus menjawab pertanyaan orangtuanya, kerabatnya, mertuanya yang selalu menanyakan kapan punya anak, kapan berobat ke dokter kandungan, apa usahamu supaya punya anak, dan lain-lain. Dan temanku ini hanya bisa mengeluh, "capek hati aku."
Anak memang menjadi rejeki dari Tuhan. Apapun yang kita alami, haruslah disyukuri. Saya pernah mendengar nasehat seorang ustad yang mengatakan bahwa anak diberikan pada para orangtua yang diyakini telah siap untuk membesarkannya. Tuhan memberikannya juga disaat yang selalu tepat jadi jangan pernah mengingkarinya.
Nah, kalaupun saya diberi 3 anak, berarti Tuhan telah mengukur kemampuan saya untuk membesarkan 3 anak saya ini. Selanjutnya, saya harus menikmati kerepotan-kerepotan yang harus dihadapi di setiap harinya. Itulah nikmat kehidupan.
Selamat menjadi Ibu Bahagia!!!...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H