Mohon tunggu...
Aidina Fitri
Aidina Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Currently studying Economic.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Ranah Personal Tak Lagi Aman: Fenomena Femisida dan Ancaman terhadap Keselamatan Perempuan

28 Mei 2024   12:10 Diperbarui: 28 Mei 2024   12:41 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/1139481143194187618/

Fenomena femisida: Kenyataan kelam yang menyelimuti perempuan Indonesia. Dilansir melalui Komnas Perempuan, femisida adalah pembunuhan perempuan dengan alasan tertentu ataupun karena ia perempuan, dalam relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku. Femisida, bukanlah isu baru dalam masyarakat kita. Seperti kasus yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur pada Oktober 2023 silam, seorang perempuan berinisial DSA (29) tewas dianiaya setelah dipukul dua kali menggunakan botol miras oleh sang pacar.

Baru baru ini kasus serupa di ranah intim juga terjadi di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Seorang istri berinisial RT (24) ditikam dengan parang pada Jumat, (3/5/2024) oleh suaminya karena mengigau saat tidur. Adapun RM (50), yang dibunuh oleh kekasihnya. Jasad RM kemudian dimasukkan koper oleh pelaku dan dibuang di Cikarang, Jabar, pada (24/4/2024). Pembunuhan terhadap perempuan telah menjadi hal yang semakin mengkhawatirkan, dengan kasus-kasus yang terus meningkat.

Kekerasan tersebut tergolong dalam konteks kekerasan personal yang seringkali dilakukan oleh orang terdekat seperti suami atau pacar. Kekerasan dalam hubungan romansa dan pernikahan mencakup berbagai tindakan yang bisa berupa penganiayaan fisik dan juga tindakan psikologis seperti batasan interaksi, intimidasi, ancaman, kekerasan emosional, dan perendahan percaya diri pasangan. Selain itu, tindakan kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pemerasan, dan eksploitasi juga termasuk dalam pola kekerasan ini.

Laporan CATAHU 2024 Komnas Perempuan menunjukkan 2098 kasus aduan ranah personal, yang merupakan kasus tertinggi setiap tahun. Beberapa jenis kekerasan yang terjadi dalam ranah personal termasuk kekerasan oleh mantan pacar, yang tercatat 713 kasus dan merupakan yang paling sering diadukan. Selanjutnya adalah kekerasan terhadap istri (622 kasus) dan kekerasan dalam pacaran (422 kasus). Data menunjukkan bahwa perempuan bahkan mengalami ancaman dan kekerasan di lingkungan pribadi yang seharusnya menjadi tempat yang aman.

Dari kasus hingga tragedi yang terjadi di balik tirai romansa, setiap peristiwa meninggalkan luka yang mendalam.

Faktor Pendorong Femisida 

Menurut Zulaichah, Siti (2022), faktor-faktor terjadinya femisida meliputi ketersinggungan maskulinitas, rasa amarah, tekanan untuk bertanggung jawab atas kehamilan & tanggung jawab materi, penolakan cinta, dan pemaksaan pelayanan seksual. Faktor tersebut saling berkaitan dan sering kali terjadi dalam ranah personal. Setiap komponen faktor menunjukkan dinamika kekuasaan yang kompleks dalam hubungan gender yang tentu merugikan perempuan.

Ancaman Maskulinitas

Pria yang merasa citra maskulinitasnya terancam atau terganggu bisa merasa perlu untuk menegaskan dominasinya melalui kekerasan terhadap perempuan karena tekanan sosial untuk mempertahankan maskulinitas, yang seringkali mendorong mereka untuk mengambil tindakan ekstrim.

Buruknya Pengelolaan Emosi

Faktor terbesar kedua adalah kemarahan yang tidak terkendali. Ketika emosi negatif seperti marah tidak dapat ditangani dengan baik, ini dapat menyebabkan perilaku kekerasan yang berujung pada femisida. Seringkali, emosi ini dipicu oleh frustasi dari kehidupan sehari-hari yang kemudian dilampiaskan pada pasangan atau perempuan yang dekat dengan pelaku.

Pemenuhan Tanggung Jawab

Ketika seorang pria merasa terbebani oleh tanggung jawab atas kelahiran anak yang tidak diinginkan, sangat memungkinkan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan yang sering kali dianggap sebagai penyebab situasi tersebut. Tak hanya kewajiban emosional, pria yang merasa tidak mampu memenuhi kewajiban finansial hubungannya juga dapat mengalami stres dan frustasi, yang akhirnya mengarah pada tindakan kekerasan sebagai cara untuk melepaskan tekanan. 

Penolakan Cinta

Penolakan cinta mungkin mengarah pada tindakan kekerasan. Jika cinta atau afeksi ditolak, terutama jika pria merasa memiliki hak atau klaim atas perempuan tersebut, reaksi yang ditimbulkan dapat sangat ekstrim seperti femisida.

Paksaan Hubungan Intim

Pria memaksa perempuan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya jika mereka menolak, ini seringkali mengarah pada kekerasan fisik dan emosional sebagai cara untuk memaksa atau menghukum penolakan tersebut. 

Upaya Pencegahan Femisida 

Langkah penting untuk mencegah femisida adalah meningkatkan perlindungan hukum bagi perempuan dengan memastikan bahwa korban kekerasan memiliki akses yang memadai ke perlindungan hukum dan keadilan. Penerapan penegak hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan perempuan akan memberikan sinyal kuat bahwa kekerasan tidak akan diterima dan akan dihukum secara adil.

Bentuk hukum yang tepat untuk pencegahan femisida adalah hukum pidana yang mengatur sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Hukum pidana ini harus mencakup aturan yang jelas mengenai kekerasan, ancaman dan sanksi pidana bagi pelaku, serta sistem penegakan hukum yang efektif. Selain itu, perlindungan hukum bagi perempuan juga termasuk aspek perlindungan terhadap hak-hak asasi perempuan dan peningkatan kapasitas untuk layanan korban kekerasan. Kelembagaan diperlukan untuk membantu korban kekerasan pulih dari trauma, membangun kembali kepercayaan diri, dan memperkuat pertahanan mereka terhadap tekanan dan ancaman yang mungkin datang dari pelaku kekerasan. Penting untuk memberikan dukungan sosial dan psikologis.

Seperti yang telah ditegaskan oleh Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, penerapan pasal-pasal dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, UU Perlindungan Anak atau UU TPKS yang mengakibatkan kematian pada perempuan korban harus memberatkan pelaku kekerasan dan menjatuhkan sanksi yang tegas.

Pendidikan yang mendorong kesetaraan gender sangat membantu mencegah femisida karena memberikan pemahaman tentang hak-hak perempuan dan mengubah pemikiran yang mendukung budaya kekerasan. Sangat penting diadakannya perubahan untuk menghentikan femisida. Perubahan ini melibatkan upaya untuk menantang kebiasaan yang mengizinkan kekerasan terhadap perempuan. Pendidikan tentang kesetaraan gender dan hak asasi manusia dapat membantu meningkatkan kesadaran akan hak-hak perempuan dan mengurangi toleransi terhadap kekerasan. Tanpa perubahan, upaya hukum dan penegakan tidak akan cukup mengatasi masalah femisida secara menyeluruh.

Semua lapisan masyarakat harus berperan untuk memerangi femisida. Langkah-langkah penting yang harus ditegakkan adalah perlindungan hukum yang kuat, penegakan hukum yang tegas, pendidikan tentang kesetaraan gender, dan dukungan sosial dan psikologis bagi korban kekerasan. Kita dapat membuat lingkungan yang lebih aman dan adil bagi perempuan dan memerangi femisida dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, lembaga hukum, pendidikan, dan masyarakat. Masa depan yang bebas dari kekerasan gender adalah perjuangan kita bersama.

Referensi

Siaran Pers. (n.d.). Komnas Perempuan | Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.  

Zulaichah, Siti. (2022). FEMISIDA DAN SANKSI HUKUM DI INDONESIA. Egalita, 17(1).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun