Negara yang kemudian menindaklanjuti hal ini adalah Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa. Tuduhan dari Jepang meliputi beberapa hal, seperti perlakuan khusus yang hanya menguntungkan satu negara melalui bebas tarif impor dan pajak barang mewah. Jepang menilai beberapa langkah tersebut telah melanggar peraturan GATT terutama prinsip National Treatment WTO. Hal ini kemudian diikuti oleh beberapa pertemuan bilateral Indonesia-Jepang tingkat menteri meskipun hasil yang dicapai tidak memuaskan kedua pihak. Sehingga pada bulan Oktober 1996, pemerintah Jepang melaporkan Indonesia ke WTO untuk menyelesaikan sengketa. Setelah enam bulan tidak menghasilkan penyelesaian, persoalan Mobnas dibawa Jepang ke sidang bulanan Dispute Settlement Body WTO. Pada akhirnya WTO memutuskan produksi Mobnas telah melanggar prinsip GATT, sehingga Indonesia mengubah kebijakannya untuk menghapus segala subsidi pada PT. Timor Putra Nasional. Â
Meskipun Indonesia telah menyalahi persyaratan bebas pajak dengan mengimpor penuh bahan jadi dari Korea Selatan, pencabutan seluruh kemudahan tersebut dinilai mencerminkan inefektivitas prinsip SDT. Pasal 4 Agreement on Trade-Related Investment Measures WTO seharusnya memberi kesempatan pada negara berkembang untuk menyimpang sementara dari prinsip National Treatment. Fleksibilitas yang dijanjikan oleh prinsip SDT juga semestinya dapat menjustifikasi Indonesia ketika tidak dapat memenuhi persyaratan bebas tarif WTO. Program Mobnas yang dinilai akan mendiskriminasi produk saingannya harusnya mendapat perlindungan SDT sebab berasal dari negara berkembang di tengah pasar yang di dominasi negara maju. Namun kenyataannya ketika menggunakan prinsip tersebut, Indonesia justru digugat dan kalah dalam penyelesaian sengketa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H