Mohon tunggu...
Aidi Kamil Baihaki
Aidi Kamil Baihaki Mohon Tunggu... Guru - Berusaha melinearkan membaca dan menulis

Memandang literasi sebagai kegiatan positif yang serius atau pun bermain-main.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Angpao dalam Tradisi Lebaran

21 April 2023   04:41 Diperbarui: 21 April 2023   05:09 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angpau adalah amplop yang biasanya berwarna merah dan berisi uang sebagai bentuk hadiah kepada anak cucu dalam budaya perayaan Imlek masyarakat Tionghoa.

Angpau merupakan simbol dari suatu harapan bahwa kelak pemberinya akan mendapatkan keberuntungan di masa depan.

Sebagai mana kita ketahui, tradisi memberikan hadiah uang ini bukan lagi hanya dimiliki etnis Tionghoa, melainkan sudah menular menjadi tradisi muslim Indonesia, terutama pada saat lebaran. Istilahnya mungkin berbeda-beda, dalam sebagian masyarakat Madura disebut Ontalan.

Bisanya ontalan diberikan kepada anak-anak, atau pun kepada pasangan remaja yang sudah bertunangan ketika mereka mendatangi kerabatnya dalam acara silaturrahim. Tentu saja besaran hadiah yang diberikan berbeda-beda. Semakin dekat hubungan kekerabatan atau pertemanan, akan semakin besar hadiah yang diberikan.

Teman saya pernah bercerita bahwa ia menyediakan uang hampir lima juta untuk dijadikan ontalan.

Ternyata tidak semua orang sepakat menyetujui tradisi ontalan ini sebagai tradisi positif. Ada beberapa teman yang tidak mau memberikan ontalan kepada anak-anak dari kerabatnya dengan alasan demi memelihara mental si kecil. Ia khawatir anak tersebut akan bermental pengemis, bersilaturrahmi sekedar mengharapkan uang.

Alasannya sangat masuk akal. Karena saya sendiri pernah mengalami, didatangi salah satu keluarga jauh dengan anak kecilnya. Ketika mereka pamit pulang, seperti biasa mereka bersalaman.

Saat itu saya lupa menyelipkan ontalan pada si kecil ketika saliman. Si kecil berbisik ke ibunya, "Uangnya mana?"

Dasar anak-anak, berbisiknya kurang pelan sehingga terdengar jelas di telinga saya.
Agar tidak membuat ibunya malu, saya berpura-pura tidak mendengar.

"Oh, iya. Sebentar, Om lupa memberikan hadiah. Kamu suka hadiah makanan apa uang?"

Dengan sigap segera menggendong si kecil dan memberikan tebak-tebakan yang mudah untuk dijawab, dan hadiahnya adalah uang ontalan.

Saya membayangkan, betapa malunya saya sebagai orang tua jika anak itu adalah anak saya. Jadi saya sepakat bahwa ontalan adalah tradisi yang negatif.

Tetapi pemahaman itu akhirnya berubah kembali setelah mendengar saran dari si Mbah.

"Berikan ontalan meskipun sedikit. Itu agar anak-anak termotivasi untuk terus bersilaturrahim. Sebab bagi anak-anak, apalagi yang paling menarik selain ontalan?"

"Tapi, Mbah... Bukankah itu bisa membentuk jiwa materialistis terhadap jiwa anak-anak?"
"Tidak, asalkan kita melakukan pemahaman yang tepat. Dan itu adalah tugas para orang tua."

Benar juga, walaupun awalnya dalam pemikiran si kecil bersilaturrahim hanya berorientasi pada ontalan, tetapi itu tidak akan menjadi pemikiran paten sampai dewasa. Sedangkan budaya silaturahminya tetap akan terjaga.

Sehingga jikapun tradisi ontalan membentuk mental pengemis, itu sifatnya hanya sebentar, dan akan berubah seiring kematangan perkembangan jiwanya. Sementara kebiasaan saling berkunjung antar kerabat akan tetap terpatri dalam jiwanya.

Hampir di setiap tindakan kita, pasti ada hal positif dan negatif. Jangan karena kenegatifan yang secuil kemudian kita tidak melakukan tindakan yang seharusnya, padahal sisi positifnya nyata-nyata lebih besar.

Ya, orang tualah yang akan mengambil peran memberikan pengertian pada si kecil bahwa ontalan semata-mata adalah bonus dalam bersilaturrahmi. Yang namanya bonus, ada dan tidaknya tergantung kebaikan si pemberi.

Kenyataannya, kita sebagai orang tua justeru melakukan kesalahan. Diakui atau tidak, kadang kitalah yang paling berharap terhadap ontalan. Anak kita diperlakukan sebagai kotak amal, dibawa ke sana ke mari dengan motif tersembunyi, mengumpulkan ontalan sebanyak-banyaknya, kemudian uang itu sebagian menjadi milik kita.

Semoga kita menyadari kekeliruan tersebut dan segera memperbaiki diri.

Mari jadikan tradisi ontalan sebagai hal positif untuk memotivasi anak-anak kita agar menjadi orang yang gemar bersilaturrahim.

Kepada pembaca sesama muslim, kami mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun