Mohon tunggu...
M Aidi Ihsan
M Aidi Ihsan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Kota Sunan Gunung Jati

20 Mei 2018   13:44 Diperbarui: 20 Mei 2018   14:00 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan dimulai pagi hari. Saat sebagian orang masih tertidur, sebagian lagi juga akan memulai aktifitasnya masing-masing. Pagi itu, pukul 03.30 WIB, harus sudah bangun dari mimpi malam yang indah itu. Bel alarm sudah berbunyi terus hingga berkali-kali menandakan harus siap-siap untuk berangkat menuju stasiun gambir demi menghindari macetnya ibukota yang sangat luar biasa walau matahari masih belum menampakkan dirinya dari ujung timur. Adzan subuh berkumandang, tiba waktunya sholat subuh dan berdoa agar perjalanan nanti berjalan dengan lancar. 

Tiba waktunya berkumpul dengan teman-teman yang lain di titik kumpul yang sudah ditentukan. Melihat barang bawaan teman-teman yang lumayan banyak hingga tasnya penuh dengan berbagai macam barang bawaan tersebut. Tiket kereta mulai dibagikan. Dan ini saatnya yang ditunggu-tunggu, naik kereta meuju Kota Sunan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Banyak julukan tersemat untuk kota ini, ada Kota Udang, Kota Sunan Gunung Jati, Kota Terasi, dll.

Tiba saatnya memasuki gerbong kereta yang sudah ditentukan oleh panitia, sesuai tiket masing-masing. Mencari gerbong yang sesuai pada tiket lalu mencari tempat duduk yang sesuai tiket juga. Pukul 07.00 WIB, kereta api Argo Muria berangkat dari stasiun gambir menuju stasiun cirebon. Berbagai macam cara kita dapat menikmati sepanjang perjalanan, mulai dari bercengkrama dengan teman-teman, melihat pemandangan lalu mengabadikan dengan kamera masing-masing, atau tidur. 

Mungkin tidur adalah opsi paling tepat karena kantuk masih melanda. Sebenarnya di dalam kereta, kita diberi tugas untuk foto pemandangan sepanjang perjalanan Jakarta -- Cirebon, tetapi kantuk tidak dapat dihindari apalagi dengan suhu AC kereta yang lumayan dingin cocok sekali untuk tidur, ya lumayan tidur 1 jam di kereta untuk memulihkan kondisi badan yang lagi tidak bersahabat ini. Canda tawa mengisi saat di kereta untuk menghindari bosan di perjalanan. Hingga tak terasa sudah sampai di kota Cirebon ini. Tak terasa perjalanan yang memakan waktu sekitar 3 jam ini terasa cepat karena dipenuhi dengan canda tawa teman-teman lain.

Setelah sampai stasiun, bis sudah menunggu di parkiran stasiun, lalu perjalanan di kota udang ini dimulai dari sini. Tujuan pertama adalah ke Taman Budaya Hati Tersuci, disini juga disediakan sarapan pagi karena di dalam kereta tidak disediakan sarapan. Sarapannya pun khas Cirebon, yaitu Nasi Jamblang, nasi yang dibungkus dengan daun jati yang langsung dipetik dari pohonnya langsung dengan lauk yang lumayan banyak, terdiri dari telor dadar, tahu bacem, tempe pedas, ikan asin, ayam goreng, serta sambal, menjadi menu sarapan paling berkesan di kota ini.  

Dokpri
Dokpri
Lalu setelah sarapan, lanjut ke tujuan selanjutnya, yaitu Keraton Kasepuhan. Keraton ini memiliki sejarah yang sangat tinggi dan salah satu ikon di kota Cirebon. Sampai saat ini, Keraton Kasepuhan masih terdapat acara-acara ritual penting di Cirebon seperti Pagelaran Kesenian Cirebon, Grebeg Mulud, dll. Di dalam keraton ini terdapat dua komplek bangunan, yaitu Dalem Agung Pangkungwati didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada tahun 1430 M dan Komplek Keraton Kasepuhan itu sendiri yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin padan tahun 1529 M. 

Pada saat ini, keraton kasepuhan dipimpin oleh Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, SE. Sekedar info untuk di daerah Keraton Kasepuhan ini, banyak pengemis yang memaksa meminta uang kepada pengunjung di area keraton ini, diusahakan tidak memberi uang kepada pengemis di daerah ini, karena jika pengunjung memberi uang kepada satu orang pengemis, pengemis yang lain ikut meminta uang dengan cara memaksa dengan jumlah pengemis yang banyak.

Setelah dari keraton, lanjut ke Desa Sitiwinangun yang terkenal dengan desa pembuatan grabah. Grabah sendiri berarti perkakas atau alat rumah tangga yang dibuat dari tanah liat yang dibentuk sesuai keinginan pemesan, seperti gucci, gentong, kendi, piring, dll. Di desa ini, rata-rata para warganya bekerja membuat gerabah. Tetapi selain gerabah, di sini juga ada pengrajin ban vulkanisir. Ban bekas yang tipis kemudian di daur ulang kembali menjadi tebal seperti baru.

Dokpri
Dokpri
Sayangnya, karena waktu sudah terlalu sore, pembakaran hasil gerabah sudah selesai, hanya terdapat proses pembuatan gerabahnya saja, terdapat beberapa rumah yang masih membuat gerabah sampai sore hari.

Malam harinya, kami makan di restoran Roso Eco, menikmati malam pertama di Cirebon dan melepas lelah setelah seharian berkeliling. Setelah menikmati makan malan, akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba juga, yaitu pergi ke hotel untuk melepas penat setelah seharian dari pagi hari hingga malam hari. Saat di dalam bis, panita membagikan kunci kamar beserta. Saat tiba di kamar, rasa lelah dan kantuk pun sangat terasa sekali, hingga akhirnya saat badan mendarat di kasur yang sangat empuk ini, langsung tidur dengan sangat lelap.

Pagi hari tiba, ini adalah hari kedua di Kota Terasi ini, menikmati sarapan di hotel, dan menikmati indahnya Kota Cirebon dipagi hari. Tidak lupa bersih-bersih badan setelah kemarin tidak sempat mandi karena saking capeknya malah ketiduran. Tujuan berikutnya adalah Batik Trusmi. Ini adalah pusat oleh-oleh batik khas Cirebon yang sangat terkenal sekali di kota ini. 

Menelusuri setiap rumah di daerah ini, karena daerah ini hampir rata-rata rumahnya dijadikan tempat membuat batik. Warga di sini juga ramah-ramah bagi yang ingin melihat produksi kain batik. Bagi para pengunjung atau wisatawan yang ingin membeli kain batik disini, bisa juga beli di toko-toko sekitar sini, banyak pilihan dan berbagai macam pola yang tersedia di toko-toko sekitar, harganya sangat terjangkau dan kualitasnya sangat bagus.

Setelah dari Batik Trusmi, lanjut ke tujuan selanjutnya. Stasiun Cirebon dan Balaikota Cirebon menjadi destinasi selanjutnya. Di sini mendapat tugas yaitu memfoto arsitektur bangunan stasiun dan balaikota. Stasiun Cirebon pertama kali dibangun pada tahun 1911 dengan tujuan dibangun sebagai stasiun kereta api barang komoditas ekport - import. Setelah dari stasiun, jalan kaki sekitar 300 meter. Dibangun pada tahun 1926-1927, dengan rancangan arsiktektur H.P Hamdl dan CFH Koll. 

Mengusung gaya modern Mazhab Amsterdam, Belanda, gedung ini dibangun dilahan seluas 15.770 m2 dengan tembok berwarna putih. Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini dipenuhi oleh kaca patri dengan berbagai macam bentuk dan gaya khas Belanda. Setelah kurang lebih 15 menit di tempat ini, menuju tempat selanjutnya yaitu Tempat Pelelangan Ikan(TPI) Bondet.

Dari balaikota menuju TPI Bondet lumayah jauh. Karena agak jauh, lalu dimanfaatkan untuk tidur sejenak di dalam bis. Saat sampai tempat pemberhentian bis, karena bis tidak bisa masuk ke dalam, semua peserta hunting terpaksa berjalan kaki kurang lebih 4 KM dengan melewati perkampungan yang sebagian masyarakatnya adalah nelayan dan petani di daerah tersebut. Saat rombongan berjalan menuju ke lokasi TPI Bondet ini menarik perhatian para warga sekitar melihat rombongan peserta hunting berjalan menuju TPI Bondet ini. 

Melihat jarak tempuh yang harus dilalui cukup jauh, banyak peserta mengeluhkan hal ini karena cuaca saat itu panas dan lumayan pegel kaki. Melihat aktifitas nelayan di rumahnya, seperti menjahit jala yang robek, menjemur ikan yang sudah diasinkan untuk ikan asin, dll. Tak terasa tiba di TPI Bondet, kebetulan ada kapal yang baru saja bersandar di depan TPI ini untuk menurunkan muatan setelah melaut dari pagi hari.

Tapi sayangnya, kami semua peserta hunting tak dapat melihat proses pelelangan ikan, karena kita datang telalu siang. Tapi ada hal unik saat muatan ikan diturunkan dari kapal. Ada seekor kucing yang "mengambil" ikan-ikan yang berada di wadah, dan itu menjadi hal unik bagi para peserta hunting.

Dokpri
Dokpri
 Tibalah waktunya pulang dari TPI Bondet yang hampir 4 jam berada di daerah Bondet, Cirebon ini. Saat pulang, kami tidak berjalan kaki lagi karena sudah cukup pegal. Akhirnya panitia menyewakan kapal untuk pergi ke bis. Saat kapal melaju, semuanya sangat menikmati perjalanan pulang, karena bisa melihat aktifitas para nelayan di pinggir kali tersebut.

Setalah dari TPI Bondet, kembali ke hotel untuk bersih-bersih. Saat tiba di hotel, langsung bergegas ke kamar untuk mandi. Kami dikasih waktu 1 jam untuk bersih-bersih, setelah itu kumpul kembali ke bis untuk menuju tempat selanjutnya yaitu makan malam di Green Eastern Resto. Di resto ini benar-benar mewah dan enak, satu restoran disewa untuk para peserta hunting. Rencananya setelah makan, kami bergerak menuju Keraton Kanoman, tetapi tidak jadi malam itu karena sudah lelah akibat dari TPI Bondet tadi. Setalah makan, kembali ke hotel dan istirahat.

Hari ketiga di kota yang penuh menyimpan tempat wisata yang unik dan menarik. Jam menunjukkan pukul 03.00 WIB, dan itu harus sudah bangun langsung menuju bis untuk ke pantai Kejawan, pantai ini sebenarnya adalah pelabuhan Kota Cirebon. Tiba di area pantai, solat subuh dahulu baru hunting sunrise dari Kota Cirebon. Setelah solat, segera menuju pinggir laut untuk mencari posisi yang pas agar hasil fotonya bagus. Sayangnya, matahari pagi tertutup oleh awan yang hanya separuh saja, tidak semuanya tertutup awan, tetapi justru ditempat matahari itu terbit. Akhirnya mataharinya muncul, lumayan lah walau cuma sekejap saja munculnya.

Dokpri
Dokpri
Setelah dari pantai, balik ke hotel untuk istirahat, mandi, dan sarapan. Karena tujuan selanjutnya adalah Situs Purbakala Cipari yang terletak di Kab. Kuningan, Jawa Barat. Nah berhubung tadi bangunnya jam 03.00 pagi, waktu perjalanan menuju Kuningan dimanfaatkan untuk tidur di dalam bis. Tak terasa perjalanan menuju Cipari terasa cepat karena semuanya tidur selama perjalanan. 

Tiba di Cipari, lalu bergegas untuk foto karena tempatnya sempit dengan jumlah peserta kurang lebih 200 orang. Berhubung perut sudah mulai lapar kembali dan di depan tempat ini banyak tukang jualan, akhirnya pilihannya adalah makan bakso. Lumayan untuk mengganjal perut setelah perjalanan cukup melelahkan. Setelah dari Cipari, tempat selanjutnya adalah Linggarjati yang terkenal dengan Museum Linggarjati.

Museum ini terkenal karena menjadi tempat perundingan antara pemerintah Indonesia pada waktu itu diwakilkan oleh Sutan Syahrir, Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Sementara delegasi Belanda diwakilkan oleh Wim Schermerhorn, H. J van Mook, dengan moderator dari Inggris, Lord Killeam. 

Perundingan ini terjadi pada 11-13 November 1946 dengan menghasilkan kesepakan antara Indonesia dengan Belanda antara lain  yang pertama Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia yang meliputi wilayahnya yaitu Sumatera, Jawa, dan Madura. Kedua, pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Republik Indonesia Serikat. Terakhir, membentuk Uni Indonesia-Belanda. Dahulu, tempat ini adalah sebuah hotel saat dipakai untuk perundingan. Lalu dipakai untuk tempat perundingan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1976, tempat ini resmi dijadikan sebagai Museum Perundingan Linggarjati.

Setelah dari Linggarjati, rombongan bergerak menuju rumah makan Klapa Manis. Di Rumah Makan ini tempatnya sangat bagus dan indah, karena berada diatas bukit menjadikan tempat ini sangat cocok untuk melihat view Kabupaten Kuningan dari atas bukit. Tempat ini mempunyai 4 lantai kebawah karena lantai paling atas bersebelahan dengan jalan raya, jadi tempat ini cukup unik, dan mempunyai arsitektur tempo dulu ditambah ornamen-ornamen yang sangat menarik perhatian para rombongan.  

Perut sudah mulai kenyang, tujuan selanjutnya adalah belanja oleh-oleh khas Cirebon. Tempat ini menjadi tempat tersibuk untuk para peserta karena bingung mau belanja apa, ada juga yang menelepon orang tua di rumah menanyakan oleh-oleh apa yang akan dibeli. Setelah belanja oleh-oleh, lanjut pergi ke restoran untuk makan malam dan acara penutup sebelum esok hari kembali ke Jakarta. Ada doorprize juga dari panitia berupa kamera action, kamera pocket, kamera polaroid.

Setelah dari makan malam, berhubung malam kemarin tidak jadi ke Keraton Kanoman. Akhirnya malam ini kami menuju Keraton Kanoman. Setelah turun dari bis, rombongan berjalan menuju panggung tari harus melewati pasar kanoman yang persis berada disebelah area Keraton Kanoman. Di tempat ini cukup gelap, karena kami para peserta ditantang untuk memfoto penari dalam keadaan cahaya yang sangat minim, hanya mengandalkan obor yang menyala di area panggung, kami juga tidak boleh menggunakan flash kamera untuk menghindari hilangnya kosentrasi sang penari tersebut. 

Akhirnya, setelah seharian penuh menjelajah kota Cirebon-Kuningan-Cirebon, badan sudah mulai lelah, baterai kamera sudah mulai habis, kami pun bergegas kembali ke hotel untuk beristirahat.

Pagi hari di hari terakhir di kota ini, karena hari ini hari minggu, jadi di depan hotel ada Car Free Day, semua rombongan menikmati Car Free Day sambil memotret hal-hal unik di sini. Ada yang jajan, ada yang berfoto bersama ular, ada yang melihat aksi sejenis debus, ada yang ikut menari aerobatik. Setelah puas berada di Car Free Day kota Cirebon, rombongan bergerak menuju bis yang parkir agak jauh karena ada kegiatan tersebut. Membawa barang yang cukup banyak dan berat, lumayan melelahkan bagi para peserta hunting. Kegiatan terakhir sebelum kembali ke Jakarta adalah ke Goa Sunyaragi.

Goa Sunyaragi dibangun oleh Pangeran Arya Cirebon pada abad ke 17. Nama Sunyaragi diambil dari kata Sunya yang berarti sunyi, dan Ragi berarti raga. Sesuai dengan artinya, goa ini berfungsi untuk tempat bertapa atau menyepi. Dahulu, tempat ini juga disebut taman air karena di tengah-tengah cekungan itu berisi air tadah hujan yang menyebabkan genangan air seperti danau. Namun, kini danau tersebut sudah hilang dan hanya menyisakan cerita saja. Di dalam komplek ini, terdapat 10 nama goa. Antara lain Goa Pengawal, Goa Semanyang, Goa Lawa, Gowa Pawon, Goa Peteng, Goa Langse, Goa Arga Jumud, Goa Padang Ati, Goa Pandekemasang, Goa Kelanggengan.

Diarea ini, kita bisa masuk kedalam goa-goa tersebut, tetapi tidak disarankan untuk orang yang berbadan gendut dan tinggi, karena di dalam sangat sempit dan rendah. Dan kita juga harus berhati-hati karena batunya tajam dan licin. Disini juga tersedia spot foto yang instagrameble, ada balon udara, sepeda diatas tali, dan ayunan. Ada juga kuda keliling yang siap menemani untuk berkeliling diarea komplek Goa Sunyaragi.

Setelah dari Goa Sunyaragi, rombongan bergerak menuju salah satu rumah makan Empal Gentong. Ini adalah makanan khas Cirebon yang terbuat dari jeroan sapi yang dimasak di dalam gentong dengan menggunakan api dari kayu bakar dengan bumbu khas yang membuat Empal Gentong ini menjadi enak. Setelah selesai makan, akhirnya perjalanan selama 4 hari di Kota Cirebon berakhir sudah. Kembali ke stasiun Cirebon Kejaksaan pertanda berakhirnya cerita ini. Karena selama perjalanan pulang dipakai untuk tidur, jadi tidak bisa lanjut cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun