Berkali-kali Bapak setengah tua itu menengadah ke langit, sebagaimana juga berkali-kali mengeluh, "Apa tidak bisa kali ini saja kita bersahabat?" Ujarnya pada gerimis. Ia masih gamang untuk berpamitan pulang pada pemilik rumah.
Langit menjawab gumamannya dengan gemeretak guntur. Hujan menetes mengguyur lebih lebat. Seperti sengaja menambah kegelisahannya. Hari beranjak petang.
Tadi pagi sebelum berangkat bekerja, si Bungsu meminta hadiah untuk kenaikan kelasnya. Tak istimewa. Hanya satu set alat tulis, berupa buku dan pulpen. Semua buku bekas kakaknya yang dia pakai sejak setahun kemaren,, sudah penuh dengan catatan dan coretan.
Bayangan ceria si Bungsu ketika menerima satu bendel buku dan dua pulpen yang dibawa, tergambar jelas dalam senyum kepuasannya. Dua macam benda yang tidak mahal, tapi sangat dibutuhkan si Bungsu. Dua macam benda yang tidak mahal, tapi belum tentu terbeli oleh mereka yang upah kerjanya hanya cukup untuk dimakan, seperti dirinya.
Dua benda itu didapatnya dengan menukar jasa lelah menebang pohon di belakang rumah penjual toko ATK. Dasar penjual, dia menangkap peluang keuntungan. Jasa seharian Bapak ini hanya dihargai senilai satu pak buku tulis dan dua buah pulpen. Padahal tertulis di plastik kemasan, harga eceran buku @Rp.2000. Tak ada peluang tawar-menawar.
Yakin hujan tak akan mereda, laki-laki itu meminta kresek untuk membungkus hadiahnya. Ditelitinya semua kemungkinan lobang yang bisa diselinapi air hujan. Setelah meyakini kekedapan air, barulah dia menerobos pekatnya hujan, mengayuh ontel butut yang selalu setia mengantarnya ke tujuan.
Satu tangan kanan laki-laki itu menyetir, tangan yang lain mendekap erat kresek hitamnya.
Dingin hujan menembusi pori-pori, menyelusup setiap persendian. Membuat tubuh lelah itu mengigil gemetaran. Meski begitu, Bayangan kebahagiaan si Bungsu menguatkannya untuk terus menginjak pedal, melaju pelan.
Air hujan menggenang pada lobang jalan, luput dari ketelitian laki-laki ini.
JLEB !!!
Dengan hanya satu tangan yang menggigil dingin memegang kendali sepeda, ditambah dengan terperosoknya ban depan ke lobang kedalaman sejengkal, membuat sepeda oleng tak terkendali. Meliuk-liuk mencari keseimbangan, hingga ke tengah jalan.
TEEEETTTTT...!
Bunyi klakson memekakkan telinga, disusul cicitan rem mobil yang terinjak sekuat tenaga, mengakhiri olengnya sepeda. Persis bersamaan dengan bunyi, BRRAAAKK!