Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Overqualified tapi Stuck, ASN S2 Hadapi Realitas Pahit

21 Maret 2025   04:00 Diperbarui: 25 Maret 2025   11:23 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ASN (Shutterstock via KOMPAS.com)

"Kok ASN S2 Kerjanya Begini-begini Saja?”

Pernah dengar keluhan semacam itu? Atau mungkin malah pernah merasakannya sendiri?

Bayangkan seorang ASN yang telah bersusah payah menyelesaikan S2. Harapannya tentu bisa naik jabatan atau mendapatkan pekerjaan yang lebih menantang. 

Namun, begitu kembali ke kantor. Kenyataan pahit menampar. Posisinya tetap sama. Tugasnya tetap monoton. Dan gelar yang disandang tidak lebih dari sekadar tambahan di belakang nama.

Salah satu contoh nyata dari fenomena ini adalah seorang ASN bergelar Magister Kesehatan di RSUD Anugerah Tomohon yang malah ditugaskan sebagai admin laundry (IG @Sharing.ASN). 

Kisah ini viral. Dan menunjukkan betapa sistem birokrasi kita sering tidak siap menampung tenaga kerja berpendidikan tinggi.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) bukannya diam. Mereka berencana mempermudah prosedur izin belajar. Dan pencantuman gelar bagi ASN. Seperti dilaporkan oleh Kominfo Magetan dan Padek Jawa Pos

Tapi, pertanyaannya. Apakah kebijakan ini benar-benar bisa menyelesaikan masalah? Atau hanya sekadar formalitas?

Ambisi ASN vs Realitas Birokrasi

Seleksi CPNS 2018 di Kementerian PANRB. (Dok. Kementerian PANRB via Kompas.com)
Seleksi CPNS 2018 di Kementerian PANRB. (Dok. Kementerian PANRB via Kompas.com)
Fenomena ASN overqualified ini berakar dari dua faktor utama. Dorongan individu dan ketidaksiapan sistem.

Di satu sisi, banyak ASN ingin meningkatkan pendidikan mereka. Ada yang kuliah S2, atau S3. Karena memang ingin menambah ilmu. Ada yang berharap naik jabatan lebih cepat. Dan ada juga yang sekadar ikut tren. 

Supaya tidak ketinggalan dari rekan-rekan sejawat. Animo menjadi ASN sendiri sangat tinggi. 

Seperti yang dijelaskan oleh Kompas.id, namun birokrasi yang ada tidak selalu siap menampung mereka.

Masalahnya, birokrasi kita lebih lambat dibandingkan semangat belajar para ASN. Banyak instansi tidak memiliki formasi jabatan yang cukup untuk menampung lulusan S2 atau S3. 

Akibatnya, setelah menempuh pendidikan tinggi, ASN tetap harus kembali ke posisi lama. Yang mungkin tidak lagi sesuai dengan kompetensi mereka.

Menurut DiklatPemerintah.id, salah satu hambatan terbesar dalam mengelola ASN adalah sistem promosi yang tidak berbasis kompetensi. Melainkan senioritas dan kepangkatan. 

ASN yang lebih muda dan lebih berpendidikan. Sering harus menunggu bertahun-tahun sebelum bisa naik jabatan. Sementara mereka yang lebih senior tetap menduduki posisi strategis. Meski tidak memiliki kualifikasi akademik yang lebih tinggi.

Lalu, apa dampaknya bagi mereka yang terjebak dalam kondisi ini?

Ketika Motivasi Kerja Menurun dan Produktivitas Mandek

Bayangkan rasanya belajar bertahun-tahun tugas belajar. Mengorbankan waktu dan tenaga. Lalu akhirnya tetap harus mengerjakan tugas-tugas yang sama. Seperti sebelum kuliah. Tidak heran jika banyak ASN yang akhirnya tidak termotivasi.

Menurut penelitian Ejournal STKIP JB, fenomena overqualification dapat menyebabkan counterproductive work behavior. Alias perilaku kerja yang tidak produktif. 

ASN yang merasa tidak dihargai kompetensinya bisa jadi kurang disiplin. Bekerja seadanya. Atau bahkan mencari kepuasan di luar pekerjaan utama mereka.

Selain itu, ada relative deprivation. Konsep ini menjelaskan bagaimana seseorang bisa merasa dirugikan. Ketika melihat orang lain dengan kualifikasi lebih rendah mendapatkan posisi yang sama atau bahkan lebih tinggi. 

Ini menimbulkan frustrasi dan ketidakpuasan. Yang pada akhirnya bisa berdampak pada semangat kerja.

Potensi besar ASN yang berpendidikan tinggi akhirnya terbuang sia-sia. Padahal, jika ditempatkan di posisi yang sesuai. Mereka bisa jadi kekuatan baru dalam meningkatkan kualitas layanan publik.

Kebijakan BKN Sebagai Solusi Nyata atau Sekadar Formalitas?

Menanggapi masalah ini, BKN mengeluarkan kebijakan baru. Untuk mempermudah proses izin belajar dan pencantuman gelar bagi ASN. 

Kominfo Magetan dan Padek Jawa Pos melaporkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menghilangkan birokrasi yang berbelit. Bagi ASN yang ingin melanjutkan pendidikan.

Ini terdengar seperti kabar baik. ASN kini bisa lebih mudah mengurus izin belajar. Tanpa takut terhambat aturan administratif. Namun pertanyaannya. Apakah kebijakan ini cukup untuk menyelesaikan masalah overqualified?

Jawabnya, belum tentu.

Mempermudah izin belajar memang penting. Tapi jika tidak diikuti dengan perbaikan sistem promosi dan penempatan jabatan. Hasilnya akan tetap sama. ASN tetap stuck di posisi yang tidak sesuai dengan kompetensinya.

Tanpa perencanaan karier yang jelas. Kebijakan ini hanya membuat makin banyak ASN yang bergelar tinggi. Tapi tetap mengerjakan pekerjaan yang tidak sepadan.

Bagaimana Seharusnya Masalah Ini Diselesaikan?

Agar ASN overqualified bisa benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Transparansi Jalur Karier. Pemerintah perlu menciptakan sistem promosi yang lebih transparan. Dan berbasis kompetensi. Bukan hanya senioritas. Jika seseorang memiliki kualifikasi yang lebih tinggi. Dan terbukti mampu. Mereka harusnya dapat kesempatan untuk naik jabatan lebih cepat.
  • Konseling Karier bagi ASN. Banyak ASN yang mengambil pendidikan lanjut. Tanpa memahami dampaknya terhadap karier mereka. Dengan adanya konseling karier, mereka bisa lebih bijak. Baik dalam memilih program studi yang benar-benar relevan dengan kebutuhan birokrasi.
  • Sinkronisasi Antara Kebutuhan Instansi dan Aspirasi ASN. Pemerintah perlu lebih aktif dalam menyesuaikan kebutuhan organisasi dengan kompetensi ASN. Jika banyak ASN yang mengambil studi di bidang tertentu. Maka harus ada formasi jabatan yang sesuai agar ilmu mereka tidak terbuang sia-sia.
  • Evaluasi dan Optimalisasi Jabatan. Jangan biarkan ASN yang sudah menempuh pendidikan tinggi hanya duduk di meja administrasi. Atau mengerjakan tugas yang tidak sesuai dengan latar belakang akademiknya. Instansi pemerintah harus lebih fleksibel dalam mendistribusikan tugas agar ASN bisa memberikan kontribusi maksimal.

Jangan Biarkan ASN Hanya Jadi Dekorasi Birokrasi

Fenomena ASN overqualified adalah masalah serius yang tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jika tidak ditangani dengan baik. Kita akan lihat makin banyak ASN yang kehilangan semangat kerja. Merasa tidak dihargai. Dan akhirnya jadi kurang produktif.

BKN memang sudah mengambil langkah mempermudah izin belajar. Tapi tanpa perubahan dalam sistem promosi dan penempatan jabatan. Kebijakan ini hanya akan menjadi solusi setengah matang.

ASN bukan sekadar pegawai biasa. Mereka adalah roda penggerak birokrasi yang menentukan bagaimana negara ini berjalan. Jika sumber daya manusia terbaik dibiarkan terbuang sia-sia. Jangan heran kalau layanan publik pun ikut berjalan di tempat.

Sekarang, apa pemerintah berani mengambil langkah nyata untuk mengatasi masalah ini? Atau kita hanya akan terus melihat ASN S2 dan S3 yang tetap terjebak di pekerjaan yang begitu-begitu saja?

***

Referensi:

  • Kompas.id. (2023, 11 Oktober). Tingginya animo menjadi ASN dan beban berat birokrasi. Diakses dari https: //www. kompas. id/artikel/tingginya-animo-menjadi-asn-dan-beban-berat-birokrasi
  • STKIP Jombang. (tanpa tanggal). Counterproductive work behavior sebagai akibat dari burnout dan overqualified pada Aparatur Sipil Negara (ASN). e-Journal STKIP Jombang, diakses dari https: //ejournal. stkipjb. ac. id/index. php/ekonomi/article/view/2360
  • Diklat Pemerintah. (tanpa tanggal). Inilah hambatan yang sering dijumpai dalam mengelola kinerja ASN dan cara mengatasinya!. Diakses dari https: //diklatpemerintah. id/inilah-hambatan-yang-sering-dijumpai-dalam-mengelola-kinerja-asn-dan-cara-mengatasinya/
  • Kominfo Magetan. (2024, 23 Februari). Kabar gembira untuk para ASN, guru, dosen dan tendik bisa lebih mudah urus izin belajar dan tugas belajar!. Diakses dari https: //kominfo. magetan. go. id/kabar-gembira-untuk-para-asn-guru-dosen-dan-tendik-bisa-lebih-mudah-urus-izin-belajar-dan-tugas-belajar/
  • Padek Jawa Pos. (2024, 23 Februari). BKN permudah prosedur izin dan tugas belajar bagi ASN, guru, dosen dan tendik. Diakses dari https: //padek. jawapos. com/pendidikan/2365641077/bkn-permudah-prosedur-izin-dan-tugas-belajar-bagi-asn-guru-dosen-dan-tendik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun