Oknum polisi diduga peras tersangka, reformasi jalan di tempat, kepercayaan masyarakat terluka. Pengawasan internal lemah, perubahan harus dimulai.
Pernah nggak, kamu merasa kecewa sama seseorang atau sesuatu yang seharusnya jadi panutan? Nah, mungkin itu yang kita rasakan sekarang tentang polisi.
Bukan semua polisi ya, tapi oknum-oknum yang tega melakukan pemerasan. Ini kayak drama yang terus berulang, dan bikin kita bertanya-tanya, "Sampai kapan?"
Ketika Perwira Menengah Jadi Tersangka Pemerasan
hukum, malah diduga melakukan pemerasan.
Bayangkan, seorang Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, yang seharusnya jadi perwira teladan dan simbol penegakanAKBP Bintoro, nama yang mungkin akan terus diingat sebagai contoh oknum yang merusak citra kepolisian.
Dia dan beberapa anak buahnya diduga memeras tersangka kasus pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap anak, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
Mereka dituduh meminta uang sebesar Rp 1,6 miliar dan beberapa barang mewah. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal kepercayaan yang dikhianati.
Mengapa Ini Terus Berulang?
Sayangnya, kasus yang melibatkan AKBP Bintoro ini bukanlah satu-satunya. Kita sudah sering mendengar berita tentang oknum polisi yang melakukan tindakan serupa, mulai dari pungli di jalanan hingga pemerasan dalam kasus-kasus yang lebih besar.
CNN Indonesia bahkan melaporkan 20 polisi menjalani sidang etik terkait dugaan pemerasan di DWP 2024.
Hal ini seakan mengukuhkan bahwa kasus pemerasan ini bukanlah kasus yang terisolasi, melainkan pola yang mengakar di tubuh kepolisian.
Tempo.co juga menyoroti kasus pemerasan penonton DWP 2024 yang sempat menjadi perhatian publik. Ini adalah alarm yang sangat keras, bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem kita.
Mengapa Reformasi Polri Jalan di Tempat?
Kita tahu, reformasi kepolisian sudah digulirkan sejak lama. Tapi kenapa, kita seperti berputar-putar di tempat yang sama? Kenapa kasus-kasus pemerasan ini masih saja terjadi, seolah-olah tidak ada efek jera?
Ketika Pengawasan Internal Tidak Lagi Efektif
Salah satu akar masalahnya adalah lemahnya pengawasan internal di kepolisian. Kasus pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro ini, misalnya, terungkap karena adanya gugatan perdata dari tersangka, bukan dari hasil investigasi internal kepolisian.
Artinya, mekanisme pengawasan yang ada tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ini seperti "wasit" yang membiarkan pertandingan berjalan curang, tanpa memberikan sanksi kepada pemain yang melanggar aturan.
Akibatnya, oknum polisi merasa bebas untuk melakukan tindakan yang menyimpang.
Kekerasan dan Pemerasan Masih Jadi Isu Serius
Data dari KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menunjukkan bahwa kekerasan dan pemerasan yang melibatkan anggota Polri masih menjadi isu serius.
Laporan Hari Bhayangkara 2024 yang dirilis KontraS mencatat 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri sepanjang Juli 2023-Juni 2024.
Ini adalah angka yang sangat besar dan menunjukkan bahwa upaya reformasi Polri belum menyentuh akar masalah. Lantas, bagaimana kita bisa memperbaiki situasi ini?
Harapan dan Jalan Perubahan POLRI yang Ideal
Meskipun situasi saat ini terlihat suram, kita tidak boleh kehilangan harapan. Kita harus terus berjuang untuk mewujudkan kepolisian yang lebih baik, yang benar-benar melayani dan melindungi masyarakat.
Kunci untuk Memutus Rantai Kekuasaan
Salah satu langkah penting yang harus segera dilakukan adalah memperkuat pengawasan eksternal terhadap kepolisian. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pengawasan internal yang terbukti tidak efektif.
Harus ada pihak independen yang bisa mengawasi kinerja kepolisian dan memberikan sanksi tegas jika ada anggota yang melanggar aturan.
Kompas.com menyebutkan bahwa revisi UU Polri seharusnya meningkatkan pengawasan eksternal, bukan hanya menambah kewenangan. Ini adalah poin krusial yang harus menjadi perhatian serius para pembuat kebijakan.
Peran Aktif Masyarakat Untuk Mengawal dan Mengingatkan
Sebagai masyarakat, kita juga punya peran penting dalam mewujudkan Polri yang ideal. Kita tidak boleh pasif dan hanya mengeluh.
Kita harus berani melaporkan jika ada tindakan oknum polisi yang menyimpang, dan kita juga harus memberikan dukungan kepada polisi-polisi yang jujur dan berintegritas.
Kita juga harus terus mengingatkan para pemimpin kita bahwa mereka bertanggung jawab untuk mewujudkan kepolisian yang bersih dan berintegritas.
Ini bukan hanya tentang polisi, tapi juga tentang kita, tentang masa depan negara kita.
Kesimpulan
Kasus pemerasan yang terjadi di tubuh kepolisian adalah cermin bagi kita semua. Ini adalah cermin yang menunjukkan bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan.
Kita tidak bisa terus menerus larut dalam kekecewaan dan keputusasaan. Kita harus mengambil langkah nyata untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik.
Mulai dari diri kita sendiri, mulai dari sekarang. Dengan begitu, kita bisa berharap, suatu saat nanti, kita benar-benar memiliki polisi yang bisa kita banggakan dan percayai.
***
Referensi:
- CNN Indonesia. (2025, Januari 14). Daftar nama 20 polisi terlibat dugaan pemerasan DWP 2024. [https: //www. cnnindonesia. com/nasional/20250114151356-12-1051090/daftar-nama-20-polisi-terlibat-dugaan-pemerasan-dwp-2024]
- Kompas. com. (2024, Juli 2). Soal revisi UU Polri, pengawasan eksternal harusnya ditingkatkan lewat dewan kepolisian nasional. [https: //www. kompas. com/nasional/read/2024/07/02/17340981/soal-revisi-uu-polri-pengawasan-eksternal-harusnya-ditingkatkan-lewat]
- Tempo. co. (n. d. ). Kasus pemerasan DWP. [https: //www. tempo. co/tag/kasus-pemerasan-dwp]
- KontraS. (2024, Juli 1). Laporan hari bhayangkara 2024 : “reformasi polisi tinggal ilusi”. [https: //kontras. org/2024/07/01/laporan-hari-bhayangkara-2024-reformasi-polisi-tinggal-ilusi/]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI