Dilema generasi sandwich, kisah perjuangan Moko hadapi beban keluarga, antara mimpi dan tanggung jawab.
Ada satu judul film yang belakangan ini cukup menggelitik pikiran saya, yaitu film "1 Kakak 7 Ponakan". Jika judulnya terdengar familiar? Wajar, karena film ini bukan cerita baru, melainkan adaptasi dari sinetron lawas yang pernah populer di era 90-an.Â
Namun, yang membuat adaptasi layar lebar ini begitu menarik dan relevan adalah bagaimana ia mengangkat isu generasi sandwich dengan begitu gamblang dan menyentuh.
Istilah "generasi sandwich" mungkin masih asing bagi sebagian orang, namun fenomena ini sebenarnya sudah lama kita rasakan di sekitar kita. Â
Generasi sandwich adalah mereka yang terhimpit antara dua generasi, orang tua yang membutuhkan perhatian dan dukungan di usia senja, serta anak-anak yang masih bergantung sepenuhnya pada orang tua.Â
Mereka ini bagaikan sandwich, terjepit di antara dua lapisan roti, harus menanggung beban ganda.Â
Nah, film "1 Kakak 7 Ponakan" ini, dengan cerdasnya, memvisualisasikan dilema ini melalui kisah perjuangan seorang pemuda bernama Moko.
Dilema Moko yang Mengubur Mimpi Demi Tanggung Jawab Keluarga
Coba kita bayangkan posisi Moko. Seorang arsitek muda yang baru saja menyelesaikan pendidikan, penuh dengan impian dan rencana masa depan.Â
Ia memiliki cita-cita untuk membangun karier gemilang, menjalin kisah cinta yang indah, dan menikmati kebebasan masa muda.Â
Namun, takdir berkata lain. Tragedi datang menghampiri keluarganya, kakak dan kakak iparnya meninggal dunia secara mendadak, meninggalkan tujuh orang anak yatim piatu yang menjadi tanggung jawabnya.