Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Revisi UU Minerba yang Minim Partisipasi Publik

25 Januari 2025   14:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:58 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revisi UU Minerba di masa reses, di luar Prolegnas, memicu pertanyaan tentang transparansi dan partisipasi publik.

Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di Indonesia. 

UU ini krusial karena berdampak pada perekonomian negara, pendapatan daerah, serta kehidupan masyarakat, mulai dari penyediaan lapangan kerja hingga harga kebutuhan pokok yang dipengaruhi oleh ongkos energi. 

Saat ini, revisi UU Minerba tengah menjadi sorotan. Pasalnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas revisi ini saat masa reses, di luar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran di masyarakat.

Reses DPR dan Revisi UU Minerba: Ada Apa?

Kita tahu bahwa anggota DPR memiliki masa reses, yaitu waktu di mana mereka kembali ke daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi masyarakat. 

Idealnya, masa reses dimanfaatkan untuk berinteraksi langsung dengan konstituen, mendengarkan keluhan, dan mencari solusi atas permasalahan yang ada di masyarakat. 

Namun, yang terjadi kali ini cukup mengejutkan. Di tengah masa reses, Badan Legislasi (Baleg) DPR justru membahas revisi UU Minerba. 

Lebih mengherankan lagi, revisi ini tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025. Prolegnas sendiri merupakan daftar prioritas Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dibahas dalam satu periode. 

Muncul pertanyaan, mengapa revisi ini tiba-tiba muncul dan dibahas di saat yang kurang tepat?

Analogi sederhananya begini, anggaplah kamu memiliki daftar belanja bulanan yang sudah tersusun rapi. 

Tiba-tiba, di tengah bulan, kamu memutuskan untuk membeli barang yang sama sekali tidak ada dalam daftar tersebut, dan pembeliannya pun dilakukan dengan tergesa-gesa. Tentu ada alasan kuat di baliknya, bukan? 

Hal serupa terjadi pada revisi UU Minerba ini. Mengapa harus dikebut di saat yang tidak biasa? Mengapa tidak melalui prosedur yang semestinya, yaitu dimasukkan ke dalam Prolegnas? 

Pertanyaan-pertanyaan ini wajar muncul dan perlu dijawab secara transparan.

Proses Legislasi yang Janggal

Tidak hanya waktu pembahasannya yang menjadi sorotan, prosesnya pun dinilai janggal. 

Rapat-rapat pembahasan revisi ini terkesan dilakukan secara terburu-buru, bahkan beberapa di antaranya diadakan secara tertutup. Padahal, pembuatan undang-undang seharusnya melibatkan partisipasi publik yang luas. 

Masyarakat berhak memberikan masukan, menyampaikan aspirasi, dan mengawasi jalannya proses legislasi. 

Proses yang tertutup tentu menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan mengenai transparansi.

Kita tentu masih ingat polemik seputar UU Cipta Kerja beberapa tahun lalu. Salah satu kritik utama terhadap UU tersebut adalah minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukannya. 

Kekhawatiran serupa kembali muncul dalam kasus revisi UU Minerba ini. Proses yang terburu-buru dan tertutup berpotensi mengulang kesalahan yang sama. 

Masyarakat kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dan memberikan masukan, padahal undang-undang ini nantinya akan berdampak pada kehidupan kita semua.

Potensi Masalah dan Implikasinya

Proses legislasi yang tidak transparan dan minim partisipasi publik berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya adalah potensi lahirnya undang-undang yang cacat formil. 

Artinya, undang-undang tersebut dapat dianggap tidak sah karena proses pembentukannya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Kasus UU Cipta Kerja menjadi pelajaran penting. Mahkamah Konstitusi (MK), melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, menyatakan UU tersebut inkonstitusional bersyarat karena cacat formil, terutama terkait partisipasi publik. 

Putusan ini menunjukkan betapa pentingnya partisipasi publik dalam proses legislasi. Kita tentu tidak ingin kejadian serupa terulang pada revisi UU Minerba.

Selain potensi cacat formil, proses legislasi yang janggal ini juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap DPR. Sebagai wakil rakyat, seharusnya mereka bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan golongan tertentu. 

Jika proses pembuatan undang-undang saja terkesan disembunyikan, bagaimana publik dapat percaya bahwa undang-undang tersebut benar-benar dibuat untuk kesejahteraan rakyat?

Urgensi Partisipasi Publik dalam Legislasi

Partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang sangat krusial. Ini bukan sekadar formalitas, tetapi juga esensi dari demokrasi. 

Dengan melibatkan masyarakat, undang-undang yang dihasilkan akan lebih aspiratif dan sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.

Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) secara eksplisit mengatur bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam proses legislasi. 

Hal ini diperkuat oleh Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menekankan bahwa partisipasi publik harus bermakna dan tidak hanya sekadar formalitas. 

Tirto.id dalam artikelnya juga menyoroti kritik terhadap proses revisi UU Minerba yang dianggap mengabaikan suara publik.

Kesimpulan

Revisi UU Minerba yang dibahas di masa reses dan di luar Prolegnas menimbulkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Proses yang terburu-buru dan minim partisipasi publik sangat disayangkan. 

Kita berharap para wakil rakyat di DPR dapat lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya. 

Undang-undang dibuat untuk rakyat, dan partisipasi publik sangat penting untuk memastikan undang-undang tersebut berkualitas dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

*** 

Referensi:

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (n.d.). MKRI. Retrieved from [https:  //www.  mkri.  id/index.  php?page=web.  Berita&id=19542]
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (n.d.). Kompas. Retrieved from [https:  //www.  kompas.  id/baca/polhuk/2024/01/03/legislasi-minus-partisipasi-akankah-berlanjut]
  • Tirto.id. (n.d.). Revisi UU Minerba: Tabiat Berulang DPR Mengabaikan Suara Publik. Tirto.id. Retrieved from [tirto.  id/revisi-uu-minerba-tabiat-berulang-dpr-mengabaikan-suara-publik-g7Fh]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun