Pergub DKI tentang poligami ASN menuai kritik, dianggap diskriminatif, dan salah prioritas di tengah masalah publik Jakarta.
Sudahkah kamu mendengar tentang Peraturan Gubernur (Pergub) di DKI Jakarta yang mengatur tentang izin poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)?
Jujur, ketika pertama kali mendengarnya, saya merasa ada sesuatu yang janggal.
Sebuah pertanyaan besar muncul: apakah kebijakan ini benar-benar membawa kebaikan, atau justru menyimpan potensi masalah yang lebih besar?
Pergub No. 2/2025 yang Bikin Rumit Masalah?
Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian bagi ASN DKI Jakarta memang bertujuan untuk memperketat mekanisme perizinan bagi ASN pria yang ingin berpoligami.
Seperti yang diberitakan RRI, Pergub ini dibuat dengan tujuan untuk memperketat izin poligami ASN Jakarta, hingga melindungi hak-hak para istri ASN. Namun, niat baik ini justru menuai kontroversi.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah alasan-alasan yang membolehkan poligami.
Pergub ini menyebutkan beberapa alasan, di antaranya “istri tidak dapat menjalankan kewajibannya,” “istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,” dan “istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.”
Alasan-alasan ini, menurut saya, sangat problematik dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Komnas Perempuan, dilansir Tirto.id, secara tegas menilai alasan pembolehan poligami dalam Pergub ini diskriminatif terhadap perempuan.