Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Inklusi Kelompok Marjinal, Jembatan Menuju Kesetaraan

29 Januari 2025   06:00 Diperbarui: 16 Januari 2025   14:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inklusi kelompok marginal bukan sekadar wacana, melainkan jalan menuju kesetaraan dan kemajuan bangsa yang sesungguhnya.

Pernahkah kita benar-benar memikirkan apa artinya hidup di tengah masyarakat yang "inklusif"? 

Bagi sebagian besar dari kita, istilah ini mungkin hanya terdengar seperti jargon sosial yang bertebaran di seminar atau berita. 

Tapi, untuk mereka yang hidup di pinggiran, inklusi adalah soal hidup dan mati, soal peluang untuk maju atau terus terjebak dalam lingkaran ketidakadilan.  

Perhatian terhadap inklusi kelompok marginal mulai tumbuh, setidaknya di dunia maya. 

Orang-orang mencari informasi tentang inklusi, entah untuk memahami konsepnya atau untuk menciptakan konten yang relevan. 

Ini adalah tanda positif, tapi pertanyaannya: apakah ini akan berujung pada perubahan nyata, atau hanya menjadi tren digital sementara?

Inklusi Menjawab Tantangan Ketidaksetaraan di Indonesia  

Di Indonesia, ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya masih menjadi isu besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 9,36%, dan kelompok penyandang disabilitas merupakan salah satu yang paling rentan. 

Data ini bukan hanya angka, tapi realitas yang dialami jutaan orang. Mereka tidak hanya kekurangan secara ekonomi, tetapi juga seringkali tidak diakui keberadaannya dalam kebijakan publik.  

Sudut pandang inklusi melihat bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan biasa. 

Inklusi adalah tentang memberikan ruang bagi mereka yang selama ini tersisih untuk terlibat secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu sosial, ekonomi, dan politik. 

Sebagai contoh, artikel dari Masterplan Desa menunjukkan bagaimana pemberdayaan ekonomi di desa dapat membantu kelompok marginal meningkatkan taraf hidup mereka. 

Namun, hal ini hanya akan berhasil jika program-program tersebut benar-benar dirancang dengan melibatkan mereka sebagai subjek, bukan sekadar objek bantuan.  

Ketidaksetaraan Adalah Masalah Nasional

Argumen utama yang harus kita pahami adalah bahwa ketidaksetaraan bukan hanya masalah kelompok marginal, tapi masalah kita semua. 

Ketika ada bagian dari masyarakat yang tertinggal, dampaknya dirasakan oleh seluruh bangsa. Dalam konteks ekonomi, misalnya, rendahnya partisipasi kelompok marginal di pasar tenaga kerja berkontribusi pada lambatnya pertumbuhan ekonomi.  

Data dari BPS juga menunjukkan bahwa pengangguran lebih banyak terjadi di kalangan kelompok marginal, seperti penyandang disabilitas dan masyarakat miskin. 

Tanpa akses pelatihan keterampilan dan permodalan, mereka tidak memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas hidup. Ini adalah lingkaran setan yang hanya bisa diputus dengan kebijakan inklusif yang sistematis.  

Di sisi lain, minimnya partisipasi kelompok marginal dalam pengambilan keputusan politik adalah kerugian besar bagi demokrasi kita. 

Sebagai contoh kasus, Jurnal Aspirasi Universitas Wiraraja mencatat bahwa partisipasi pemilih dari kelompok marginal dalam Pilkada Indramayu 2020 sangat rendah, salah satunya karena kurangnya edukasi politik yang inklusif. 

Jika suara mereka tidak terdengar, bagaimana mungkin kebijakan yang diambil akan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua lapisan masyarakat?  

Inklusi Sebagai Investasi Masa Depan  

Mungkin ada yang berpikir, "Kenapa kita harus repot-repot memikirkan ini?" 

Jawabannya sederhana: karena inklusi adalah investasi. 

Dengan memastikan kelompok marginal mendapatkan akses yang sama, kita membuka peluang bagi mereka untuk berkontribusi lebih besar bagi masyarakat.  

Bayangkan, seorang penyandang disabilitas yang mendapatkan akses pendidikan berkualitas bisa menjadi inovator hebat. 

Seorang ibu dari keluarga miskin yang mendapatkan modal usaha bisa menciptakan lapangan kerja baru di lingkungannya. Contoh-contoh ini bukan sekadar angan-angan. 

Di banyak tempat, hal seperti ini sudah terjadi, hanya saja skalanya belum cukup besar untuk mengubah narasi ketidaksetaraan di negeri ini.  

Program-program seperti yang dicontohkan dalam Masterplan Desa atau data konkret dari BPS seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperluas cakupan inklusi. 

Bukan hanya sebagai tanggung jawab moral, tapi sebagai strategi pembangunan yang berkelanjutan.  

Peran Kita dalam Mewujudkan Inklusi  

Kita sering kali menganggap bahwa isu inklusi adalah tanggung jawab pemerintah atau lembaga besar. Tapi, setiap individu sebenarnya memiliki peran. 

Sebagai pengguna internet, misalnya, kita bisa membantu menyebarkan informasi yang benar tentang pentingnya inklusi. Kita juga bisa mendorong diskusi di lingkungan sekitar, di kantor, atau di komunitas.  

Bagi pembuat konten, ini adalah kesempatan untuk membuat perubahan nyata. 

Alih-alih hanya mengikuti tren, buatlah konten yang mendidik, yang mendorong orang untuk melihat isu ini dari perspektif baru. 

Kisahkan perjuangan kelompok marginal, tapi jangan jatuhkan mereka ke dalam stereotip korban. Tunjukkan bahwa mereka adalah bagian penting dari masyarakat yang memiliki potensi besar.  

Kesimpulan  

Inklusi kelompok marginal bukan sekadar wacana atau jargon akademik. Ini adalah kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan jika kita ingin menciptakan masyarakat yang benar-benar adil dan setara. 

Ketika semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi, kita tidak hanya membantu mereka yang terpinggirkan, tetapi juga membangun bangsa yang lebih kuat.  

***

Referensi:

  • Badan Pusat Statistik. (n.d.). Beranda. Diakses dari https:  //www.  bps.  go.  id/
  • Siregar, J. A. (2020). KELOMPOK MARGINAL DAN PARTISIPASI PEMILIH PADA PILKADA INDRAMAYU TAHUN 2020 (STUDI KASUS PILKADA INKLUSIF DI KABUPATEN INDRAMAYU. Jurnal Aspirasi, 11(4). Diakses dari https:  //aspirasi.  unwir.  ac.  id/index.  php/aspirasi/issue/download/11/4
  • Masterplan Desa. (n.d.). Memberdayakan Kelompok Marjinal dalam Pembangunan Desa. Diakses dari https:  //www.  masterplandesa.  com/artikel/memberdayakan-kelompok-marjinal-dalam-pembangunan-desa/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun