Dalam kasus Andi, menjadi ojol bukanlah pilihan ideal, tetapi sebuah kebutuhan untuk bertahan hidup.
Fenomena ini bukan hanya terjadi pada individu tertentu tetapi juga mencerminkan tren nasional.Â
Seperti yang dilaporkan oleh Liputan6, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat seiring meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi setiap tahun.Â
Namun, lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah sebanding dengan jumlah pencari kerja.
Mengapa Lulusan S2 Sulit Mendapatkan Pekerjaan?
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan sulitnya lulusan S2 mendapatkan pekerjaan:
1. Kurangnya Lapangan Kerja untuk PascasarjanaÂ
Data dari Open Data Kota Bandung yang dikutip Liputan6Â menunjukkan bahwa pada 2023 hanya ada 91 lowongan kerja untuk 197 pencari kerja dengan gelar S2 atau S3. Ketimpangan ini mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap kualifikasi tinggi dalam pasar kerja Indonesia.Â
2. Ekspektasi Gaji yang Tidak SesuaiÂ
Banyak perusahaan enggan merekrut lulusan S2 karena khawatir tidak mampu memenuhi standar gaji mereka. Di sisi lain, ketika lulusan mencoba menurunkan ekspektasi gaji mereka dan melamar posisi lebih rendah, mereka sering kali ditolak karena dianggap overqualified.Â
3. Persyaratan Akademik yang TinggiÂ
Untuk menjadi dosen, gelar S3 kini hampir menjadi keharusan. Hal ini membuat banyak lulusan S2 terjebak dalam dilema: mereka tidak bisa melanjutkan studi tanpa pekerjaan tetap, tetapi juga tidak bisa mendapatkan pekerjaan tetap tanpa gelar doktoral.Â
4. Stigma Sosial terhadap Pekerjaan InformalÂ
Masyarakat sering kali memandang rendah pekerjaan informal seperti ojol meskipun pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang halal dan fleksibel.Â
Apa Solusinya?
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak:Â
- Reformasi Kurikulum Pendidikan TinggiÂ
Universitas perlu menyesuaikan kurikulum mereka dengan kebutuhan industri melalui program magang atau kerja sama dengan perusahaan.Â
- Peningkatan Lapangan Kerja untuk PascasarjanaÂ
Pemerintah harus mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang membutuhkan tenaga kerja berkualifikasi tinggi.Â
- Sosialisasi Realita Pasar KerjaÂ
Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa gelar pendidikan tinggi bukanlah jaminan kesuksesan instan.
- Dukungan untuk WirausahaÂ
Lulusan pascasarjana dapat didorong untuk memulai usaha sendiri dengan bantuan pelatihan kewirausahaan dan akses modal usaha.Â
Kesimpulan
Kisah Andi dan Berta mencerminkan ketidaksesuaian antara sistem pendidikan tinggi, ekspektasi masyarakat, dan realita pasar kerja. Gelar S2, yang seharusnya menjadi aset, justru menjadi beban tanpa dukungan struktural yang memadai.Â
Fenomena ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri.Â
Sebagai bangsa, kita perlu mendefinisikan ulang kesuksesan, menghapus stigma pekerjaan, dan menciptakan peluang yang adil agar setiap individu dapat berkembang sesuai potensi mereka, bukan sekadar terjebak dalam simbol gelar.Â
***Â
Referensi:
- GoodStats. (n.d.). Persentase sarjana pengangguran di RI meningkat dua kali lipat selama 1 dekade terakhir. Diakses pada 15 Januari 2025, dari [https: Â //data. Â goodstats. Â id/statistic/persentase-sarjana-pengangguran-di-ri-meningkat-dua-kali-lipat-selama-1-dekade-terakhir-9ah2d]
- Mojok.co. (n.d.). Lulusan S2 UGM kesulitan bertahan hidup di Jogja. Diakses pada 15 Januari 2025, dari [https: Â //mojok. Â co/esai/lulusan-s2-ugm-kesulitan-bertahan-hidup-di-jogja/]
- Liputan6.com. (n.d.). Realitas pasar kerja di kota Bandung: Gelar tinggi, persaingan lebih sengit. Diakses pada 15 Januari 2025, dari [https: Â //www. Â liputan6. Â com/regional/read/5576118/realitas-pasar-kerja-di-kota-bandung-gelar-tinggi-persaingan-lebih-sengit]